Wattpad Original
Ada 9 bab gratis lagi

PROLOG II

62.4K 6.3K 766
                                    

Pagi itu udara agak sejuk, berkas sinar matahari perlahan menerangi seluruh jagat raya. Suara kicauan burung di hutan sekitar padepokan terdengar nyaring dan semarak, menghangatkan hati Kalinda yang sedang sedih.

Di depan gapura padepokan, Kalinda berdiri berhadapan dengan beberapa orang. Di depannya, Adikara Bahuwirya tampak memasang wajah tenang dengan senyum kecil saat melihatnya, sementara itu, Mahesa dan beberapa saudara seperguruan Kalinda berdiri tidak jauh di belakang Adikara.

"Guru, Murid ini berpamitan." Kalinda berkata pada Adikara.

Baru saja, utusan dari kerajaan telah sampai di padepokan. Untuk mengawal kepergiannya, Sri Maharaja telah mengutus 30 orang pengawal dan sepuluh dayang. Kalinda tidak dapat menahan diri untuk tersenyum miris di dalam hati, dengan melakukan ini semua, itu hanya akan menarik perhatian masyarakat. Jelas bahwa mereka sudah menyiapkan segala sesuatunya agar Kalinda tidak dapat melarikan diri dari pernikahannya.

"Aku akan mendoakan kau selamat sampai tujuan," ujar Adikara dengan suara lembutnya. "Berhati-hatilah."

Kalinda mengangguk. "Murid ini berterima kasih kepada Guru."

"Perjalanan ini akan menjadi awal yang baru untukmu, Kalinda." Salah seorang guru lainnya berkata. Lelaki itu adalah Binupati, saudara sepupu dari Adikara yang sudah sejak lama membantu mengurusi padepokan.

"Benar, Guru," sahut Kalinda sopan.

Binupati mengangguk ke arah Kalinda. Sejak gadis ini masuk ke padepokan hampir 11 tahun yang lalu, bukan hanya Adikara, Binupati dan hampir semua guru dapat melihat bakatnya yang luar biasa. Benar saja, hanya dalam waktu singkat, Kalinda dapat mengejar ketertinggalan dari murid-murid lain dan terus menjadi lebih kuat. Awalnya Binupati tidak terlalu peduli, tapi lama kelamaan rasa kagumnya berubah menjadi iri. Bagaimana bisa semua murid yang berbakat menjadi milik Adikara? Dulu adalah ayah dari Kalinda, dan sekarang Adikara memiliki Kalinda.

Binupati sudah memikirkan segalanya, jika gadis ini terus dibiarkan tumbuh, sayapnya akan semakin lebar dan itu hanya akan membuat nama Adikara semakin dikenal luas oleh penjuru negeri. Apabila hal itu terjadi, tidak akan ada kesempatan untuk Binupati mengambil alih padepokan dan membuat nama untuk dirinya sendiri.

"Tara akan menemanimu sampai melewati gunung, setelahnya kau hanya dapat meneruskan perjalananmu sendiri." Binupati kembali berbicara sembari menunjuk ke arah seorang pemuda.

Kalinda menoleh ke arah seorang pemuda bernama Tara yang merupakan murid dari Binupati itu, kemudian menganggukkan kepalanya singkat. "Terima kasih, Guru." Kalinda tidak menolak. Lagi pula, Tara adalah saudara seperguruan dan juga sahabat baiknya.

Setelah berpamitan dan mengucapkan beberapa hal lagi, Kalinda berjalan ke arah kereta kuda yang sudah menunggunya sedari tadi. Tepat ketika dia akan naik ke gerbong, terdengar suara seseorang di belakang.

"Selamat jalan, Diajeng, semoga di lain kesempatan kita akan bertemu lagi." Mahesa berujar lembut dengan senyum paksa di wajahnya.

"Semoga kita bertemu lagi, Kangmas." Kalinda mengangguk, melempar senyuman kecil ke arah lelaki yang telah banyak membantunya itu. Kemudian Kalinda kembali menaiki gerbong kereta kuda dan hanya dapat menatap mereka dari balik tirai jendela.

Roda itu perlahan berputar, membawa Kalinda secara perlahan menjauh dari padepokan. Setelah bayangan Kalinda menghilang di balik pohon-pohon, orang-orang itu akhirnya masuk kembali ke padepokan.

Binupati yang masih berdiri di depan gapura tidak segera menyusul, lelaki itu berdiri di sana cukup lama, dan sebuah senyuman terbit di bibirnya. "Bertemu lagi?" Binupati tertawa kecil, ada sinar kelicikan di matanya. "Aku takut itu tidak akan pernah terjadi."

Janji Seribu Bulan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang