Jam sudah menunjukan pukul setengah 3 sore, tetapi pikiran serta hatinya masih setia berdebat. Eileen belum mempersiapkan dirinya sama sekali.
El menatap dirinya di cermin, "Sekarang aku harus bagaimana? Haruskah aku datang atau tidak?"
Derap langkah seseorang terdengar memasuki kamarnya. El yang sudah sangat hafal dengan derap langkah siapa itu tidak berniat untuk membalikan badannya.
"Pergilah, Vince sedang menunggumu di cafenya Anna." ucap Nathan yang kini sudah berada tepat di belakang sang adik.
"Dari mana kau tau, kak?" tanya gadis itu kepada Nathan melalui sorot matanya.
"Aku tidak sengaja membaca note itu tadi pagi dan perihal cafe, aku tau kamu tidak mungkin ke cafe lain selain cafe milik Anna, sahabatmu itu." jelas Nathan.
El mengangguk. Memang benar yang dikatakan oleh Nathan, dia tidak pernah ke cafe lain selain ke cafenya Anna. Entah sekedar mencari angin atau menghilangkan penat akan masalah yang sedang terjadi.
Menghampiri sebentar atau menemani Anna hingga cafe itu tutup selalu menjadi pilihan terbaik bagi El, apalagi di saat-saat seperti ini.
Nathan melipat tangannya di depan dada, "Apa lagi yang sedang kamu tunggu? Cepat sana bersiap-siap."
El menghembuskan nafasnya kasar. Dia masih setia duduk di depan cerminnya, menunggu sang cermin menjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang kini hinggap di kepalanya.
"Cermin tidak akan bisa menjawab apapun yang kamu pertanyakan di dalam pikiranmu, El. Cepat bersiap-siap dan temui dia. Jangan katakan jika kamu berniat untuk membuatnya menunggu disana dengan sia-sia." ujar Nathan seolah-olah bisa menebak jalan pikirannya.
El bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar mandi. Mungkin memang benar yang dikatakan oleh Nathan, setidaknya dia harus menghargai bantuan dari Vince atas tugas-tugasnya kemarin malam.
Bukankah kurang etis rasanya jika El harus membuat orang yang sudah membantunya menunggu lama atau mungkin berakhir pada kesia-siaan? Lagi pula bukankah El juga sudah berjanji dengan pria itu bahwa dia akan belajar untuk mencintainya?
Mari dimulai dari menghargai terlebih dahulu. Kalau soal perasaan bisa dipikirkan nanti karena dia percaya cinta bisa datang dengan seiringnya waktu berjalan.
Nathan mengulas senyumnya lalu kemudian beranjak keluar dari kamar sang adik dengan tidak lupa menutup rapat-rapat pintunya.
***********
Anna yang sedang asik menyeruput kopi miliknya, terkejut akan kehadiran dua pasang insan yang baru saja memasuki cafe miliknya. Anna mungkin tidak akan seterkejut ini jika yang datang bukanlah El, sahabatnya.
El hanya diam ketika matanya bertemu dengan mata Anna yang seolah-olah sedang meminta klarifikasi pada gadis itu tentang yang terjadi dihadapannya saat ini.
"Apa mereka sudah mulai berkencan? Tapi kenapa dia tidak memberitahuku? Apa sekarang dia mulai main rahasia-rahasiaan denganku?" Anna menggelengkan kepalanya, menepis pikiran buruk dari otaknya. "Ah tidak mungkin. El tidak mungkin seperti itu." ujarnya dalam hati yang masih setia menatap pasangan yang dari awal kedatangannya menarik perhatiannya.
Anna teringat akan ponselnya, "Atau mungkin dia sudah memberiku pesan tadi?" gumamnya pelan lalu kemudian langsung memeriksa ponselnya. Dan ternyata memang benar dugaannya, El sudah memberitahunya lebih dulu di pesan tadi namun baru dia baca sekarang.
My Baby El
Aku akan ke cafemu sebentar lagi tapi aku tidak sendirian kesana. Aku datang bersama Vince. Tolong jangan berpikir yang aneh-aneh kepadaku, tidak ada yang aku rahasiakan apapun darimu. Aku hanya ingin belajar menghargai dan mencintainya saja. Belum ada hubungan apapun di antara kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Captain!
Teen FictionBerawal dari perjodohan, berujung pada ketidakingin kehilangan.~