***Nathaniel memasuki rumahnya yang sudah gelap, ya ini memang sudah tengah malam dan sebagian besar penghuni rumah ini sudah berada dalam kamar dan mungkin sudah berada pada dunia mimpi masing-masing. Berbeda dengannya yang baru saja pulang bekerja.
Ia bergegas masuk ke kamarnya dan membersihkan diri, menyegarkan tubuhnya dari kepenatan yang ia rasakan juga menghilangkan bau-bau rokok juga parfum wanita yang tidak sedap tercium olehnya. Tadi dia makan malam bersama beberapa kolega papanya di sebuah restoran mewah ditemani Helena. Sekretarisnya yang menyarankan makan malam itu, alasannya untuk mengakrabkan diri bersama para pemegang saham juga klien penting. Ternyata setelah makan malam, acara berlanjut ke sebuah tempat karaoke yang juga telah disiapkan oleh Helena, menurutnya ini salah satu client service untuk memanjakan klien mereka.
Nathaniel sudah bertekad akan menghapus cara-cara seperti ini ke depannya, terlalu boros menurutnya juga berlebihan. Ia heran kenapa papanya masih melakukan cara-cara seperti itu walaupun ia tahu beliau jarang ikut acara ‘hiburan’ itu, hanya diwakilkan oleh Helena juga kalangan managernya yang lain.
Nathaniel bersandar pada kepala ranjang lalu membuka ponselnya, menekan nomer yang ia rindukan dan menghubunginya.
Tuuut … tuuut … tuut.
Nathaniel tersenyum senang saat melihat layar di ponselnya kini menampilkan wajah yang telah ia rindukan selama beberapa bulan belakangan. Karena kesibukan mereka masing-masing, bertatap muka seperti ini adalah hal yang langka, selebihnya mereka hanya bertukar pesan biasa.
“Hai sayang, Pria Tampanku!”
Nathaniel tertawa mendengar panggilan Rebecca yang selalu ditujukan untuk menggodanya,
“Kamu terlihat sibuk? Apa aku mengganggumu?”
Rambut kekasihnya dicepol keatas dengan beberapa helaian rambut menjuntai ke leher jenjangnya, sebuah meteran kain melingkar di bahunya juga jarum pentul yang tersusun rapi di cussion kecil yang terikat di lengannya.
“Ohh, aku sedang fiiting baju dengan para model untuk runway lusa. Aku senang sekali diberi kepercayaan ini, Nath.”
Wajah Rebecca yang terlihat lelah tertutupi dengan binar kegembiraan dan semangat, Nathaniel dapat melihat pancaran bahagia kekasihnya itu. Dan ia merasa senang Rebecca bisa mewujudkan mimpinya.
“Ann, come here. We need you, dear ….”
Sayup-sayup terdengar suara seorang wanita memanggil Rebecca,“Nathan, sorry ya aku tutup telponnya. Nanti aku hubungi lagi setelah waktuku lebih lapang ya.”
“Oh, baiklah. Take care, Honey. Love ….”
Klik.
Perkataan Nathaniel terputus saat panggilan video itu diakhiri terlebih dahulu oleh Rebecca, ia hanya menghela nafasnya kasar, ada rasa kecewa dihatinya karena selalu seperti ini yang terjadi saat ia mencoba menghilangkan rasa rindu kepada kekasih hatinya tapi tidak pernah kesampaian.
Rebecca terlalu sibuk dan larut dengan pekerjaan barunya, ia mencoba memakluminya. Ia tidak dapat membayangkan jika dulu ia memaksakan diri menikahi Rebecca, mungkin gadis itu tidak akan tampak sebahagia seperti saat ini.
Jauh didalam hatinya, ia merindukan sosok yang dapat mengerti dirinya, menghiburnya dikala lelah seperti ini. Memberikan suntikan semangat untuk jiwa dan raganya.
Tuut … tuut … tut.
“ APPAAA !”
Nathaniel tergelak saat suara bentakan ditambah wajah ketus dan mengantuk terpampang di layar ponselnya, seketika ia melupakan kegundahan hatinya melihat wajah kesal Eleanor.
KAMU SEDANG MEMBACA
E L L e : My Wonderwall
Teen FictionHidup Eleanor terlihat sempurna, semua orang mengagumi dan menyayanginya, terlepas dari segala tingkah manja dan kekanakkan nya. Ia gadis cantik juga baik hati. Dibalik kesempurnaanya, ada satu hal yang tidak bisa ia miliki, Nathaniel Adlian Akbar...