***Eleanor meregangkan tubuh dan mengangkat kedua tangannya ke udara. Ia mendesis saat merasakan rasa tak nyaman di area pinggulnya, akibat menemani Nathaniel tidur dengan posisi setengah berbaring selama beberapa jam. Ia menurunkan kaki ke lantai, masih terdiam mengumpulkan kesadarannya.
Biasanya pada hari minggu seperti ini, gadis itu akan memanfaatkannya dengan tidur lebih lama dan bangun lebih siang daripada hari-hari sebelumnya. Namun, karena ia kini sedang berada di rumah Nathaniel maka ia pun bangun pagi seperti biasa. Bagaimanapun malasnya seorang Eleanor, ia tidak mau mempermalukan keluarganya dengan bangun siang saat menginap di rumah orang lain.
Gadis itupun beranjak ke kamar mandi dan membawa pakaian gantinya.
.***
"Selamat pagi, Ma," sapa Eleanor kepada Talita yang masih mengenakan gaun tidur dibalut kimono sutra, tengah membuat teh hangat di dapur.
"Loh, kok kamu udah bangun, El? Masih pagi banget loh ini," ucap Talita yang melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan 05.30 pagi.
"Istirahat aja dulu, kamu pasti kurang tidur nemenin Nathan tadi malam."
"Tadi malam Kak Iel gak rewel kok, Ma. Jam 12 sudah El tinggal ke kamar," ucap Eleanor, "Tidurnya lebih tenang, enggak banyak ngigau. Cuma ganti kompres aja beberapa kali."
Tadi malam saat Rebecca menghubungi Nathaniel, gadis itu sengaja menghindar beralasan ke toilet ingin menggosok gigi. Saat keluar dari kamar mandi, dia sudah mendapati Nathaniel menahan kantuk sambil bersandar pada kepala ranjang. Dengan mata sayu, Nathaniel menoleh ke arah Eleanor dan kembali menepuk kasur di samping tubuhnya. Pria itu langsung tertidur saat berhasil memeluk kembali tubuh gadis mungilnya, menyandarkan kepala di samping tubuh Eleanor. Eleanor terjaga sambil menonton televisi, mengusap-usap rambut Nathaniel saat pria itu mulai gelisah dan meracau dalam tidurnya, lalu mengompres keningnya yang masih bersuhu tinggi.
"Terima kasih ya, Sayang. Maaf kalau putra Mama banyak merepotkan kamu," kata Talita sambil tersenyum.
"Tadi perawat datang pagi-pagi sekali untuk mengganti infusnya sekalian pemeriksaan dan ambil darah lagi," lanjutnya."Kamu sarapan aja dulu sebelum ke kamar Nathan. Nanti kalau kamu sudah di sana, Nathan pasti bakalan nempel terus itu," tawar Talita sambil menyusun sarapan di atas meja untuk Eleanor.
"Okey, Ma."
"Bibik sudah memasakkan sup krim jagung kesukaan Mama, ada French bread, dan bubur ayam. Kamu tinggal pilih mau sarapan sama apa. Nanti sarapan Nathan biar Bibik yang antar ke atas, dia belum boleh makan yang keras-keras."
"Iya, Ma. Biar nanti El yang ambil sendiri sarapannya."
"Baiklah ... Mama mau ke kamar lagi. Papamu paling enggak suka ditinggal sendiri saat ia terbangun, manja persis seperti Nathan. Mereka hanya manja di depan perempuan yang mereka sayang dan Mama bahagia Nathaniel memilih kamu."
Glek.
Eleanor hanya diam sambil memasang senyum di wajahnya, tidak menanggapi perkataan Talita karena enggan memikirkan masalah hati lagi. Ia membiarkan wanita paruh baya tersebut berlalu dari hadapannya, kemudian menyiapkan sarapannya sendiri, dan membuat teh hangat untuk menyegarkan tubuhnya dengan aroma wangi melati yang menguar.
***
"Selamat pagi, Kak," sapa Eleanor saat memasuki kamar Nathaniel. Ia diikuti salah seorang ART yang membawakan nampan makanan untuk pria itu..
Nathaniel hanya melirik sekilas ke arah Eleanor lalu mengalihkan pandangannya, memperhatikan perawat yang tengah mengambil sampel darah.
Eleanor mengernyitkan dahi melihat sikap pria itu, kemudian menggelengkan kepalanya pelan. Ia berpikir bahwa tingkah seorang Nathaniel saat sedang sakit memang sangat ajaib. Manja, manis, juga menggemaskan, dan sepertinya kini dia tengah merajuk entah karena sebab apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
E L L e : My Wonderwall
Teen FictionHidup Eleanor terlihat sempurna, semua orang mengagumi dan menyayanginya, terlepas dari segala tingkah manja dan kekanakkan nya. Ia gadis cantik juga baik hati. Dibalik kesempurnaanya, ada satu hal yang tidak bisa ia miliki, Nathaniel Adlian Akbar...