Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi

5. Bersikeras Menunjukkan Kebaikan untuk Mereka Yang Menolak ...

41.3K 5.5K 307
                                    

Bersikeras Menunjukkan Kebaikan untuk Mereka yang Menolak, Sama Saja Seperti Memukul Tembok

. . .

Melihat mata Gara yang menatap begitu tajam, Kalinda buru-buru mengangkat tangannya. "Aku hanya ingin memeriksa apa Om Gara berkeringat atau tidak." Dia memutuskan untuk jujur.

Melihat wajah polos itu, Gara menahan amukan yang hampir keluar. Ia tahu jika Kalinda tidak mungkin berpikir buruk dengan menyentuhnya, gadis kecil ini bahkan tidak tahu kondisi tubuhnya yang sebenarnya, jadi Gara merasa akan sangat memalukan jika ia marah begitu saja pada seorang anak kecil. Tapi itu bukan berarti Gara akan melepaskan Kalinda begitu saja setelah berani meletakkan jari ke kulitnya.

"Memeriksaku?" tanya Gara mengejek. "Aku hanya merasa kau menyentuhku di sana sini." Ia berkata dengan suram.

Suara serak itu membawa jejak dingin hingga Kalinda tanpa sadar menggigil. Tapi menyentuh di sana sini? Kenapa Kalinda merasa jika kalimat itu berkonotasi tidak baik untuk harga dirinya?

Melihat Kalinda tidak menjawab, Gara berpikir jika dia mungkin takut. Dalam hati Gara tidak bisa tidak menghela napas lelah. Apa yang sebenarnya dipikirkan kakeknya dengan memberikan gadis ini padanya? Apakah orang itu berharap ia belajar untuk membesarkan seorang anak kecil?

"Keluarlah," kata Gara setelah diam beberapa waktu. Sekali ini, hanya sekali ini, Gara akan memaafkan Kalinda karena telah menyentuhnya. Lain kali, sepertinya ... akan lebih baik tidak ada lain kali.

"Tapi, bagaimana dengan Om Gara?"

"Memangnya ada apa denganku?"

Kalinda berkedip bingung. Apakah lelaki ini tidak sadar ia sedang sakit? "Bukankah Om sedang tidak enak badan?" Sebenarnya, dalam pembicaraan ini, Kalinda sedang berjuang untuk mempertahankan citra dirinya sebagai anak kecil. Jika itu karakternya yang asli, Kalinda yakin dia pasti sudah membuat Gara pingsan sekali lagi.

"Aku bisa mengurus diriku sendiri," ujar Gara.

Mendapat kalimat penuh penolakan itu, Kalinda tidak bersikeras lagi. Jika orang lain tidak menghargai niat baiknya, untuk apa memaksakan diri? Memukul tembok tidak akan memiliki banyak kegunaan. "Baiklah." Kalinda berkata singkat dan langsung pergi dari sana.

Melihat Kalinda pergi begitu saja, Gara merasa lega, namun anehnya di sisi lain ia juga merasa sedikit kehilangan. Berpikir jika itu hanya efek samping dari kepalanya yang sebelum ini terasa sakit, Gara tidak mau terlalu ambil pusing.

Beberapa menit kemudian, suara ketukan pintu terdengar.

"Masuk," jawab Gara yang masih belum beranjak dari ranjangnya.

Darun masuk ke kamar dengan sebuah nampan di tangannya. "Tuan Awan berkata sebaiknya Anda memakan sesuatu yang lembut dan hangat untuk sarapan," katanya. Melihat Gara tidak terlalu menanggapi, Darun dengan perlahan meletakkan nampan ke atas meja. Setelah mengatur meja kayu kecil di depan Gara, ia meletakkan mangkuk berisi bubur yang masih mengepulkan uap di atasnya. "Silakan, Tuan."

Melihat bubur polos yang lembek dan cair itu, Gara merasa selera makannya semakin menghilang. Tapi ia harus memakan ini jika ingin sembuh, bukan? Bagaimanapun, pekerjaannya tidak bisa menunggu terlalu lama.

Gara hanya bisa memasukkan beberapa suap ke dalam mulutnya sebelum ia tidak sanggup menelan lagi. "Bawa keluar," perintahnya.

Darun ingin mengatakan jika sebaiknya Gara menghabiskan porsi itu, tapi ia mengurungkan niat dan hanya menurut. "Ini obatnya, Tuan. Tadi Tuan Awan mengatakan jika Anda harus meminumnya setelah sarapan," katanya kemudian.

Selepas kepergian Darun, Gara bangkit dari ranjang dan pergi ke kamar mandi. Tubuhnya terasa lengket, benar-benar tidak nyaman. Jadi ia mulai membersihkan diri dan berganti pakaian dengan gerakan yang terbilang lama. Setelah memberitahu Nata bahwa ia tidak akan datang ke perusahaan hari ini, Gara pergi keluar dan langsung menuju ruang keamanan.

Janji Seribu Bulan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang