Tidak Cukup Baik untuk Dapat Menentukan Takdir Sendiri
. . .
Ganes duduk sambil memeluk bantal di tengah ruang keluarga, matanya menatap pada layar di depan sambil menekan konsol dengan sembarangan, tapi mulutnya tidak mau berhenti bergosip. "Kak Awan, menurutmu, kenapa Kakek membawa anak kecil mirip tusuk gigi itu ke sini?"
"Kenapa lagi? Dia calon istri Gara." Awan yang sedang duduk di sofa sambil membaca menjawab tenang.
Ganes sangat kesal mendengar jawaban itu. "Calon istri?!" katanya sinis. "Dilihat dari segi mana pun, dia tidak cocok dengan Kak Gara! Umur mereka terlalu berbeda jauh. Perbandingannya, saat si Kalin bukan Karin itu masih dalam kandungan, Kak Gara sudah mendapatkan mimpi basah pertamanya."
Awan memukul belakang kepala Ganes dengan buku yang ia pegang. "Bicara lebih sopan!"
Ganes mendelik, tapi sama sekali tidak peduli. "Apa yang salah dari ucapanku? Itu semua kenyataan," ujarnya. "Lihat bagaimana banyaknya wanita, perempuan, gadis atau janda kembang yang berkeliaran di sekitar Kak Gara selama ini, apa ada yang menarik perhatiannya? Tidak!" Ganes berbicara dengan penuh semangat, sama sekali tidak sadar jika keheningan Awan terasa aneh. "Jadi, mana mungkin Kak Gara mau menerima bocah kembaran ranting rambutan itu sebagai calon istrinya!"
Awan tidak menjawab.
"Kak Awan, aku benar, bukan?"
"Calon istri siapa?"
Ganes yang akan berbicara kembali hampir menggigit lidahnya saat mendengar suara dingin itu. Dia berbalik secara perlahan, dan melihat sosok tinggi berdiri tidak jauh dari sana. Diliriknya Awan yang terus membaca buku dan berpura-pura tidak tahu apa pun, Ganes seketika mengutuk dalam hati.
Seperti permainan yang terabaikan di belakang sana, Ganes tiba-tiba dapat melihat tulisan game over besar di depannya saat melihat Gara menatapnya dengan mata tajam itu.
"Calon istri siapa?" tanya Gara sekali lagi.
Ganes tertawa dua kali sebelum menjawab, "Si Kalin bukan Karin, calon istri Kakak, benar?" tanyanya.
"Dia sudah datang?"
Ganes mengangguk, sementara Awan hanya mengintip dari atas bukunya.
Gara tidak mengatakan apa pun lagi dan masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Ganes dan Awan saling pandang dalam kebingungan. Tidak sampai satu jam kemudian, Gara keluar kembali. Lelaki itu sudah berganti pakaian, rambutnya masih agak basah saat dia duduk di sofa.
"Panggil dia kemari," perintah Gara kemudian.
"Eh? Aku?" Ganes terlihat bingung.
"Apa aku harus pergi dan memanggilnya sendiri?"
Ganes cemberut, tapi pemuda itu tetap bangun dan naik ke lantai dua. Tentu saja dia tahu kamar mana yang ditempati Kalinda karena sejak tiga hari lalu Harata sudah sibuk keluar masuk dari rumah ini untuk mengatur perabotan di kamar gadis itu. Tanpa peduli sopan santun, Ganes mendorong pintu tanpa mengetuk dan melihat Kalinda yang duduk di dekat jendela.
"Cebol, kemari. Cepat ikut aku!" kata Ganes dengan galak.
Kalinda menatap Ganes tidak senang. Pemuda ini sungguh tidak sopan. Bagaimana bisa ia masuk begitu saja ke dalam kamar seorang gadis? Meskipun usia tubuh ini masih 11 tahun, tapi tetap saja dia seorang perempuan.
"Kangmas mau apa?" tanya Kalinda dari tempatnya duduk.
Sudut mulut Ganes berkedut saat mendengar sebutan itu. Sebelumnya ia tidak terlalu menyadari, tapi sekarang Ganes ingat jika saat masuk ke rumah ini, Kalinda juga memanggilnya seperti itu. "Jangan panggil aku 'kangmas'," ujar Ganes. Ia agak canggung saat mendengar sebutan itu, meskipun terdengar sopan dan lembut saat diucapkan oleh Kalinda, tapi Ganes langsung merinding karena membayangkan drama kolosal di mana seorang nenek bertubuh hijau dengan tawa menyeramkan. "Ayo ikut," katanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Seribu Bulan ✓
RomansaKalinda yang akan dinikahkan dengan kerajaan musuh tiba-tiba dibunuh dan saat dia membuka mata kembali, jiwanya berada di masa depan dalam tubuh seorang gadis kecil berusia 11 tahun yang baru saja dijual. Kini dia harus mencari alasan kenapa jiwanya...
Wattpad Original
Ada 7 bab gratis lagi