Nathaniel mencuri-curi pandang pada gadis di depannya yang sedang menekuri buku-buku soal di hadapannya. Ia menahan tawa saat kepala Eleanor turun naik berulang kali tak beraturan, disebabkan karena menahan kantuk yang mendera gadis itu.
Brukk … akhirnya kening gadis yang dicintainya itu jatuh tepat di atas buku-bukunya.
“Pfft !”
Nathaniel mengalihkan pandangan pura-pura tidak melihat sambil menahan tawanya. Ia tidak ingin gadis itu malu karena ia memergoki tingkah absurdnya. Namun, setelah beberapa saat ekor matanya tidak menangkap pergerakan apa-apa dari gadis yang sedang ia curi pandang.
“Astagaaa … beneran tidur dia!”
Nathaniel menggelengkan kepala melihat gadis itu yang tertidur dengan posisi tertelungkup. Ia beranjak dari tempatnya lalu bergerak mendekati Eleanor. Dirapikannya rambut kecoklatan yang menutupi semua bagian wajahnya, menyisirnya dengan jari lalu mengumpulkannya jadi satu. Ia meraih ikat rambut yang berada di pergelangan tangan Eleanor.
Gadis itu terusik dengan gerakan Nathaniel yang tengah merapikan rambutnya.
“Hmmhh … El ketiduran ya, Kak?” gumamnya
“Pindah kamar aja, gih. Sakit dada kamu keteken kayak gini, El,” titah Nathaniel.
“Nggak ah! Belum selesai belajarnya,” balas gadis itu masih dengan mata terpejam.
“Jangan dipaksain. Kalo udah ngantuk ya tidur aja.”
Eleanor langsung bangun dari tidurnya lalu duduk membelakangi Nathaniel. “El gak ngantuk, Kak,” ucapnya lagi. “Bilang aja Kak Iel pengen pulang, males nemenin aku belajar,” tuduh Eleanor.
“Ckckck … jangankan nemenin belajar, nemenin kamu tidur juga aku mau,” ucap Nathaniel sambil kembali meraih rambut Elanor yang belum sempat terikat olehnya.
“Kakak elus-elus rambutku bikin aku tambah ngantuk,” gumam Eleanor.
“Siapa juga yang ngelus-ngelus. Aku rapiin rambutnya karena tadi muka kamu ketutupan semua sama rambut. Cobalah diikat rambutnya klo lagi belajar, biar nggak ganggu.”
“El tadi abis keramas, makanya digerai aja biar cepet kering.”
“Pake hairdryer, Sayang.”
Mata Eleanor membuka saat mendengar sapaan itu lagi, rasa kantuk itu menguap seketika.
“Males meganginnya, lama. Ntar ada yang marah-marah, trus protes karena El dandannya lama,” gerutunya.
“Hahaha … gak perlu dandan lama pun kamu udah cantik kok,” ucap Nathaniel sambil melepaskan tangannya dari rambut yang telah ia ikat dengan rapih.
“Ishhh … dari lahir juga memang cantik, kok.”
Eleanor berusaha menyembunyikan wajahnya yang merona, ia kembali mengambil posisi tengkurap seperti tadi dan meraih bukunya.
“Coba belajarnya jangan gitu, El. Duduk manis sini, di sebelah meja aku,” ucap Nathaniel sambil menepuk meja yang terdapat laptop miliknya dan beberapa berkas yang tadi ia pelajari.
“Nggak ah … pantatnya tambah tepos kebanyakan duduk,” tolak Eleanor polos.
“Hahahahah … klo tengkurep kayak gitu malah dada kamu yang makin rata, El,” ejek Nathaniel.
Eleanor langsung menoleh dan mendelik tajam pada pria di dekatnya itu. “Ishh .. dasar cowok, yang diliatnya fisik terusss. Sana cari cewek yang bodinya yahud buat jadi istri kakak,” ucapnya kesal.
“Cieee .. ada yang cemburu. Marah ni yee,” goda Nathaniel sambil mencolek dagu lancip Eleanor yang kemudian ditepis kuat oleh gadis itu.
“Jangan merajuk dong, Sayang,” bujuk Nathaniel sambil mengelus kepala Eleanor. “Ada jasa pijat khusus untuk membesarkan payudara secara alami loh, kamu gak usah minder.”
KAMU SEDANG MEMBACA
E L L e : My Wonderwall
أدب المراهقينHidup Eleanor terlihat sempurna, semua orang mengagumi dan menyayanginya, terlepas dari segala tingkah manja dan kekanakkan nya. Ia gadis cantik juga baik hati. Dibalik kesempurnaanya, ada satu hal yang tidak bisa ia miliki, Nathaniel Adlian Akbar...