- Pertemuan denganmu itu singkat. Tapi anehnya selalu membekas di memori terlebih di hati. -
#remaja #LionaDanAris #Part1
Sama seperti pagi-pagi biasanya Liona selalu saja terburu-buru menjalani aktivitasnya sebelum berangkat ke sekolah. Mulai dari mandi, berseragam, menyisir rambut, lalu memakai sepatu. Gadis cantik blesteran Indonesia-Arab ini gadis yang sangat manja, pemalas, dan tidak suka di atur oleh siapapun. Mamanya saja tidak di gubris perkataannya sama sekali, mungkin saran dari mama dan ayahnya hanya di pakai satu sampai dua kali saja. Cuih memang Liona gadis yang bandel. Baru tuh ya kalau udah kejadian tahu rasa mah dia.
" Mama dasi sekolah aku mana ya? Kok gaada di lemari, mama kemaren ngelipet baju ada dasi nggak? Kok bisa gaada sih. Aduh mana udah jam segini, bisa telat dah gua!." Liona mengerutkan alisnya dan mengeriputkan wajahnya, tangannya sibuk mencari benda kecil yang penting untuk dikenakan di sekolah. Dan sialnya sekarang adalah hari senin, pasti ada upacara bendera.
" Lah kok bisa tanya mama sih? Makannya nyuci baju sendiri, ngelipet baju sendiri biar ga ngerepotin kalau gini! Udah perawan juga kok. ini anak ya kalau di bilangi sama orang tua mukanya masem mulu nggak pernah gitu ya ceria kalo sama orang tua, kalau sama temennya ughh wajahnya seneng mulu!."
Orang tua mana yang betah dengan sikap Liona yang seperti ini? Mungkin hanya mama Danis saja yang kuat menghadapi gadisnya itu, apalagi mama Danis juga sudah hapal betul bagaimana sikap puterinya. Wanita paruh baya itu pun sekarang yang menggantikan Liona mengacak-acak lemari miliknya untuk menemukan sebuah dasi.
" Sana minggir mama carikan saja!, udah gausah cemberut!, itu muka lama-lama mirip sama air comberan."
Liona yang sudah kesal kini semakin kesal mendengar lawakan mamanya yang terdengar tidak lucu sama sekali di telinganya. Namun tak selang beberapa menit wanita paruh baya itu telah menemukan dasinya dan di cincing tepat di depan muka puterinya." Ini apa kalau bukan dasi?! Tali sepatu? Makannya cari itu pake mata jangan pake dengkul!. " Liona langsung terbelalak dan tertawa sumringah melihat benda kecil itu telah di temukan.
"Makasih mama emang terbaik!. " Liona langsung mengambil dasi itu dari tangan mamanya dan mengangkat dua jempol nya menunjukkan bahwa mamanya hebat jika dengan urusan cari-mencari.
Liona langsung mengenakan di kerah bajunya dengan menatap pantulan dirinya di cermin. Tanpa sadar Danis menatapnya dengan sorotan mata teduh. Kakinya melangkah semakin dekat dengan Liona, tangannya pun tergerak sampai di puncak kepala Liona, ia mengacak lembut rambut Liona dengan penuh kasih.
"Puteri mama sudah besar ya,udah kelas 11 SMA. Sekarang Liona harus udah belajar mandiri jangan gantungin semuanya sama mama dan ayah, mama bangga sama Liona. Jangan pernah kecewain mama sama ayah ya, jaga nama baik keluarga kalau di sekolah." Pesan yang lepas dari mulut wanita paruh baya itu sanggup membuat hati Liona tersentuh, Liona langsung memeluk erat sang Mama.
"Ma Liona janji, Liona ga bakal ngecewain mama sama ayah di sekolah." Dengan senyum yang amat tulus Liona memberikannya untuk bentuk meyakinkan kepada mamanya bahwa dia tidak akan mengecewakan mamanya.
"Udah ah kayak drama di tv aja pake nangis-nangis an segala, Liona mau berangkat dulu takut telat. " Liona tetaplah Liona. Gadis yang cuek dengan apapun, motivasi yang telah ia dengarkan selama ini tak mampu menggerakkan hatinya untuk merubah sikapnya. Gadis ajaib ini memang aneh, entah di kasih makan apa ia sama keluarganya?.
🌼🌼🌼
Dengan cepat Liona memasukkan kunci motornya, ia membuka pagar rumah dengan kebiasaan sehari-hari. Apalagi jika bukan menaiki motornya lalu membuka pagar setelah itu langsung melesat tanpa menutup. Itu sudah ciri khasnya. Pagi itu benar-benar tenang menurutnya,ia menghirup napas berkali-kali untuk menikmati suasana pagi ini yang tidak pernah ia rasakan 2 minggu terakhir karena ia libur semester dan hanya menghabiskan waktu di rumah untuk tidur. Sesampainya di sekolah ia sangat santai. Namun ketika Bu Dian telah menyorak-nyoraki lewat mikrofon sekolah agar seluruh siswa-siswi pergi ke lapangan depan untuk mengikuti upacara, Liona langsung menuju ke kelas dengan langkah sedikit berlari kecil.
" Woi kebiasaan lo na,dateng mesti terlambat. Tapi anehnya lo selalu bangun pagi,pasti ada barang yang ketelisut ya? Wah parah lo nyusahin mama Danis aja bisanya!." Rio mengatakan itu sambil menuding telunjuknya ke arah Liona.
"Eh kadal lo bisa diem kagak? Lu tau kan ini pagi? Lo mau ribut sama gua sepagi ini ha! Gausah sirik deh lo, mendingan ya.. lo pergi ke lapangan daripada lo gua tonjok di sini!." Tangan Liona sudah bersiap-siap mengambil kuda-kuda namun lawannya sudah kabur terlebih dahulu.
"Dasar macan jelek sukanya marah-marah mulu!." Rio pergi setengah berlari menghindari kemarahan sapi betina dengan menjulurkan lidahnya agar Liona semakin marah.
"Dasar kadal ngeselin aja lo bisanya.!" bruk. Sepatu yang dikenakan Liona telah melayang,tetapi tidak terkena sasaran.
Melainkan orang lain yang terkena sasaran, dan sialnya orang itu memakai kalung yang di ikatkan di tubuhnya dengan tulisan pemimpin upacara.
"Woii kalau jalan hati-hati dong, kasian kan sepatu mahal gue. Eh maaf ya... ehm gua kirain lo tadi temen gua si Rio. Kena kepala lo ya? Entar gua tiupin dulu. " Namun ketika Liona ingin meniup bagian yang sakit ia malah mendapatkan tepisan tangan sedikit kasar dari pemiliknya.
"Udah gausah gapapa cuman luka kecil. Lagian yang salah kan lo, ngapain lo marahin gua kalo ujung-ujungnya lo minta maaf? Sok romantis cuih. " Dengan suara datar sang pemilik jidat yang terluka itu tersenyum sinis ke arah Liona.
"Woeh songong ya lo udah untung tuh jidat cuman kegores, udah niat baik mau nolongin malah ditolak. Lo ga pernah apa ketemu orang seimut gua?!." Dengan senyum sombong Liona memamerkan ke elokan dirinya.
"Pantes aja lo bilang diri lo imut orang lo pendek gini, kayak marmut pula!." Tanpa sadar tawa rengah muncul dalam bibir pria tinggi itu dengan membandingkan dirinya dengan Liona.
"Woi jaga ya omongan lo! Gua ini bukan pendek cuman.. Cuman... " Liona menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sambil berpikir keras untuk membalas ucapan remeh dari pria di hadapannya.
"Cuman apa? Cuman sedikit kekurangan nutrisi?." Tawa pria itu kembali terdengar di telinga Liona.
Tangan Liona telah membentuk sebuah genggaman,wajah Liona telah menunduk, matanya mulai menyipit tak suka, napasnya sudah terengah-engah. Buk. Satu pukulan telah melesat di pipi manis pria di hadapannya.
"Gua paling gasuka ada cowok yang ngehina gua kayak lo, itu hadiah pertama lo buat ngatain gua sembarangan!." Napas Liona masih belum terkendali dan ekspresinya semakin menakutkan, selanjutnya ia mengeluarkan sebuah benda yang ia simpan di saku roknya.
"Ini tissue buat lo, gua yakin habis ini hidung lo bakal berdarah, sorry karena gua ga bisa ngontrol emosi." Liona buru-buru meninggalkan pria itu yang masih di buat ternganga oleh kelakuan gadis blesteran itu.
"Waw cewek itu menarik, tak seperti yang gua duga selama ini, wajahnya yang blesteran cuma sebagai penutup kelakuan aslinya, pantes aja dia sekali keluar langsung semua anak nunduk. Gila tuh orang. "
Tak beberapa detik kemudian,benar saja cairan berwarna merah keluar dari lubang hidungnya.
"Aw tu cewek peramal mungkin yak? Aduh gua mimisan lagi, udah pipi sakit,hidung mimisan, tapi anehnya kenapa hati gua deg-deg an?. Au ah kesel dah gua!." Aris cepat-cepat mengeluarkan satu lembar tissue dari pembungkusnya lalu ia gunakan untuk mengusap darah yang keluar dari lubang hidungnya.
🌼🌼🌼
Setelah itu ia cepat-cepat bergegas ke lapangan depan untuk mengikuti upacara, apalagi ia adalah petugas upacara. Kalau telat datang di lapangan, bisa-bisa dia yang kena hukuman. Memalukan bagi Aris jika ia terkena hukuman di hari pertama masuk sekolah setelah 2 minggu libur. Namanya saja tidak pernah tercatat di buku bp. Dia sangat tidak mau tercatat sebagai anak remaja yang nakal. Baginya reputasi adalah nomer satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
crystal embers
Teen FictionIa terlalu kaku untuk manusia ter-absurd sepertiku. ✨ Ice • bad = ?