Rasa Lapar Dapat Mengalahkan Rasa Malu
. . .
Kalinda duduk di atas ranjangnya dengan tubuh sedikit gemetar. Dia masih berusaha menahan emosi yang baru-baru ini rasanya hampir meledak. Setelah menarik napas panjang beberapa kali, Kalinda mulai merasa jika suasana hati dan pikirannya lebih tenang.
Kedua tangan kecilnya yang pucat terangkat, dan Kalinda memperhatikannya sejenak. Kemarin, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dia merasa berada dalam keadaan antara sadar dan tidak. Seolah, dia berada di balik layar dan menyaksikan dirinya bertindak bukan atas kesadarannya.
Apa jiwa dalam tubuh ini tidak sepenuhnya pergi?
Kalinda mengepalkan tangannya saat pikiran itu melintas. Jika itu memang benar, apakah artinya jiwanya dari masa lalu bukan pemilik tubuh ini sepenuhnya? Dia ... hanya menumpang? Tapi apa itu mungkin?
Kalinda mencoba mengingat apa saja yang sudah terjadi sejak dia pingsan setelah tenggelam kemarin. Kenangan itu muncul samar-samar, tidak ada yang terlalu berarti, kecuali ... mata Kalinda tiba-tiba membelalak.
Kenangan apa itu? Kenapa dia mencium Gara?! Apa jiwa anak kecil pemilik tubuh ini adalah orang yang tidak tahu malu?
Pada malam hari, Kalinda tidak turun ke lantai bawah untuk makan. Bahkan saat Lila mengantar makanan ke kamarnya, dia dengan sengaja tidak membuka pintu. Terlalu melelahkan untuk menghadapi mereka saat ini. Belum lagi, Kalinda masih sedikit terguncang mengenai fakta jika tubuh ini sepertinya mengalami hal yang aneh. Dalam keadaan seperti ini, jika dia terus berpura-pura lugu layaknya anak kecil, Kalinda tidak yakin jika dia dapat menahan diri.
"Dia tidak mau keluar?"
Lila tersentak saat mendengar suara di belakangnya. "Tuan Awan," sapanya sebelum menggelengkan kepala. "Nona Kalin bahkan sudah tidak keluar kamar sejak sore tadi." Gadis itu memberitahu.
Awan melirik ke arah nampan di tangan Lila, sebelum kemudian mendekat ke arah pintu kamar dan mengetuknya. "Kalin, ini Kak Awan. Buka pintunya?" Lelaki itu meminta.
Tidak ada jawaban dari dalam kamar.
"Kalin? Kalau kamu tidak makan, kamu akan sakit." Awan dengan lembut membujuk.
Sejak awal bertemu dengan gadis kecil ini, Awan sudah mengembangkan rasa kasihan. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana anak sekecil itu menerima perlakukan kejam dari ayahnya, dipukuli, bahkan sampai dijual. Dengan kehidupan yang begitu berat, bukan hal aneh jika Kalinda akan menjadi anak yang tertutup dan kemungkinan akan mengalami trauma. Karena itu, Awan cukup terkejut saat melihat Kalinda bersikap tenang dalam kesehariannya selama gadis kecil itu tinggal di rumah ini. Bahkan saat Ganes mengganggunya, Kalinda tampak tidak banyak bereaksi.
Tapi kejadian sore ini saat Awan melihat Kalinda memukul Ganes, ia sadar jika sepertinya selama ini Kalinda hanya berusaha menahan diri. Dengan lingkungan yang masih baru, Kalinda sepertinya tahu jika dia tidak bisa bersikap seenaknya. Namun, ketika kemarin Ganes hampir membuatnya celaka, mungkin Kalinda sudah tidak bisa bersabar.
Berdasarkan apa yang didengarnya tadi, Kalinda marah karena masalah dilempar ke kolam renang itu, bukan? Tapi kenapa kejadian kemarin, Kalinda baru membalasnya hari ini? Ini adalah hal yang Awan paling tidak mengerti. Jika memang Kalinda marah, maka seharusnya sejak tadi pagi dia sudah memukul Ganes. Kenapa gadis kecil itu baru bereaksi setelah dia sadar dari pingsan?
"Kalin, kamu juga tidak mau membuka pintu untukku?" Awan masih berusaha memanggil dengan sabar. Gara di bawah sana tampak tidak senang karena Kalinda tidak ikut makan malam bersama, jika ia tidak membujuk Kalinda sekarang, Awan khawatir jika Gara yang akan turun tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji Seribu Bulan ✓
RomanceKalinda yang akan dinikahkan dengan kerajaan musuh tiba-tiba dibunuh dan saat dia membuka mata kembali, jiwanya berada di masa depan dalam tubuh seorang gadis kecil berusia 11 tahun yang baru saja dijual. Kini dia harus mencari alasan kenapa jiwanya...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir