Chapter 3

78 18 5
                                    

Sabtu, 21 April 2018

Di London masih awal musim panas. Tapi dinginnya angin musim dingin masih sedikit terasa di kulit.

Emma sedang duduk di bangku Taman Bougenville. Taman itu bisa dibilang cukup ramai, dan suasa-nanya menyenang-kan sekali. Banyak anak-anak yang bermain layangan, ada juga yang berkejar-kejaran kesana kemari. Banyak juga pasangan-pasangan yang duduk menikmati indahnya cuaca hari ini. Ada bebera-pa gerombolan anak muda yang ber-kumpul bersama sambil bersenda gu-rau. Ada juga yang olah-raga maupun mengajak anjingnya berjalan-jalan. Dan taman itu sejuk karena banyak pohon-pohon nesar disekeliling ta-man itu. Banyak pula bunga yang menghiasi, serta mempercantik ta-man. Wajarlah jika taman ini ramai karena sekarang adalah pukul empat, jadi tidak terlalu panas untuk berja-lan-jalan di luar.

Emma bosan di rumah, jadi dia memutuskan untuk mencari udara segar di luar. Dan disinilah dia, sen-dirian, menatap langit yang biru.

Tiba-tiba di langit yang biru itu, terbayang sosok pria yang ia rindu-kan. Papanya. Papanya yang telah bersatu dengan langit, dan tinggal diatas sana.

Emma sangat merindukan papanya itu. Senyumnya, kebaikannya, nasi-hatnya, yang mengahpus air matanya, dan menguatkanku. Papa sering ber-kata bahwa Emma adalah gadis yang kuat, papa yang selalu mengantarnya ke sekolah, yang sering membawakan makanan setelah pulang kerja. Emma juga teringat dulu waktu ia masih ke-cil, Emma sering sekali diajak papa-nya jalan-jalan sambil ia naik di pun-dak papanya. Dan masih banyak lagi.

Emma memejamkan matanya, mem-buat air mata di pelupuk matanya luruh ke pipinya. "Aku merindukan-mu, Papa," lirihnya.

Emma menghela napasnya. Tak lama setelah itu ia meninggalkan taman itu. Ia melangkahkan kakinya ke mini-market pinggir jalan yang cukup dekat dengan taman tadi.

Di minimarket Emma belanja groceries. Ia mengambil bayam, paprika, apel, lemon, keju, dan spagetti. Ia juga mengambil daging ayam sedikit. Ia pikir hari ini ia ingin memasakan sesuatu untuk mamanya.
Ia berencana untuk memasak creamy chicken spagetti with spinach.

Ketika Emma sedang memilih bahan-bahan ia mendengar sesuatu. "Hei, hei, Becky, lihat ada gadis kotor di-sini!" Kata cewek berambut Brunette. "Wah, iya. Dan lihat! Pakaiannya, pft," kata cewek bernama Becky itu tertawa. Temannya Becky juga. Ia berkata "Hei, Jelek! Kau beli dimana baju itu! Seperti baju babi saja! Ahahahahah."

Emma mengepalkan tangannya dengan kuat. Rahangnya menegang. Giginya menggertak.

"Becky, sepertinya dia memungut baju itu di tong sampah."

"Ahahah, benar sekali,"  kata Becky

Emma ingin sekali menampar mulut dua cewek itu.

"Hei, Jules, kau mau bertaruh? Menurutmu apakah dia akan menangis?"

"Pftt, tentu saja dia akan menangis. Lihat tangannya sudah mengepal."

Lalu Emma menatap mereka berdua dengan tatapan dingin yang mematikan. Mukanya dingin, dan sedikit muram. Kedua cewek itu terkejut. "Tidak mungkin," lirih Jules.

Lalu Emma berjalan ke arah kedua cewek itu, dan melalui mereka. Meninggalkan kedua cewek tadi dalam kebingungan.

Emma berjalan ke arah kasir dan membayarnya. "27 Pounds 35 cent, Nyonya," kata pegawai kasir. Emma mengangguk dan mengeluarkan dompetnya. Ia sedang mencari-cari uang yang pas.

"Ini, pakai ini saja," kata seseorang dengan suara beratnya. "Baik, Tuan. Ini kembaliannya," kata pegawai kasir itu.

Emma menoleh ke pria itu dan terke-jut. Pria itu adalah yang menolongnya beberapa hari yang lalu dari Roy. "Oh, Kevin! Ini untuk mengganti yang tadi," kata Emma menyodorkan uang-nya. "No need," kata Kevin. "Tapi aku memaksa," kata Emma. "Hahaha, ti-dak, aku juga memaksa," kata Kevin dengan senyum tipis di wajahnya.

Not a Fairy TaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang