Chaptr 16.

3.4K 249 62
                                    

"Apakah cintanya memang tidak di takdirkan menjadi milikku."

( Agung )

***

Billa pov

Mas Fiyan mendekat dengan di temani laki laki berambut gondrong yang dulu pernah mendorongku, apakah dulu itu dia. Lalu kemana Mas Fiyan saat aku di sakiti. Melihat jalanya yang harus di papah dan tubuhnya yang lemah, hatiku sakit. Mas Agung bahkan tak mau melihatnya, dia lebih memilih mempererat pelukan kami.

"Billa, ini Mas sayang." ucapnya di depan mataku, air matanya tak terbendung lagi.

"Mhas..Ahgung." panggilku padanya, dia membuka mata menatapku penuh dengan luka. Apa yang terjadi sebenarnya? mereka sama sama memberiku luka. Mas Agung melonggarkan pelukanya mengecup pelipisku sebentar sebelum menyuruhku mendekat dan memeluk Mas Fiyan, aku menatapnya bingung. Dia tersenyum memaksaku melakukanya. Kenapa? Ada apa sebenarnya?

"Bill, kamu gak mau peluk Mas?" Mas Fiyan membuka lebar lebar tanganya, aku menunduk ini tidak benar! Mas Agung suamiku aku tak ingin melukai perasaanya, aku ingin membuka lembaran baru bersamanya, Mas Fiyan? Dia hanyalah masalalu yang berusaha aku lupakan, "Peluk dia Billa." perintah Mas Agung, aku menatapnya dengan linanangan air mata.

"Apha...mhakshud Mhas..Bhilla isthrri khammu Mhas." Mas Agung melengoskan mukanya dariku, "Peluk dia Billa." tegasnya, aku menggeleng, Mas Agung berdiri ingin melangkah masuk, dengan tegas aku mencekal tanganya, membawa dia kehadapan Mas Fiyan. Menatap mereka berdua dengan penuh luka.

"Mhau khallian apha? Bhilla jhugga phunya hati, Bhilla ghak thau apha apha dhi shini, thapi khenapa khalian sheolah ohlah memphermainkan hati Bhilla, Bhilla puhnya shalah shama khalian bherdhua? Ahyo nghomong Bhilla phunya shalah? Sebhelumnya kamu Mas," tunjukku kepada Mas Fiyan.

"Khammu mhenyurruh khu pherghi, shekarang sethelah ahku mhennikha khammu khemballi, mhaummu apha? Khamu mhenjanjikan phernikahan, thapi khamu ghak khembali. Akhu khe rumahmu dhan dhia!" tunjukku pada kembaran Mas Fiyan yang menunduk. "Mhenggusirku, bahkkan mhendhorongku, akhu fhikir ithu khamu, bhakan dhia mhengattakan hal yhang shangat mhenyakitkhan yhang ghak phernah dhi uchapkhan Mhas Fhiyan,ku shebelumnya. Bhilla ihni whanita bhodoh yha, bhisa bhisanya dhi mhainin lhaki~lhaki khayak khallian, khemmana khammu shaat Bhilla dhi ushir? Khemmana khamu Mas?" teriakku, Mas Fiyan menunduk, laki laki yang berada di samping Mas Fiyan menatapku penuh sesal.

"Gue bisa jelasin semuanya, Fiyan.." aku mengangkat tanganku tinggi tinggi, dia diam. Kini ku tatap Mas Agung yang juga sama menunduknya, mendekat dengan tertatih tatih, aku mengangkat wajahnya, dia menatapku dengan penuh luka.

"Khammu Mhas, khammu mhenyuruhku thidak phergi dhari hidhup,mu thappi harri ihni khammu mhallah mhenyurruhku mhendekhat phadda mhsalaluku, akhu ihni apha shiih bhuat khammu Mhas? Khammu mhengobhralkan khata Chinta, khata Shayang, hingga mhembhuat Bhilla pherchaya, Bhilla mhullai bhelajar mhencintai khamu, thappi bharu shaja Bhilla bherusahha, khammu mhenjatuhkan Bhilla she ehnaknya, dhi mhana Mhas Ahgung yhang mhengumbar~uhmbar chinta? Dhi mhana Mhas Aghung yhang thadi mhemintha Bhilla unthuk thinggal.." Mas Agung memelukku, membenamkan wajahnya di ceruk leherku, menggumamkan kata maaf beribu kali yang membuatku di landa rasa sakit yang teramat dalam.

"Fiyan sakit." ucap seseorang di belakangku. "Fan jangan kasih tau Billa, please."

"Udah cukup semua ini Yan, lo gak perlu menutupi semua ini lagi, dia harus tau yang sebenarnya, udah cukup lo menderita selama ini, karena gue dan Mama."

Duka ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang