Chapter 6.

3.8K 271 10
                                    

"Ucapkan selamat jalan pada masa lalu...
Dan selamat datang untuk kehidupan baru,
enatah lebih menyenangkan atau lebih menyakitkan."

~_~

***

Dalam keheningan malam aku memandang hamparan sawah yang tersaji di hadapanku, yah aku putuskan menyerah. Pulang ke rumah akan jauh lebih baik daripada berhadapan dengan dia yang tak lagi bisa kugenggam. Mungkin aku tak sempurna, namun aku juga masih memiliki harga diri. Sekali di tolak maka aku tak akan pernah kembali. Rasanya sudah cukup menjadi lemah, cinta...bahkan kata manis itu tak akan lagi bisa membuka pintu hatiku. Yakin? Entahlah, aku hanya sedang merasa kecewa. Lima tahun ternyata tak bisa membuatku mengenal Mas Fiyan. Awalnya aku besar kepala dan beranggapan aku sudah mengetahui segalanya, namun dia bagaikan misteri menyakitkan yang tak ingin aku ungkit kembali. Kenangan lima tahun di jogja antara kami mungkin akan aku simpan manis dalam ingatan, tapi untuk mengingat dua hari di ibu kota kemarin. Tak akan lagi aku ingat. Sudah ku buang jauh jauh rasa cintaku untuknya....jika dia kembali?

Bahkan akuntak yakin dia akan kembali. Jangan bermimpi. Karena setelah sadar kalian akn merasa sakit yang teramat, sungguh!

Kepulanganku tadi membuat Mbk Sasa menangis, bahkan Mas Agung yang semula berusaha mencegahku malah dengan semangatnya mengantarku. Ketika memasuki kereta, bahkan laki laki resek itu tak mau melihatku sedikitpun, malah Mbk Sasa yang menyuruhnya melihatku namun dia bersikeras. Aku sadar diri, aku ini menyusahkan dan tak berharga, tapi setidaknya dia melihatku.

Hati kecilku terkikik. Untuk apa? Kamu siapanya Bill? Pacar bukan, saudara bukan, jangan berharap.

"Mau pesan makanan mbk?" tanya seorang pramugari cantik, aku menggeleng dalam senyuman, dia mengangguk memberi senyum ramah kemudian berlalu.

Untuk makan saja rasanya sudah kenyang, kepalaku pening..aku ingin tidur saja sejenak. Rasanya sangat lelah seharian menangis dan memutuskan untuk pulang hari itu juga membuat tubuhku lemas. "Jangan sok kuat deh lo! Makan sana.." aku terlonjak kaget, mendengar suaranya. Sontak ku buka mata. Dia duduk di sampingku.

Bukanya tadi seorang yang di sampingku ibu ibu. Krenyitan di dahiku membuatnya mengerti, lantas menjawab kebingunganku.

"Gue minta tukeran sama ibu tadi, pas waktu dia mau ke toilet. Gue bilang aja lo istri gue yang lagi ngambek dan dia percaya." Entengnya, aku mendengus. Tak ku hiraukan dia bicara, dia berdecak.

"Ck, ck, ck, udah di temenin juga malah di cuekin. Nyamoook...nyamook." teriaknya di kupingku, ku balik arah menghadapnya, kami sama sama terkejut, jaraknya dan aku bahkan hanya satu meter. Dari dekat aku bisa mrlihat bola mata hitam dengar binar keindahan...tatapanya yang tajam dan tegas membuatku terbuai, entah untuk apa, sampai seorang pramugari menegur kami.

"Maaf pak, bu, ada yang ingin di pesan." Mas Agung menggaruk garuk hidung mancungnya kemudian meminta pramugari tersebut memberikan aku susu hangat dan secangkir kopi, ketika akan protes dia mendelik menyentil hidungku.

"Diem, gak usah rewel. Dia juga butuh makan." tunjuknya pada perutku, ada rasa hangat menyelimuti hatiku saat ada seseorang yang menghawatirkan keadaanya.

"Khennapha Mhas nyhushul shayya..." tanyaku penasaran, dia terkekeh mendorong kepalaku pelan.

Mas Agung menaik turunkan alis tebalnya, tersenyum separo, "Ge-er banget lo! Gue mah mau liburan sekalian nemuin mantan tercinta." Mendengar penuturnya aku tersenyum kecil, dalam hati merutuki fikiran bodohku yang mengira dia khawatir kepadaku. Ternyata cuman buat Mbk Ambar ya..bodoh.

Duka ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang