CHAPTER 11

693 88 5
                                    

Acara sakral itu berjalan dengan lancar. Semua orang termasuk orang tua kedua mempelai terlihat sangat berbahagia.

Mereka saling berbagi tawanya tanpa tahu jika dibalik itu semua terdapat perjanjian busuk yang hanya diketahui oleh Taehyung dan Mingyu. Bahkan kedua gadis yang merupakan pemeran utama juga tidak mengetahuinya.

“Selamat, Sujeong! Sekarang margamu sudah menjadi Kim! Aku ikut berbahagia,” ucap salah satu teman lamanya.

Sujeong tersenyum sungkan. “Terima kasih.”

Temannya itu berbisik, “Bagaimana rasanya dicium oleh pangeran dari mimpimu, eoh? Dan aku harap kau sudah menyiapkan stamina untuk malam pertamamu nanti.”

Sujeong mengerutkan dahinya, masih mencerna perkataannya. Sedetik kemudian, ia mendelik.

“Ya, Myoui Mina!” jeritnya kesal. Mina tertawa puas lalu segera pergi dari sana sebelum terkena amukan Sujeong.

Taehyung menatapnya aneh. Menyadari hal tersebut, gadis itu menutupi pipinya yang merona dan menggeleng. Taehyung mengangkat bahunya acuh. Mereka kembali melanjutkan resepsi pernikahan.

Tetapi ada yang kurang, Mingyu dan Chaeyoung. Mereka tidak ada.

Sujeong mengembuskan napas berat. Tadi Mingyu memhubunginya dan berkata bahwa ia dan Chaeyoung tidak bisa menghadiri resepsi pernikahannya karena takut Taehyung akan kehilangan kendali jika bertemu Chaeyoung. Seharusnya Mingyu tidak perlu seperti itu. Pria itu memang sangat berjasa dalam hidupnya. Bagi Sujeong, Mingyu adalah sahabat yang paling berharga.

-
-
-

Sujeong tersenyum miris menatap hasil tulisan di buku diarynya.

Sejenak ia merenungi nasib buruknya. Menikah dengan seseorang yang tidak akan pernah mencintainya. Menyakitkan, bukan? Bagaimana pun juga, ia sadar jika pernikahan ini terjadi hanya untuk mempererat hubungan keluarga Ryu dan keluarga Kim.

Cklek

Melihat pintu kamar mandi yang terbuka, Sujeong segera menyimpan buku itu ke dalam laci. Seperkian detik kemudian, Taehyung keluar dengan tangan yang memegang handuk guna mengeringkan rambut. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, pria itu langsung membaringkan tubuhnya dan mengabaikan keberadaan Sujeong.

Gadis itu menghela napas berat lalu pergi meninggalkan kamar. Setelah Sujeong menutup pintu, Taehyung membuka matanya. Dengan kasar, ia melempar handuk di tangannya ke sembarang arah.

Oh, ayolah. Bagaimana mungkin ia memberikan ciuman pertamanya untuk gadis yang sama sekali tidak dicintainya? Ditambah lagi, ia kehilangan kendali dan malah terbuai dengan bibir Sujeong.

“Aku sudah gila,” gumamnya pelan.

-
-
-

Entah sudah berapa menit yang dihabiskan oleh Sujeong untuk mempelajari resep makanan di ponselnya. Sehari sebelum pernikahan, sang ibu mengajarinya untuk menjadi istri yang baik dan salah satunya adalah bisa memasak.

“Sayangnya aku tidak tahu makanan kesukaannya.” Sujeong bersedagu. “Haruskah aku bertanya?” Ia menggeleng keras. “Tidak, tidak. Itu berbahaya.”

Gadis itu melirik jam dinding. Pukul sebelas. Huh, pantas saja ia mengantuk. Seraya menguap pelan, Sujeong berjalan menaiki tangga. Tetapi langkahnya terhenti di tengah perjalanan.

“Tidak mungkin jika aku tidur dengannya, ‘kan? Oh Tuhan, sama saja seperti aku membangunkan singa yang kelaparan. Aku rasa tidur di sofa lebih baik.”

Ia membalikkan tubuhnya kembali untuk menuju ke sofa yang berada di ruang tengah.

-
-
-

Pagi-pagi sekali, Sujeong sudah menyiapkan banyak makanan di meja makan. Mungkin terdengar berlebihan mengingat seharusnya ini adalah waktu sarapan. Tetapi gadis itu ingin memberikan kesan yang baik pada Taehyung.

Beberapa menit kemudian, Taehyung turun dari tangga dengan tangan yang sibuk merapihkan dasinya. Sujeong berusaha tersenyum cerah.

“Kau mau ke kantor? Tidak mau sarapan dulu?”

Hening. Tak ada jawaban. Sujeong tetap mempertahankan senyumnya. Ia mendekati Taehyung dan menghadangnya.

“Dasimu tidak terpasang dengan benar. Bolehkah aku—”

“Minggir!”

Sujeong tersentak. “Tae…”

Taehyung mendesis sinis. “Berhentilah tersenyum. Aku benci senyumanmu.”

Pria itu menyingkirkan tubuh Sujeong kasar. Sementara sang gadis terpaku di tempat. Ia tahu jika Taehyung akan bersikap seperti itu. Ia hanya belum terbiasa. Pandangannya teralih pada kumpulan makanan di meja.

“Sepertinya aku harus membagikannya ke para tetangga.”

-
-
-

Hari ini, taman terlihat sepi. Hanya segelintir orang yang berlalu lalang di sana. Dan Sujeong terduduk di salah satu kursi dengan tatapan menerawang ke depan.

“Kau ingat, Taehyung?” Ia tersenyum sekilas. “Kau pernah membuatku merasakan indahnya cinta di tempat ini, meskipun hanya sebentar.”

Sujeong menutup erat matanya dan kristal itu mengalir pelan. Tapi ia menghapusnya segera.

“Ada orang yang mengatakan jika Tuhan takkan memberikan cobaan diluar kemampuan umatnya. Lalu, bagaimana kalau aku tidak bisa menghadapinya?”

Gumaman lirih itu terdengar pilu di telinga. Sang empu menundukkan kepala. Kedua tangannya menggenggam tempat makan dengan kencang hingga jarinya memerah.

“Aku tidak yakin akan bisa menghadapi sifat dinginmu. Ini baru satu hari, namun aku ingin menyerah. Tuhan, kuatkanlah aku…”

Desauan angin menerbangkan anak-anak surainya. Menemani Sujeong dalam kerisauan hati. Akankah ia dapat mempertahankan pernikahannya dengan Taehyung?

-
-
-

Senandung nada itu mungkin terdengar ceria. Dan semua insan yang mendengarnya akan berpikir jika gadis itu sedang bahagia. Tetapi ingatlah, kita tidak boleh menilai seseorang dari luarnya saja. Karena nyatanya gadis itu pintar menyimpan rasa sakitnya sendiri, tanpa mau diketahui orang lain.

“Terima kasih, Nona Kim Sujeong. Kau baik sekali. Apakah kau selalu memasak banyak makanan hingga selalu membagikannya ke seluruh tetangga?”

Sujeong tertawa terpaksa mendengar kalimat itu. Sebutan ‘Nona Kim Sujeong’ sangat tidak pantas untuknya. Toh, ia juga tidak mengerti tentang hubungannya dengan Taehyung. Apakah ia dapat disebut sebagai seorang istri?

“Tidak, Bibi. Aku hanya suka berbagi,” jawab Sujeong seadanya.

“Suamimu beruntung sekali memiliki istri yang cantik, pintar memasak, dan baik hati seperti dirimu.”

Lagi-lagi Sujeong menyunggingkan senyum palsunya. Beruntung apanya? Dianggap keberadaannya pun tidak.

“Baiklah. Aku pamit dulu, Bi.”

Setelah gerbang di hadapannya tertutup, Sujeong segera berbalik. Tapi—

“Apa maksud perkataan bibi tadi? Kau selalu membagikan masakanmu pada tetangga?”

Ia membulatkan matanya kala melihat sang ibu mertua ada di depannya.

“Ibu? A-aku—”

Ayolah, otaknya terlalu lamban untuk mencari alasan saat ini. Tak mungkin jika ia mengatakan yang sebenarnya, ‘kan? Bahwa Taehyung tidak pernah sudi memakan masakannya meskipun ia selalu memasak selama dua bulan ini. Jadi, daripada terbuang percuma, lebih baik ia memberikannya kepada para tetangga.

Melihat kegugupan menantunya, Nyonya Kim menarik paksa tangan Sujeong. “Ikut ibu!”

-
-
-

TO BE CONTINUE

VOTE 👇👇
IF YOU LIKE THIS STORY 😊

Makin ribet ya? Iya, emang 😅
Sepertinya cerita ini akan memiliki lebih dari 20 chapter 😆
Kalian gak bosen, kan? Kalo iya, nanti aku percepat alurnya 🙌

P.S : Next chapter aku PRIVATE

ONE HAND || TAEHYUNG BTS & SUJEONG LOVELYZ (TAEJEONG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang