Setelah berpamitan dengan sahabatnya itu, El langsung berjalan keluar.
"Ya Tuhan, El harus apa?" batin El.
Tangan yang berada di bahu El sukses membuyarkan lamunannya. Ia menoleh kebelakang dan mendapati kekasihnya berdiri di hadapannya.
"Kamu habis dari mana? Kenapa sendirian disini?" tanya lelaki itu.
El mengembangkan senyumnya. Ia tidak ingin menunjukkan kegelisahannya dihadapan Jaemin. "Tadi aku habis dari cafenya Anna." jawabnya.
"Lalu kenapa sekarang malah jalan kaki? Kenapa tidak naik taksi atau hubungin aku jadi kan aku bisa menemani kamu kesini tadi?"
El mengembangkan senyumnya, "Tidak apa-apa, aku hanya sedang mencari udara segar saja. Oh iya kamu kok ada disini?"
"Aku habis nganter mama ke rumah temannya terus mau pulang eh malah lihat kamu disini jadinya aku berhenti sebentar deh tadi."
"Ah begitu rupanya." ucap El seraya mengangguk mengerti.
"Iya sayang. Ayo pulang, aku anterin." ajak Jaemin yang di balas dengan anggukan oleh El. "Ayo." balas El.
Selama diperjalanan, hanya ada keheningan di antara mereka. El pun yang biasanya cerewet, sekarang lebih banyak memilih untuk diam.
"Sayang." panggil Jaemin dengan lembut.
"Ya?"
El menoleh ke arah suara Jaemin.Jaemin menggenggam tangan kekasihnya, "Kamu baik-baik saja kan, sayang?" tanyanya khawatir karena El tidak seperti biasanya.
El mengangguk, "Aku baik-baik saja kok."
"Kamu ada masalah kan? Ayo mengaku saja, El. Kita pacaran sudah hampir 2 tahun jadi aku tahu bahwa sekarang kamu tidak sedang baik-baik saja. Ada apa? Ayo katakan kepadaku, mungkin saja aku bisa membantumu atau paling tidak aku bisa menjadi pendengar yang baik untukmu."
El tersenyum lalu menggeleng, "Aku tidak apa-apa kok, hanya sedikit tidak enak badan saja."
Jaemin menepikan mobilnya lalu beralih ke arahmu, menatapmu khawatir. "Kamu sakit? Kita ke rumah sakit ya sekarang?"
Lagi-lagi El hanya tersenyum lirih. Semakin Jaemin perduli padanya, semakin sakit hati El memikirkan perjodohan konyol itu.
"Tidak perlu, Jae. Istirahat di rumah saja sudah cukup kok. Kita pulang sekarang ya?"
Tangan pria itu mengusap lembut pucuk kepala El, "Aku tidak tahu masalah apa yang mengganggu pikiranmu tapi satu yang pasti kamu masih punya aku. Kapanpun kamu butuh aku, aku akan selalu ada untukmu. Aku sayang kamu, El. Sayang banget."
Jaemin merengkuh tubuh El ke dalam pelukannya sedangkan yang di peluk hanya bisa diam, tidak ingin merespon kalimat dari Jaemin, takut kalau-kalau pertahanannya runtuh. Karena dari sekarang pun El merasa airmatanya sudah mulai mengumpul di pelupuk mata.
Seperti inikah sakitnya cinta backstreet? El tidak bisa menjadikan hubungannya ini sebagai alasan untuk membatalkan perjodohan karena gadis itu yakin itu hanya akan membuat orang tuanya kecewa karena dia tidak pernah jujur akan hubungan mereka. Tapi El pun juga tidak mau mengakhiri hubungan yang susah payah ia pertahankan.
El benar-benar tidak tau harus seperti apa sekarang. Dia benar-benar tidak tahu harus melakukan apa untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya saat ini.
"Tuhan, jika memang Jaemin yang terbaik untukku maka akhirilah perjodohan ini tapi jika dia bukan yang terbaik maka tolong tunjukanlah kebenaran yang tidak pernah kuketahui." batin El.
Jaemin melepaskan pelukannya, "Bagaimana? Sudah jauh lebih baik kan?"
El mengangguk, "Iya, sudah. Terima kasih ya, Jae." jawabnya dengan disertai senyum manisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Captain!
Teen FictionBerawal dari perjodohan, berujung pada ketidakingin kehilangan.~