Namanya Liza, kalau mau lebih lengkap lagi namanya Liza Viola Amanda. Dia mantanku, mantan yang aneh. Aneh karena sulit aku lupakan.
Aku masih ingat semuanya, bahkan aku juga masih ingat senyum pertamanya padaku. Saat itu hari Jumat, pada jam pulang sekolah. Aku masih kelas 9 waktu itu.
Aku belum pulang sekolah waktu itu. Karena harus menunggu Samudra yang harus menyelesaikan les sorenya.
Tiba- tiba saja aku melihat Liza yang sedang menangis di depan kelasnya. Dia memegang foto seorang laki-laki. Awalnya aku takut kalau dia ingin menyantet laki-laki itu.
Akhirnya aku beranikan diri untuk mendekatinya.
"K..kamu siapa?"
Suaranya berat, terputus-putus.Dengan gagah berani aku menjawabnya
"Seorang Pangeran yang dikirim kerajaan"
Dia tersenyum, sambil mengusap air matanya
"Apaan sih"
"Angkasa"
sambil mengulurkan tanganku, aku berusaha berkenalan dengannya."Namamu?" lanjutku.
"Liza" jawabnya singkat.
"Aku gapeduli kamu habis diapain sama laki-laki itu. Tapi tolong sadar, santet adalah tindakan yang tidak disukai Tuhan"
"Maksud kamu? foto ini?"
"Iya, tapi sekarang kamu sudah disadarkan sama Pangeran, jadi gapapa"
"Apaan sih? hahahahaha"
Dia tertawa,padahal aku serius saat itu."Ini foto orang gila yang udah mutusin aku"
"Hah? jadi selama ini kamu pacaran sama orang gila?"
"Iya, sekarang malah ngobrol sama orang gila. Tapi, makasih"
Aku hanya membalasnya dengan senyumku. Mungkin karena hobbyku adalah tersenyum. Aku meninggalkannya dan segera ke menuju Samudra.
Aku pulang dengan keadaan basah kuyup, telingaku sudah hapal akan dijewer oleh bidadari galak.
"Tunggu, aku bisa jelaskan ini semua" dengan wajah memelas aku berkata pada Ibuku.
"Sudah tidak ada yang perlu kamu jelaskan lagi anakku"
ah, sial. Ibuku tidak mempan dengan wajah memelasku.Pada keesokan harinya, Liza menghampiriku. Dia memberiku sebuah pedang mainan. Saat itu ada teman-temanku. Mereka langsung tertawa dan meledekku.
Aku menarik Liza kesebuah tempat yang agak jauh dari teman-temanku. Lalu aku bertanya apa maksudnya. Dan jawaban itu, selalu bisa membuat jantungku deg-degan,bahkan sampai sekarang.
Jawabannya hanya sederhana
"Pangeran gaakan cocok kalau gapakai pedang" .
Dia meninggalkanku dengan pedang plastik itu. Padahal barusaja mau aku balas
"Putri juga tidak akan cocok tanpa pangerannya".
Semenjak itu, pedang mainanku masih aku pajang di kamarku. Aku taruh di dalam kotak kaca, karena kata Samudra benda pusaka harus di sucikan.
Di hari kedua, giliran aku dan teman-temanku yang menghampiri Liza. Dengan 5 pengawalku, aku memainkan gitar di depan kelasnya. Membawakan lagu yang hits pada masa itu. "Perfect-ed sheeran".
Sedangkan tugas pengawalku ada yang memayunginya di kelas, ada yang memberinya bunga, ada yang mengipasinya, dan dua lainnya ikut bernyanyi denganku.
Seluruh kelas Liza pada saat itu terbawa suasana, bahkan ada yang pingsan. Yang itu ingin aku lupakan jujur saja.
Liza benar benar tersipu, pipinya merah sekali, bahkan aku berhenti karena itu. Karena warna merah artinya berhenti. Kalau pipinya warna hijau aku akan melanjutkan aksiku.
Aku hanya membutuhkan empat hari untuk membuatnya takluk menjadi milikku. Aku membuatnya dengan sederhana. Aku menghampirinya ke kelas. Dia baru saja datang dari kantin. Aku dan Dino sudah menantikannya di kelas. Aku berjalan mendekatinya lalu berkata "Mulai sekarang kita pacaran" sambil memberi setangkai bunga.
Seluruh kelas Liza menjadi ramai. Bahkan satu sekolah. Yah begitulah pangeran memang tiada tandingannya.
Tapi, Entah kenapa setelah 3 bulan kurang 31 hari tiba-tiba saja Liza ingin putus dariku dan tidak ada kabar.
Yah memang masa pacaran itu selalu menakutkan. Takut akan ditinggalkan, atau takut akan bosan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Teen FictionKalau saja saat itu aku boleh memilih namaku, akan kuubah menjadi semesta. Agar aku bisa menjadi hal yang kau favoritkan nantinya. Tapi tak apalah ya? Suatu hari kau juga akan menyukai angkasa.