Seorang Mekanik seperti Roman mengetahui tentang pelacak yang bahkan tidak pernah terlintas aku pikirkan. Entah siapa dan sejak kapan pelacak itu bersarang dalam sistemku, sontak membuatku langsung memacu lifeline menuju persembunyiaan bawah tanah. Seluruh layar yang memancarkan visual komputer yang tampak normal bagiku, sekarang hanya menyisakan deretan angka dan huruf berwarna biru acak-acakan dengan latar belakang hitam. Membuatku kaget dan tidak percaya dengan yang aku saksikan membuatku menarik kursi menghampiri kibor.
"Kodenya?" Sesuatu atau mungkin seseorang telah mengubahnya. Bagaimanya mungkin ada yang bisa menembus keamananku yang berlapis-lapis? Tampaknya aku sedang berhadapan dengan sosok peretas lain di luar sana dan memungkinkan keberadaanku kini terungkap. Tidak mungkin jika Imposter telah mengendus kehadiranku dalam sistemnya. Hanya saja, aku kenal susunan polanya dan sosok bayangan peretas ini telah menanamkan pelacak padaku. Aku tidak pernah mengantisipasi hal ini sebelumnya, Hymn adalah kesalahan yang aku lakukan.
Tanpa banyak berpikir, aku mengetik serangkaian perintah, berupaya menghapus pelacak yang mulai merambah ke seluruh jaringanku. Jemariku mulai pegal, otot tanganku jadi keram, sampai akhirnya pelacak itu menghilang. Aku menghela napas, namun tidak juga melenyapkan keteganganku. Bukan aku yang menghapusnya, pelacak itu kembali pada pemiliknya. Deretan angka dan biru di layar hitam satu persatu menghilang. Keringat dingin membasahi punggungku, semestinya keadaan kembali normal. Tidak lama berselang, peretas itu mengetuk pintuku.
Seluruh layar komputer dihadapanku membentuk piksel yang menyerupai wajah raksasa. Kontan saja, sebelum sosok ini secara iseng menunjukkan dirinya lalu menghilang sekejap, aku mulai melacak sinyalnya sehingga dia tidak bisa kabur dari jaringanku. Perlahan tapi pasti, kini wajah itu membentuk rupa yang utuh, seseorang yang bertopeng seperti kelinci sibernetik. Dari balik kamera perangkatnya, orang itu mengacungkan jari tengahnya padaku, sembari mengirim pengintai. Makhluk bedebah ini rupanya mencuri persediaan data-data yang aku simpan.
Kamu Tidak Berhak Menyimpan Itu Seorang Diri! Maka Berbagilah Itu Padaku.
"Brengsek!" Aku langsung melompat dari kursi, berlari ke pembangkit daya, mematikan seluruh jaringan yang menghubungkan jaringan bawah tanah ini meskipun memasukkan aku ke dalam kegelapan tempat ini. Namun, setelah bersusah payah mencabut kabel-kabel pembangkit daya, aku sudah terlambat. Sosok bertopeng itu berhasil mengunduh seluruh data milikku, mulai dari kendaliku pada Imposter dan pesan elektronik Und yang terinkripsi tapi mudah jebol.
Setelah pembangkit daya kembali menyalakan lampu, aku memandang komputerku yang hanya terisi deretan kata raksasa: Terima Kasih Oleh-Olehnya: Sekarang Milik Ra8BIT. Simbol dari sosok bertopeng itu muncul memenuhi layar dan melayang-layang meledek. "Ini berbahaya, kenapa aku sampai kecolongan begini!" gumamku, memukul meja dengan kesal. Aku tidak bisa membiarkan bedebah ini melenggang pergi mencuri data milikku. Makhluk ini bisa membuat jalanan kacau daripada yang aku lakukan. Mengobrak-abrik Imposter yang jatuh ke genggaman yang salah bakal menciptakan kerusuhan, dan membahayakan nasib upah kerja orang-orang yang tertanam di bank. Semua uang tersebut bisa dibajak habis-habisan bedebah ini. Hal ini menjadi kekhawatiranku sejak dulu dan aku tidak membayangkan hal ini terjadi begitu cepat.
"Ra8Bit," gumamku, mengingat lagi penampakan bedebah peretas ini, sembari jemariku bekerja keras mengetik serangkai perintah sampai menemukan sinyal pelacakku beruntung tidak dienyahkan bedebah itu. "Kami mustahil bisa lari dariku!" Aku mengambil ponsel, mengunduh keberadaan Ra8Bit yang tampaknya bersarang di peta satelit Javana City. "Aku tahu tempat ini!" seruku, kemudian mengambil jaketku. Malam ini, aku menjadi pemburu yang menguras tenaga, sehingga aku mengambil stun baton gun yang tersembunyi di bawah tempat tidurku.
Selama perjalanan menunggang lifeline, aku terbayang-bayang dengan motif Ra8Bit yang membuatnya mencuri data dalam jaringanku. Apakah dia seorang yang diperkerjakan Imposter, atau seorang yang lama mengintaiku di iTech, atau mungkin Und sedang iseng padaku kendati si misterius itu satu-satunya yang tahu keberadaan ruang bawah tanah. Ketiga terkaan itu bisa jadi tidak benar, lantas terkaan keempat muncul di kepalaku walaupun kurang meyakinkan.
Triangle Club, salah satu dari tiga klub malam paling tenar di Javana City yang berlokasi di Distrik Gembira, menjadi magnet penikmat dunia malam di akhir pekan. Kerlap-kerlip cahaya memadukan warna pink dan biru, memandikan bangunan klub yang menyerupai piramida kaca. Suara dentuman musik samar terdengar, memancing kerumunan orang yang berjejalan di pintu masuk untuk bisa menikmati hiburan di dalam sana. Orang-orang mengantri, tidak sabaran, dan bodyguard memeriksa satu persatu identitas setiap pengunjung dengan detektor digital. Hiburan malam yang sarat dengan menenggelamkan diri dalam obat bius, tarian, alkohol; orang-orang ini seakan menganggap Triangle Club dan tempat sejenisnya dijadikan sebagai tempat ibadah.
Aku mengambil ponsel, menggunakan aplikasi peretasan itu sekali lagi agar bisa masuk ke dalam Triangle Club. Seluruh tampilan ponselku dijejali identitas pengguna ponsel di sekitar klub malam termasuk identitas bodyguard yang menampakkan wajah sangarnya di layar.
Ada tiga opsi pilihan yang membuatku bisa menembus antrian, memberiku kemudahan masuk ke Triangle Club. Pertama adalah Jam Com, berfungsi untuk mematikan sinyal pengguna ponsel atau gawai lainnya dengan memancarkan partikel elektromagnetik dalam radius sepuluh meter dari tempatku berdiri, meski sifatnya hanya temporer. Kedua adalah Scan Face, berfungsi untuk mencuri indentitas orang lain termasuk memakai sosial media yang dimilikinya dan akun aplikasi yang pernah didaftarkan atas namanya. Ketiga adalah Blackout, yang mungkin termasuk berbahaya dari dua sebelumnya, berfungsi mematikan pembangkit daya dalam radius yang sama dengan opsi pilihan yang lain dengan jangka waktu yang sementara. Aku mengangguk, mungkin pilihan pertama dan kedua bisa aku gunakan secara bersamaan, lupakan pilihan ketiga.
Serangkaian perintah otomatis telah memancar ke sekitar Triangle Club, membuat orang yang tengah asyik dengan ponsel dan gawai mereka terganggu. Sinyal telpon terputus, bahkan jaringan internet. Serempak orang-orang dibuat bingung dengan kejadian itu, yang di saat yang lengah aku mengaktifkan pemindaian identitas pada salah seorang pengunjung. Aku melangkah melewati antrian yang sibuk dengan gawai mereka yang mati. Bodyguard melihatku seperti tidak punya masalah langsung menghadang lalu memeriksaku dengan detektor digitalnya.
"Jayen Zabur?" ucap sang Bodyguard, laki-laki bertubuh tegap berotot kekar.
"Kemari untuk bersenang-senang ... Galuh," balasku membaca papan namanya.
"Selamat datang di Triangle, dan ingatlah untuk tidak sampai jackpot," katanya.
Dentuman samar musik yang aku dengar di luar, kini menggema dahsyat di bagian dalam klub piramida kaca ini. Cahaya pink dan biru langsung menyamarkanku dalam kegelapan. Aku melangkah memasuki keramaian, mendapati orang-orang berjejalan di lantai dansa, berdesakan bahkan sampai terjepit satu sama lain. Sampai aku tidak menduga klub malam ini lumayan luas. Beberapa pelayan wanita berlalu-lalang dengan pakaian minim, sambil membawa nampan berisi gelas dan minuman keras. Aku melambaikan tangan, menghiraukan godaan mereka, kemudian merangsek menuju lantai dansa. Tepat di atasku adalah bola disko yang berputar menari, suasana ramai dan ribut ini membuat kepalaku pening. Sementara orang-orang berdansa liar menggila di sekitarku, aku memandang ke arah sumber pemicu suara musik elektronik tersebut.
Topeng kelinci sibernetik, Ra8Bit, disjockey yang mendekam Triangle Club. Sementara bedebah itu keasyikan memainkan turntable, Ra8Bit memandang lurus menyadari kehadiranku, memunculkan deretan huruf di latar belakang diiringi vokal yang lantang melantun.
Tangkapaku, jika pikiran kegelapan sanggup kamu rangkul dan belenggu.
still_continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Hacktivist Forsaken
Bilim KurguJavana City Stories #2 Teknologi, informasi, dan komunikasi di era kontemporer memberikan dampak pada perubahan kehidupan masyarakat. Namun tidak menampik, jika kemudahan dan kecepatan yang diberikan teknologi tidak sepenuhnya memberikan kebebasan d...