"Anna-ya." panggil El yang langsung berhamburan kepelukkan sahabatnya itu.
"Astaga, El. Kau tidak sadar ya bahwa kau itu berat, huh?"
"Biarin." ucap El dengan bibirnya yang mengerucut.
"Ya sudah, sini duduk dulu." Anna menarik tangan sahabatnya itu untuk duduk di salah satu kursi yang berada di dekat meja kasir. "Sekarang katakan kepadaku, ada apa?" tanyanya.
El mendengus kesal, "Aku rasa papaku sudah mulai kehilangannya akalnya deh. Kau bayangkan saja masa dia ingin menjodohkanku dengan anak dari almarhum temannya. Aku kenal saja tidak, Ann."
"Kau sedang tidak bercanda kan? Maksudku papamu benar-benar ingin menjodohkanmu?"
"Ck! Aku tidak sedang bercanda, Ann. Papaku benar-benar ingin menjodohkanku dengan anak temannya itu. Please deh, kau kan tahu aku tidak punya bakat bercanda ketika sedang ada masalah seperti ini."
Anna memajukan badannya, mendekat ke arahmu. Dia benar-benar terlihat sangat antusias mendengarkan ceritamu. "Lalu bagaimana? Kau menerimanya?"
"Nah, itu dia permasalahannya. Perjodohan ini adalah permintaannya papa dan kau tahu sendiri bukan papaku adalah orang yang perintahnya tidak bisa aku bantah sedikitpun? Makanya sekarang aku bingung, aku tidak tahu harus bagaimana."
"Iya jelas tahu lah, papamu dulu kan terkenal sekali orang tua murid yang paling galak sewaktu kita masih sekolah. Ya sudah kalau begitu kau terima takdir saja."
El mengernyitkan dahinya ketika mendengar kalimat akhir dari sahabatnya itu. "Ck! Enak sekali itu mulut kalau bicara ya? Mau terima takdir bagaimana? Aku mengenalnya saja tidak."
"Lalu sekarang aku tanya apa ada hal yang bisa kau lakukan untuk membatalkan perjodohan itu? Tidak ada bukan?"
El menganggukan kepalanya. "Hm. Tidak ada."
"Nah jadi jalan termudahnya adalah dengan menerima takdirmu itu dan belajar mengenal calon suamimu itu."
El lagi-lagi menghela nafas, menatap jengah gadis yang sedari tadi menjadi lawan bicaranya sembari menyeruput teh miliknya yang sudah mulai mendingin.
"Sekarang aku tanya kepadamu apa pernah papamu memberikan hal buruk selama kamu hidup?"
"Ya tidak pernah lah. Bagaimana mungkin dia memberikan hal buruk kepada anaknya?"
"Nah itu dia pointnya. Kalau papamu sudah bisa mengambil keputusan yang sebesar ini berarti papamu sudah sangat yakin bahwa pria yang akan menjadi calon suamimu ini bisa membuatmu bahagia. Percaya saja dengan keputusan papamu."
El terdiam. Sebenarnya yang dikatakan oleh Anna sangat masuk akal untuk El bahkan terdengar sangat benar di telinganya namun lagi-lagi dia masih ragu dengan semuanya. Apa mungkin pernikahan ini akan mengantarkannya kepada kebahagiaan? Dan kalaupun benar bagaimana dengan Jaemin? Mengingat sampai detik ini Jaemin masih resmi menjadi kekasihmu.
"Lalu bagaimana dengan Jaemin?" tanya El bingung.
Anna memutar bola matanya, menatap malas ke arah El ketika dia mendengar gadis itu menyebut nama Jaemin.
"Ck! Kau memang masih ingin mempertahankannya? Setelah yang dia lakukan belakangan ini? Yang benar saja!" decak Anna seraya menatap El kesal.
"Iya jelaslah. Biar bagaimanapun dia masih menjadi kekasihku, Ann, dan aku pun masih sangat menyanyanginya asal kau tahu saja. Hubunganku dengannya sudah berjalan 2 tahun lebih, tidak mungkin aku mengakhirinya begitu saja."
"Untuk apa sayang jika kau saja tidak bahagia, El? Kau lupa dengan keluhanmu beberapa bulan belakangan ini, hm? Kau selalu saja mengeluh bahwa Jaemin tidak menghargaimu, entah tentang waktu maupun keberadaanmu. Apa kau lupa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Captain!
Teen FictionBerawal dari perjodohan, berujung pada ketidakingin kehilangan.~