Chapter 17.

3.3K 232 27
                                    

Ps; jangan nyariin Mas Agung, dia lagi liburan..
Tunggu dia balik dan ikuti terus ceritanya sampek akhiiiiiir.. 😊😊

Lope..lope buat pembaca..
Jangan lupa vote dan komentarnya aku tunggu 😁😁😁

Bagi yang ma tanya tanya aku..
ada no wa yang aku sematkan di profill...😂😂😂

***

Sudah seminggu Mas Agung tak pernah muncul di rumah, entah kenapa hari hariku seperti sepi, jika biasanya dia akan cerewet ini itu, dan perhatianya melebihi aku memperhatikan tubuhku sendiri aku tak akan seperti ini, malas untuk keluar. Bahkan saat Alfan datang menjemput untuk mengantarku ke tempat Mas Fiyan berada aku merasa kosong. Mulia Cintakah aku kepadanya?

Lamunanku buyar saat kami sudah sampai di Villa keluarga mereka, bisa ku lihat Mas Fiyan tengan tersenyum dan melambai ke arahku di atas ayunan, mendekat ke arahnya aku menemukan dia sedang membuat secketsa wajah ibu di atas kayu.

"Keinginan Senja, yang mengatakan aku ingin di buatkan secketsa wajah ibu pas beliau ulang tahun, Maaf Mas baru bisa ngabulinya sekarang." Aku tersenyum lebar untuknya, dia masih ingat keinginanku saat aku memintanya membuatkan secketsa wajah ibu, karena mengetahui dia bisa menggambar.

"Mhas Fhiyan bhissa ghambhar?" tanyaku antusias, aku sering sekali ke ruangan Mas Fiyan saat istirahat, dan betapa terkejutnya aku saat mengetahui dia bisa menggambar.

"Mas bisa jadi apa aja yang Billa inginkan...kamu mau apa sayang?" Mas Fiyan bertanya sambil menatapku lekat lekat dengan senyum merekahnya, membuatku malu bukan kepalang.

"Bhilla penghen Mhas ghambharin whajah ibhu..shaat bheliau uhlang thaun." pintaku, dia mengangguk mengusap kepalaku dengan sayang.

"Siap Nona, Mas Fiyan bakalan gambarin wajah ibunda ratu dengan sangat cantik."

Mengingatnya membuatku tersenyum hangat, melihat ke arahnya ada setitik noda darah membasahi hidung mancungnya, mengusapnya dengan sweater abu abu yang ku kenakan, dia menangkap tanganku bahkan telapak tanganya mendingin, hatiku ngilu. "Mas gak apa apa sayang." Aku menunduk, Mas Fiyan memintaku duduk.

"Gak apa apa kan Mas panggil Billa seperti tadi? Mas sudah terbiasa manggil gitu, jadi rada aneh manggil nama." Aku tersenyum, menggengam tanganya mengarahkan nafas hangatku untuk memberinya kehangatan, cuaca dingin tidak cocok untuk Mas Fiyan yang sedang masa penyembuhan, namun kata Alfan Mas Fiyan ngotot ingin dekat denganku, bagaimana aku bisa mengabaikan rasa sayangya terhadapku dengan menyuruhnya pulang, maka di sinilah aku yang ingin melihatmya sembuh dan tersenyum lagi.

Perasaan untuknya hanya sekedar rasa sayang untuk Kakak. Semuanya sudah berubah sejak dia datang, bahkan seminggu berlalu dia tak pernah memberi kabar padaku. Apakah secepat itu dia melupakan semua rasanya padaku? Mungkin dia sudah lelah.

"Makasih udah dateng, Mas sempet mikir pasti kamu gak bakalan dateng lagi, soalnya galauin suami ya?" candanya, aku menatapnya penuh sesal, setelah Mas Agung pergi, aku sempat menolak untuk di ajak kesini oleh Alfan, rasanya ada yang kurang dan salah dalam diriku, pagi tadi Bu Mela tetangga rumah mengatakan, 'jangan menyalahkan diri sendiri atas kehendak takdir, kalau kamu masih berat untuk pergi. Ingat Agung...dia memberimu kesempatan untuk membahagiakan laki laki di masalalumu yang kita sendiri gak tahu kapan penyakit itu akan merenggutnya, bahagiakan dia sebelum kamu menyesal. Dan jangan membuat Agung kecewa.' Berfikir sejenak aku pun memutuskan datang, karena selama ini sudah banyak waktu yang Mas Fiyan korbankan untukku dulu, lalu kenapa aku tak bisa membalas kebaikanya dengan cara membahagikanya di sisa... memikirkan penyakit yang kapan saja bisa merenggutnya aku menyesal, aku menyesal telah menjadi wanita bodoh dulu. Menyesal karena tak mengetahui sakitnya..

Duka ( Completed )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang