19. Alasan

2.6K 145 1
                                    

Malam harinya, aku tak bisa tidur. Masih terlintas ajakan Randu untuk menikah. Ahhh, kenapa jadi begini sih Amanda, bukannya ini yang kamu mau. Nunggu apalagi?

Daripada aku bingung sendiri, lebih baik berdiskusi saja dengan Sipit.

"Halo, ada apa Manda, ini udah malem loh."

"Randu ngajak aku nikah."

"Ya bagus dong, sesuai sama apa yang kamu mau."

"Kok bagus sih? Aku masih gak mau nikah. Kamu tau sendirilah alasannya."

"Gila, jangan bilang karena kamu takut nanti punya anak? Ayolah itu alasan klasik. Kita ini udah dewasa. Masak alasan waktu SMA masih dipake."

"Yahh, mau gimana lagi. Namanya juga takut. Apa aku salah?"

"Kesel bet dah sama ini bocah. Sayang, menikah itu wajib buat menyempurnakan agama. Masalah itu kan nanti bisa dibicarakan sama Randu. Gak mungkin kali, orang nikah langsung punya anak."

"Terus aku harus gimana?"

"Ya ampun, masih aja kayak bocah. Kamu harus jujur sama Randu. Btw, ajakannya udah kamu jawab atau belum?"

"Belum, aku masih minta waktu."

"Kamu yang diajak nikah, kenapa aku yang emosi ya? Ya udah cepet dijawab. Awas ditinggal nikah sama yang lain loh."

"Jangan gitu dong."

"Mangkanya buruan sana bilang. Ayolah kan udah besar jangan kayak bocah mulu."

Haduh, aku pikir Sipit bakalan sepihak denganku. Kenapa malah berpihak kepada Randu.
Ya Tuhan, apa iya aku salah?
Harus bagaimana aku mengatakan ini kepada Randu?

----------

Hari ini hari sabtu, saatnya berjumpa dengan Randu. Aku masih saja gusar, antara ingin menemuinya atau tidak.

Tiba-tiba handphoneku berdering.

"Halo." Sahutku tanpa melihat siapa penelponnya.

"Kamu dimana? Aku sudah sampai." Ternyata Randu yang menelfon.

Buset, bagaimana ini aku takut berjumpa dengannya. Tapi ahhh sudahlah jangan terlalu dipikir.

"Iya iya sebentar lagi kesana. Tunggu ya?"

"Iya hati-hati."

Sesampainya ditempat janjian.

"Bagaimana Manda, jawabannya?"

Yaelah, baru juga nyampek udah sadis aja pertanyaannya.

"Tapi jangan ketawa yaa. Janji?"

"Iya janji." Sahutnya dengan senyum merona dipipinya.

"Aku gak siap Randu." Ucapku ragu-ragu.
"Alasannya?" Dia masih terliat dingin.

"Jadi alasanku karena aku takut nanti punya anak."

Seketika suasana dingin berubah menjadi tawa. Randu terlihat sangat geli dengan jawabanku.

"Tuh kan, kamu ketawa."

"Maaf, aku paham maksudmu. Lagian gak sekarang juga aku ngajak nikahnya. Mungkin masih tahun depan. "

Aku sedikit lega.

"Jadi masalah itu, aku bisa pahami kok. Aku tau sifatmu masih saja kekanak-kanakan. Jadi gak nyampek mikir kesitu."
Jawabnya sambil mengejekku. Membuat pipiku seperti kepiting rebus saja.
"Jadi jawabannya?"
"Kalo aku sih yes."
"Terimakasih Amanda, sudah mau jadi bagian di impian aku."

Kita pun saling tersenyum malu.
Ternyata Randu masih saja dingin kepadaku, yang mungkin tak pernah tepat menempatkan sifat kekanak-kanakanku dalam suatu keadaan. Terimakasih Tuhan, engkau telah mengirimkanku orang seperti Randu.

Randu DirgantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang