Chapter 20.

3.7K 237 15
                                    

Maaf banget ya yang udah nunggu "Duka"  baru aku update sekarang. Soalnya kemaren kemaren kuota abis, lagian juga sibuk bikin kue kering, hahaha... aku aja sampek lupa sama Billa sama Mas Agung.. jadi gimana dong..??? Nanti kalau gak dapet fellnya maaf kan daku yang tak berdaya inu.

Happy reading guys..

***

Mereka semua memandangiku dengan keterkejutan begitupun aku. Mbk Ambar mendekat dengan pandangan yang tak bisa aku artikan. "Dek, apa maksud semua ini?" tanyanya sambil melihat Mas Fiyan yang berada di sampingku.

Hembusan nafas besar aku keluarkan sebelum menjawab pertanyaanya. "Mhas Fhiyan yhang antherr Bhilla khe shini." Mbk Ambar menatapku geleng geleng kepala.

"Kenapa dek! Kenapa kamu nyakitin Cahya? Dia gak salah apa apa sama kamu, bahkan dia cerita kalau dia udah bisa move on dari Mbk karena udah ada kamu, tapi kamu! Kenapa malah balik sama dia." tuding Mbk Ambar ke wajah Mas Fiyan, aku menggeleng. Ini semua tidak benar, aku harus meluruskanya.

"Mbhak.." ucapku terpotong saat Mbk Sasa ikut mendekat, dia juga memandangku kecewa. Mas Fiyan meju ke hadapanku mengusap lenganku lembut. Aku memandangnya dia tersenyum.

"Billa gak salah apa apa Mbar, aku yang salah." Mbk Ambar membuang muka. "Kamu memang seharusnya pantas marah sama aku, aku jahat. Sudah menelantarkan wanita yang sangat aku cintai dan juga anakku, tapi sekarang aku akan menebusnya da..." kata kata Mas Fiyan terhenti saat Mbk Ambar tiba tiba menampar wajahnya. Aku mrmrkik karena kaget.

"Mbhak Ahmbar.." teriakku, Mbk Ambar menatapku marah menarikku ke arah ibu. "Lihat Billa! Lihat, bahkan Agung yang sudah merencanakan ini semua untuk ibu. Tapi kamu malah menghianatinya. Pikiranmu dimana sih Bill? Jelas jelas ada yang lebih mencintaimu, kamu malah mencintai laki laki brengsek itu." Aku menangis, jadi ini semua Mas Agung yang merencanakan lalu dimana dia.

"Mhana mhas Ahgung Mbhak..." Mbk Ambar membuang muka,

"Gue gak nyangka Bill, kebaikan Chaya lo bales kayak gini." Suara Mbk Sasa terdengar kecewa sebelum dia pergi bersama Mas Boby dan Mas Awan. Kini tinggal aku, Mbk Ambar, Mas Fiyan dan Ibu.

"Ini semua salahku Mbar, aku yang meminta Billa berada di sisiku selama beberapa minggu ini. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamanya." ucap Mas Fiyan memelas, Mbk Ambar mengrenyit memandang Mas Fiyan, entah kenapa mendengar bahwa yang menyiapkan semua ini Mas Agung, aku merasa telah jahat kepadanya. Kenapa aku mengiyakan keinginanya untuk menrmani Mas Fiyan jika hatinya terluka. Seharusnya aku menyadari.

"Maksudnya apa?" tanya Mbk Ambar. Suara pintu terbuka membuat kami menoleh. Aku menangis saat menemukan bayanganya yang tengah menenteng tas selempangan dengan kamera mengalun di lehernya. Dia mendekat, semakin dekat dan mendekapku. Mengecup keningku lama.

"Gak ada yang salah disini. Tapi keadaan yang membuatnya menjadi serba salah." Mbk Ambar semakin terlihat bingung.

"Ada apa sih ini sebenernya, kalian semua bikin aku pusing." Mas Agung terkekeh, sedangkan Mas Fiyan dia terduduk di sofa dekat brankar ibu, wajahnya memucat, melepas pelukan Mas Agung aku mendekati Mas Fiyan. "Mhas?" Dia tersenyum kecil menyentuh pipiku tanganya dingin.

"Maafin Mas ya! Kamu gak seharusnya menderita seperti ini. Maafin Mas juga belum sempat nurutin keinginan kamu," katanya setengah meringis sambil memegangi perutnya. Bibirnya memucat. Aku menggeleng. "Bantu Mas ke arah ibu dan suamimu." mohonya, aku dengan hati hati memapah tubuhnya. Di sana ketiga orang yang berarti dalam hidupku memandangku dengand diam. Sesampainya di depan ibu, Mas Agung dan Mbk Ambar. Mas Fiyan menangkupkan kedua tanganya, ada air mata yang jatuh.

Duka ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang