Jantungku berdebar, tubuhku bergetar, perasaanku tak karuan. Itu semua karena seseorang yang sudah berdiri didepanku. Siapalagi kalau bukan Pak Abi guru BK di sekolahku.
Dengan wajah tuanya ia berusaha membuatku takut, dan tentu saja aku berhasil dibuat takut olehnya. Kumis putihnya sudah dia tata agar terlihat seperti orang jahat. Tangan kanannya sudah memegang gunting dan yang paling menakutkan adalah dia menatapku dengan senyum tipis.
Aku ingin sekali membalas senyumnya, tapi rasanya ini bukan saat yang tepat. Jari-jemari Pak Abi sudah meraih rambutku. Rambutku sudah siap menjadi korban dari gunting Pak Abi.
Tentu saja, Rambutku sekarang sudah seperti terasiring sawah. Aku juga bingung kenapa Pak Abi membuat rambutku menjadi seperti itu. Aku rasa itu bukan karena gaya baru.
Terimakasih Bapak. Mungkin itu kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku sekarang.
Saat kembali ke kelas, aku ditertawakan oleh seisi kelas. Karena tidak ingin terlihat berbeda aku juga ikut tertawa. Terutama Dino, ketawanya paling keras saat itu, mungkin terdengar sampai ke Rumahnya.
Tidak berakhir sampai sana, sekarang aku lupa membawa buku sejarahku, sebenarnya itu aku jadikan alasan karena aku lupa mengerjakan PR.
Tanpa ragu, Buk Rina memberiku hukuman berdiri di depan kelas, maksudku di depan pintu kelas. Bukan hal yang aneh sih bagiku.
Sedang asyik dihukum, tiba tiba saja ada seorang perempuan yang memperhatikanku. Dengan sigap, aku langsung mengubah posisiku dan segera merapikan pakaianku.
"Aku yakin, pasti dia akan terpesona melihat tampan wajahku"
gumamku dalam hati.Tapi aku kecewa, dia sepertinya memperhatikan papan pengumuman yang ada di sebelahku.
Tidak apa, lagipula wajahnya berbeda dengan Ibuku.
"Kringggggg"
"Yes bel penyelamatku sudah di dengungkan" tanpa sadar aku mengucapkan kalimat itu dengan nada keras.
Membuat perempuan yang sedang memperhatikanku, bukan, maksudku memperhatikan papan pengumuman di sebelahku langsung tertawa.
Tertawanya lucu, matanya hilang saat tertawa dan tangannya menutupi mulutnya. Pipinya juga memerah saat tertawa. Tanpa sadar aku malah memperhatikan tawanya.
"Angkasa, kamu sudah boleh istirahat"tiba-tiba saja suara wanita berumur terdengar olehku.
"Wah, Bener buk?"tanyaku, hanya untuk memastikan.
"Iya"dengan nada malas Buk Rina membalas pertanyaanku.
Entah karena dia malas menjawab pertanyaanku, atau malas denganku. Sama saja.
"Makasih ibuk cantik" hanya basa-basi agar reputasiku tidak turun.
Karena sudah istirahat,biasanya Dino akan mencariku dan mengajakku ke kantin. Bukan untuk belanja, tapi untuk menemui pacarnya. Aku sempat berpikir kalau pacarnya adalah Ibu Kantin, tapi ternyata bukan. Lagi-lagi aku salah menebak, memang aku selalu lemah dalam tebak-tebakan.
Agar tidak mengecewakan para pedagang kantin, aku menyempatkan diri untuk berbelanja beberapa jajanan di kantin. Aku tidak mau sebut apa saja itu, takutnya yang tidak aku sebut akan merasa cemburu.
Benar saja, ramalanku akhirnya terjadi. Dino langsung mencariku untuk mengajak ke kantin. Entah kenapa dalam perjalanan ada yang mengganjal dihatiku, tapi ini bukan karena aku tersedak. Aku berusaha mengutarakannya pada Dino sahabatku.
"Din, kayaknya hari ini aku sial banget"
"Memangnya kenapa?"
"Dari pagi udah di hukum aja"
"Memang biasanya enggak?"
"Di hukum juga sih"
"Yasudah"
"Iya juga sih, memang udah jadi rutinitas"
Dino hanya menganggukan kepalanya sambil tertawa jahat. Aku juga bingung, apa memang benar setiap hariku adalah kesialan?. Ah biarkan saja, selagi aku bisa memakan jajanan kantin disini, aku tidak apa.
Lagipula, apa benar dari tadi aku sial terus? sepertinya bertemu dengan perempuan yang tadi tidak termasuk dalam kesialanku, harus aku akui tawanya lebih cantik dari tawa Ibuku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Teen FictionKalau saja saat itu aku boleh memilih namaku, akan kuubah menjadi semesta. Agar aku bisa menjadi hal yang kau favoritkan nantinya. Tapi tak apalah ya? Suatu hari kau juga akan menyukai angkasa.