CHAPTER 3

33.5K 3.2K 252
                                    

#3

Mungkin kemarin dan sekarang tidak ada bedanya untuk Elzi. Lagi-lagi nasib naas datang menghampirinya. Sekarang bukan perkara terlambat, melainkan ban mobil bundanya yang ia bawa bocor di tengah jalan. Beruntung lokasinya saat ini dekat dengan bengkel, jadi ia hanya perlu menemui montir di sana lalu menitipkan mobilnya.

Karena lokasi saat ini terbilang dekat dengan sekolah, Elzi memutuskan untuk berjalan kaki. Huft! Jika saja rumahnya itu tidak terpaut jauh dengan sekolah, Elzi lebih senang untuk berjalan kaki seperti ini. Berjalan sembari menghirup udara segar di pagi hari, lalu mendengarkan musik lewat headset benar-benar mampu menghilangkan kejenuhan gadis itu.

Seandainya hidupnya selalu damai seperti ini, pasti akan sangat menyenangkan. Tenang tanpa adanya gangguan. Benar-benar impian Elzi.

Dari kejauhan, Elzi dapat melihat motor yang melaju dengan kecepatan tinggi. Oh tidak! Jika motor itu melewati kubangan air disebelahnya, maka air kotor itu akan mengotori seragam Elzi. Dengan cekatan Elzi langsung menghindar untuk menjauhkan diri dari kubangan. Dan... hap! Berhasil!

Elzi mencolek hidungnya sendiri, lalu melipat tangannya di depan dada. "Untung gue anaknya pinter," ujarnya berbangga diri. "Udah pinter, cantik, rajin menabung dan kadang sombong siapa lagi coba kalo bukan..."

Pyuuurrrr

Oke! Mungkin Elzi lupa, manusia memang tidak boleh sombong dan terlalu membanggakan diri sendiri. Elzi menatap rok sekolahnya yang sudah ternodai dengan air kubangan. Lalu ia melihat sang pelaku yang terus menjalankan motornya, seolah tidak pernah melakukan sebuah tindak kejahatan.

"Shit!"

Elzi memicingkan matanya, mencoba mengamati pelaku lebih dalam. "Wah anak Citra Bangsa dia! Punya nyali juga cari perkara sama gue!" ucapnya setelah mengenali pria itu dari celana seragamnya.

"Gue hapalin plat nomer lo! Sampai ketemu, habis lo sama gue!" ucap gadis itu menggebu-gebu.

Benar-benar melelahkan! Sepertinya Elzi terlalu banyak dosa, hingga terus melalui hari sial seperti ini. Jika memang benar, Elzi rela sungkem dengan teman-teman sekelasnya yang memang sering bertengkar karena masalah kecil. Kalau tidak, dia rela menggantikan peran Pak Joko untuk menjaga gerbang. Demi terciptanya sekolah yang adil dan beradab. Oke, itu berlebihan!

Tapi, untuk berdamai dengan ketidakadilan gerbang? Ooooooo... Tidak bisa! Tidak semudah itu wahai kanebo kering!

***


"HAREUDANG... HAREUDANG....HAREUDANG,"

"SANAP... SANAP... SANAAAAPPP."

"ZIKRI GANTENG, FIKRI GANTENG KALIAN SEMUA JELEKKKK."

"Brisik woi! Abab lo bau jigong!" sewot Riki, teman sekelas dari geng bobrok itu.

"Sirik lo! Mentang-mentang kita ganteng." ucap Zikri.

"Dzolimin kita sembarangan! Ngajak gelud?!" lanjut Fikri.

"Lagu lo pede! Cakep kali lo!" celetuk Regan.

"Hidup tuh emang harus pede!" sahut Zikri.

"Ganteng mah bebas," lanjut Fikri sembari menyugar rambutnya.

NATA [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang