"Bang Dioo!" Entahlah ini sudah keberapa kalinya ia memanggil salah satu kakaknya itu namun yang dipanggil tak kunjung datang, ia lelah dan haus. Sepertinya paling enak seperti ini adalah memakan es kesukaannya yang kemarin telah ia beli di swalayan bersama kakaknya.
Lina segera menuruni tangga dan menuju ke arah dapur, ketika perjalanan menuju dapur ia melihat kakaknya David tengah duduk di sofa melihat televisi ditemani oleh Bi Inah dan Mang Udin.
Ia membuka pintu lemari es dan mengambil cup sedang es favoritnya juga beberapa camilan, ia langsung bergegas menuju ruang tv untuk bergabung dengan manusia-manusia itu.
"Bi Inah sama Mang Udin kemana Bang?" namun ketika ia sampai disana ia tak menemukan kedua orang tersebut.
"Pengen balik katanya, soalnya udah malem." melihat Lina membawa camilan, David langsung menyahutnya tanpa tahu malu. Melihat kelakuan kakaknya itu Lina hanya manatapnya sebal, untung sayang.
"Bang Dio kemana?" Lina bertanya dengan mulutnya yang penuh makanan.
"Nongkrong katanya tadi, kenapa?"
"Oh enggak, cuma tanya aja hehe."
. . .
Setelah berjam-jam Lina menghabiskan waktunya untuk menemani kakaknya melihat tv ia kini telah berada di kamarnya dan sedang berusaha untuk tidur. Sudah berkali-kali ia mencoba untuk tidur namun sebanyak itulah bayangan laki-laki kucing itu hadir dan menggagalkan keinginannya untuk tidur, entah apa yang salah darinya hingga ia terus terfikirkan oleh laki-laki itu.
Emang ganteng sih, tapi masalahnya itu dia kan ga-
Brak
Entahlah, kenapa rasanya akhir-akhir ini ia merasa banyak sekali yang membuat jantungnya dikejutkan oleh hal-hal seperti saat ini, padahal dia ingin hidup panjang dengan kemungkinan untuk terkena serangan jantung sangat kecil.
Lina menoleh ke arah jendela namun tak ia temukan bayangan apapun disana, ia mencoba memberanikan diri dan menghampirinya.
Sret
Ia membuka gordennya namun tak ia temukan apapun selain pemandangan balkonnya yang dipenuhi bunga. Lina menutup kembali gorden itu dan berbalik, namun ia terkejut karena ada seseorang berdiri di depannya. Hampir ia berteriak kalau saja orang yang berada di depannya itu tak menutup mulutnya.
Orang itu langsung melepaskan tangannya dari mulut Lina ketika ia yakin gadis itu takkan berteriak dan membuat seisi rumah terbangun.
"L.. Lo kok bisa disini?" Lina bertanya dengan suara yang agak bergetar karena takut dan terkejut.
"Ada yang mau gua omongin sama Lo." dia menatap lekat Lina.
Lina hanya menyimak apa yang akan orang itu katakan, ia masih bingung bagaimana bisa orang itu tau rumahnya bahkan sekarang berada di dalam kamarnya. Bayangkan, BERADA DI KAMARNYA.
"Kayaknya gue mabok es krim deh, gue mulai halusinasi parah." Lina mengatakannya dengan berjalan menuju ke ranjangnya. orang yang dimaksud mendengar itu hanya diam dan mengerutkan dahinya.
"Tentang apapun yang Lo lihat di labirin tadi jangan bilang siapapun, karena gue takut sesuatu yang buruk bakalan terjadi sama Lo." Lina menatap pada orang yang berada di depannya ini. Orang itu tak lain adalah Bina, teman sebangkunya.
"Hah?"
"Labirin itu berbahaya buat manusia biasa kayak kalian. Hal yang sampai sekarang gak terpikirkan oleh Gua adalah, kanapa Lo bisa ngelihat jalan labirin itu padahal kalo Lo adalah manusia biasa Lo gak bakalan bisa lihat jalan itu apalagi buat masuk ke dalamnya." Lina terdiam mendengar jawaban Bina barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alforis Academy
FantasyHal yang tiba-tiba masuk menjadi sebuah naskah hidup yang harus dijalani oleh ketiga kakak beradik dengan marga Sulaiman, bagaikan dalam dunia tak nyata yang selama ini hanya ada dalam angan saja, atau mungkin tak terfikirkan sama sekali. Mulai dari...