Chapter 19.

3.3K 219 14
                                    

"Sekarang aku mengerti apa yang kamu rasakan..
Merindukan itu berat.."

****

Billa pov

Setiap malam menjelang air mata ini tak bisa terbendung lagi ternyata merindukan dia yang tak pernah memberitahu keberadaanya itu sangat menyakitkan, aku kangen Mas Agung. Kenapa dia tidak menelfonku? Berkali kali aku harus menenangkan anak ini untuk tetap tenang. Apakah dia sama merindunya dengan diriku. Mencoba memejamkan mata tapi sulit, mencari posisi yang enak untuk tidur pun sudah aku lakukan tapi tetap saja aku tak bisa tertidur. Padahal besok adalah hari dimana aku merayakan ulang tahun ibu. Mencoba memejamkan mata aku tak bisa. Tiga minggu lebih dia tak ada kabar membuatku sering terlihat murung, bahkan beberapa kali Mas Fiyan sering menggodaku. Aku jadi tak enak sendiri kepadanya tapi mau bagaimana lagi keadaan hatiku yang yak memungkinkanku untuk tersenyum lebar kepadanya. Ada rasa bersalah saat melihatnya menatapku penuh kesedihan. Sempat pula di kala kami sedang bersantai dia bertanya.

"Secepat itukah kamu melupakan Mas, sayang?"

Masih ku ingat tatapan terluakanya, aku sendiri pun tak tahu kenapa secepat ini bagiku untuk melupakan rasaku kepadanya. Mungkin Mas Fiyan membuatku merasa nyaman bersamanya tapi satu hal yang tak pernah aku rasakan saat di sampingnya, sebuah ketentraman dan perasaan aman. Mas Agung melindungiku dengan caranya sendiri. Tak pernah memperlakukan aku seistimewa Mas Fiyan memperlakukanku seolah aku tak bisa apa apa. Dia punya cara sendiri untuk memperlakukanku istimewa, dia tak terduga dengan tingkah konyolnya. Pernah kami berselisih faham hanya karena soal makanan. Kami sering beda pendapat tapi disitulah istimewanya, dia mungkin di depanku tak ingin mengalah namun diam diam melakukanya dengan cara sederhana yang membuatku baru menyadarinya beberapa minggu terakhir ini dan membuatku semakin merindukan sosoknya. Lagi lagi air mataku menetes. Aku duduk dengan mengusap perutku yang sejak dari sore tadi terasa Kram. Melihat ponselku tergeletak aku ingin mencoba peruntungan untuk kembali menelfon. Karena sudah berhari hari aku menelfonya, tapi selalu saja suara operator yang menjawab.

Dering pertama tak di angkat..

Kedu kalinya pun sama..

Ini terakhir kali aku mencoba, kalau tidak di angkat terpaksa kamu harus tidur dengan geliasah nak!..

Dan,..

"Haloo, Bill kamu gak kenapa kenapa kan?" tanyanya khawatir, yang enatah kenapa membuatku kembali menangis. Aku tak tahu kenapa semenjak aki hamil perasaanku sering sekali berlebihan seperti ini.

"Lho kog malah nangia, Are you oke? Billa Are you oke?" Aku mengangguk.

"Billa kamu masih di sana kan? Hey kamu denger aku."

"Bhilla khangen." Hanya itu yang aku bisa ucapkan dengan parau. Dia terkekeh.

"Astagaaa, aku fikir kamu kenapa, jangan nangis! Aku gak bisa kasih sarung tangan merah jambuku buat kamu lho.." godanya yang entah mengapa membuatku tersenyum bahagia, mereba bawah bantal aku mengrenyit saat tak menemukan sapu tanganku.

"Mhas Ahgung ambhil shaphu thangan khu yha?" tuduhku, dia tergelak.

"Abisnya kalau kangen, aku gak bisa meluk kamu sih! Jadi pakek sarung tangan bekas ingus kamu aja.." kekehnya, hatiku menghangat saat mendengar dia juga merindukanku,

Duka ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang