(8)

26.9K 2.4K 60
                                    


"Emang luas tanah tante Berapa?". Tanya Sekar pada Retta yang menggenggam sebuah pensil dangan buku sketsa.

"500meter persegi, tante mau bangun rumah sederhana modelnya. Penting kamarnya banyak, terus harus ada kolam renang dan taman bermain. Jangan lupa sisain tanahnya buat nanem pohon". Jawab Retta penuh antusias. Sekar hanya menuruti keinginannya walau beberapa kali ia sampai menyatukan alis dan menghapus gambar.

"Kalau itu yang tante pengen,rumahnya meski dibikin lantai 3 atau paling tidak pake ruang bawah tanah". Saran Sekar yang nampak diparani oleh Reta tapi kenapa ya perempuan paruh baya ini menginginkan desain rumah yang begitu ramai. Lebih mirip arena bermain. Apa mungkin tante Retta punya cucu banyak.

"Mamah sama Sekar mau pesan apa? ". Terlalu asik ngobrol, Sekar sampai melupakan kalau ada orang lain disini yang sedari tadi hanya memandang Sekar tanpa berkedip. Kalau dilihat dari jarak yang begitu dekat, dimata Rega. Sekar sangat cantik.

"Mamah teh jahe aja, kamu Sekar. Mau pesan apa??".

"Kopi espresso aja tan, tanpa gula". Sebenarnya Sekar tak tahan dekat-dekat dengan Rega. Ia menuruti apa kata om ben, lebih baik mencoba memaafkan daripada memupuk dendam. Namun ucapan dan hati berbeda, melihat Rega yang malah mengerlingkan mata kepadanya. Ingin sekali menumpahkan kopi ke muka Sarega Wira Atmaja. Sekar lelah memasang wajah dinginnya. Ia meremas sudut meja untuk menahan amarah yang bergejolak di dada. Sekar emosi jika menatap wajan Rega yang tengik itu. Apalagi sengan lancangnya Rega menendang kaki Sekar yang berada di bawah meja.

"Eh, kari kalau lantai 3 bahaya gak buat anak-anak". Tanya Retta lagi.

"Nanti kita pasang lift dan setiap tangganya dikasih pintu aja. Gimana??". Retta mengangguk paham. Sekar masih menyimpan tanya yang enggan ia sampaikan. Sebenarnya berapa banyak cucu yang tante Retta miliki. Apa mungkin putranya punya saudara lain ibu? Buang pikiran ngawurmu itu Sekar sampai matipun Rega gak akan pernah tahu kalau kalian punya seorang Anak. Lebih baik begitu kan!?

"Aduh tante gak sabar nunggu rumah itu jadi. Lihat sketsanya aja udah bagus kayak gini. Gak sabar nunggu cucu mamah lahir". Oh mungkin istri Rega sedang hamil.

"Mamah jangan halu deh,cucu dari mana? Emang Rega bisa hamil sendiri?". Sengaja memang dia mengatakan hal itu supaya Sekar tak salah paham padanya. Rega itu duren dan berstatus single.

"Yah makanya cepetan cerainya, supaya kamu bisa nikah lagi kasih mamah cucu!!". Sekar yang sedang menyecap kopinya, menajamkan telinga. Cerai?? Jadi Rega ini calon duda tanpa anak. Kenapa sudut hatinya jadi lega mendengar itu. Buang pikiran tak berlogika itu Sekar. Dia sudah menikah atau akan bercerai bukan urusanmu!!.
"Kar, anak tante, resek banget. Dia udah nikah 3 tahun tapi belum punya anak juga. Akhirnya cuma ceremai, buang- buang umur". Sekar pura-pura tak peduli, ia menulikan telinga.

"Jadi tante belum punya cucu tapi kenapa bikin rumah kayak gini?". Mulut Sekar kenapa mendadak gatal ingin menyahuti ucapan tante Retta. Rasa keponya ternyata masih bercokol kuat.

"Yah buat cucu wanna be lah". Rega melihat sinis ke arah ibunya. Retta terlalu banyak membicarakan masalah pribadi, tepatnya mengungkit kejelekan dirinya di depan orang yang Rega suka.

Tapi Sekar berpikir sejenak. Tante Retta begitu menginginkan seorang cucu padahal dia punya cucu berumur 10 tahun yang tak di ketahui. Sekar takut bila Reyhan akan direbut oleh orang tua Rega. Mana mungkin mereka tahu sedang Reyhan saja tak tahu kalo Sekar ibunya, belum tahu tepatnya.

Ponsel milik Sekar berbunyi, sebuah pesan masuk. Sebenarnya tak penting tapi ini kesempatan Sekar untuk segera pergi.
"Maaf, saya sepertinya harus pergi". Sekar memundurkan kursi, tapi belum juga beranjak Rega sudah menahan tangannya.

Rahasia Sekar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang