Something That Shouldn't Happen

21 2 1
                                    

Mungkin kita memang tidak ditakdirkan bersama.

      "Jadi apa kamu mau jadi orang yang beruntung itu?" Step langsung melebarkan kedua matanya mendengar pertanyaan tersebut. "Maksud kamu apa? Kamu bercanda kan?"

       Kenneth tertawa kecil, lalu mengusap rambutnya dengan kasar. "Mmm, ya mungkin memang terlalu cepat tapi aku serius Step."

        Sekarang tatapan mata Kenneth pada Step begitu serius dan membuat Step tidak sanggup mentapnya terlalu lama. Ia pun memalingkan pandangan dan tidak menatap Kenneth lagi.

      "Aku bakalan beri kamu waktu buat mikirin ini semua, aku gak bakalan maksa kok. Tapi, perlu kamu ketahui aku memang serius buat jalanin hubungan ini sama kamu dan itulah alasan selama ini aku dekat sama kamu. Aku selalu nanya ke Meylin sesuatu yang kamu suka, yang bakalan bikin kamu senang. Ya.. Walaupun sekarang aku cuman tahu satu hal."

      Ia menghirup napas dalam-dalam dan menatap Step lekat lalu melanjutkan, "Jujur aku pengen tahu kamu lebih dalam lagi, kamu seperti apa orangnya dan apa hal yang kamu suka dan kamu tidak suka. Aku ingin tahu semuanya, mungkin ini egois tapi inilah perasaan aku yang sesungguhnya."

      Setelah mendengar semuanya, Step masih saja terdiam. Ia tak mampu berkata apa-apa lagi selain kata bahwa ia ingin pulang sekarang juga. Kenneth mengantarnya pulang dan ia masuk kedalam rumah tanpa mengucapkan sepatah kata apapun lagi pada Kenneth, layaknya orang yang berjalan sambil termenung. Mungkin ia masih tidak percaya apa yang barusan ia dengar dari mulut Kenneth.

     Disamping itu, Jo ternyata sedang memperhatikan Step di balkon kamarnya dengan tatapan kecewa. "Ternyata memang dia." Gumamnya dalam hati. Pada saat masuk kembali kedalam kamarnya ia mendengar nada panggilan teleponnya. Ia segera mengangkat telepon tersebut dan berseru, "Pa!" Ia berbicara panjang lebar di telepon tersebut dengan Ayahnya.

     Setelah itu ia menurunkan ponselnya dengan menghela napas, "Mungkin itu memang pilihan yang tepat." Ucapnya.

************

       Step datang ke sekolah seperti biasanya bersama Sellina dan Aurel. Ia duduk tanpa tahu bahwa Kenneth sedang memperhatikannya. Pada saat pelajaran yang tidak ia suka, ia berdirikan sebuah buku sehingga terlihat seperti ia sedang membaca buku padahal ia sedang bertekuk siku di meja dengan menatap kosong di luar jendela.

      Ia memikirkan kembali tentang apa yang diucapkan Kenneth, "Ia terlihat sangat serius." Gumamnya.

    "Siapa?" Tanya Meylin secara tiba-tiba.

     Step menulis sesuatu di buku tulisnya,

    "Bagaimana cara melupakan seseorang menurutmu?"

     Meylin membacanya dan membalas,

    "Mencari seseorang sebagai pengganti."

     Step menatap lekat tulisan balasan Meylin untuknya, "Mungkin memang ada benarnya." Gumamnya dala hati.

     Setelah itu ia mendapat perintah dari Ibu Desi—Guru Kimianya untuk mengantar buku tulis yang berisi tugas-tugas murid ke meja Bu Desi di kantor Guru.

     Ia pun mengangkat buku tersebut dan berjalan pelan menuju kantor Guru. Setelah sesampainya ia disana, ia bertemu dengan Jo dan pada akhirnya mereka berdua berjalan keluar secara bersamaan.

     Awalnya tidak ada yang membuka suara, keduanya diam. "Kamu.. Apa kabar sekarang?" Step menunjuk dirinya, "Aku?" Tanyanya. "Jadi siapa lagi?" Jawab Jo seraya tertawa kecil.

    "Aku baik, kamu?"

    "Gak terlalu baik.."

    "Mmm?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mr.JoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang