1 • silent

2.6K 83 15
                                    

Fatim berjalan dengan isakan tangis. Ia sungguh kecewa pada pacarnya dan teman lamanya. Ia tak menyangka, setega itu mereka melakukan hal itu semua padanya. Apa mereka tak berpikir siapa yang mereka sakiti?

"Aska!"

"Fatim. Ngapain kamu disini?" Aska bertanya dengan mimik wajah bersalah. Dan perempuan disampingnya hanya tertunduk.

"Harusnya gue yang tanya sama kalian. Ngapain kalian disini berduaan!?" amarah Fatim sudah meluap, rasanya ia ingin menonjok kedua orang yang ada didepannya.

"Kita cuma ketemuan kok."

"Ketemuan!? Kalian kira gue gak tahu kalau selama ini kalian pacaran diam - diam." tegur Fatim, keduanya hanya diam membisu.

"Lo juga Ren, munafik banget jadi teman. Teman apaan kayak lo yang kerjaannya cuma ngerebut pacar orang!" Lanjut Fatim, air matanya mengalir cukup deras.

"Buat lo Aska, mulai hari ini kita putus!" ucap Fatim, ia meninggalkan kedua orang yang sudah membuat hatinya kecewa.

°°°

Sudah tiga hari ini Fatimah mengurung dirinya dikamar. Tak mau sekolah, makan hanya sekali - dua kali. Bunda, Kakaknya, Adiknya, sahabat - sahabatnya, bahkan Ayahnya membujuknya untuk keluar dari kamar.

"Fatim, lo itu kenapa sih? Kalo ada masalah cerita ke gue Tim." Adel membujuknya untuk segera membukakan pintu intuknya.

Fatim berjalan kearah pintu kamarnya, rasanya ia ingin melampiaskan semua isi hatinya pada kakaknya. Ia membukakan konci kamarnya dan mempersilahkan kakaknya masuk. "Masuk kak."

Adel pun melangkah kamar adiknya yang terlihat sedikit berantakan. Ada apa dengannya? Batin Adel. Adel dan Fatim duduk di kasur Fatim.

"Lo kenapa sih Tim?" Tanya Adel, ia memegang tangan Fatim. Adel melihat wajah adenya yang merah.

"Gue putusin Aska!" jawab Fatim langsung ke inti pembicaraan. "Masa!? Kenapa?" tanya Adel meemastikan.

"Ih gue serius. Aska selingkuh sama Rena."ucapan yang membuat Adel kaget. Pikirnya Aska dan Rena adalah seseorang yang baik dimatanya.

"Lo yakin kalau mereka selingkuh?" tanya Adel memastikan ucapan yang baru saja Fatim keluarkan.

"Iya kak, gue serius. Orang gue lihat pake mata kepala gue sendiri." jaaab Fatim dengan mimik muka serius.

"Emang cowok brengsek tuh Aska. Bisa - bisanya dia mainin perasaan adik gue." Adel mengepalkan tangannya, tangannya sudah gatal ingin meninju kedua orang yang sudah menyakiti hati adiknya.

"Yaudah lah Kak, cowok brengsek kayak gitu mah harus ditelan bumi." ucap Fatim yang membuat Adel tertawa.

"Saran gue, mendingan lo besok sekolah. Kasihan teman - teman lo yang khawatir pikirin keadaan lo." ujar Adel, ia beranjak dan pergi meninggalkan Fatim dikamarnya.

°°°

Fatim sudah berniat untuk pergi kesekolah hari ini. Tak sabar ingin bertemu dengan temannya, tak sabar juga ingin menceritakan kejadian beberapa hari lalu.

Ia mengambil ranselnya lalu mengendongnya. Fatim berjalan kearah luar kamar, menyusuri anak tangga hingga keruang tamu.

"Pagi."

"Kak Fatim, akhirnya lo keluar juga. Gue kira lo bakal diam dikamar satu bulan." kata Anya, adik Fatim.

"Ya kali gue dikamar satu bulan." balas Fatim yang membuat keduanya tertawa.

"Nya, Bunda sama Ayah mana?" tanya Fatim sambil melihat kesekeliling ruangan.

"Nya-Nya, memang lo kira gue Nyak-Nyak." lawak Anya yang membuat keduanha tertawa lagi. Anya memang memiliki selera humor.

"Kanya Artyana, Bunda sama Ayah dimana?" Fatim mengulang pertanyaannya untuk kedua kali. Kali ini ia menggunakan nama lengkap Anya.

"Kerja. Kak Adel udah jalan, lo bareng gue saja." tawar Anya. Fatim hanya mengangguk.

Fatim dan Anya menghampiri pintu utama. Anya sudah memesan taksi online. Mereka hanya menunggu hingga taksi tersebut datang. Untunglah mereka bangun pagi, jika tidak bisa - bisa mereka terlambat.

°°°

Fateh sedang bersiap untuk pergi kesekolah, ia sudah mengenakan seragam rapih dan lengkap. Fateh termasuk cowok kutu buku dikelasnya.

Fateh pun termasuk cowok most wanted disekolah. Tubuh ideal dan atletisnya menjadi perhatian bagi kaum hawa. Memiliki tinggi 175 cm, menjadikannya kapten basket disekolahnya. Tapi, Fateh bukan cowok bad boy seperti yang lainnya. Ia lebih memfokuskan diri pada pelajaran daripada tentang wanita.

"Umi, Fateh jalan dulu ya.." ucap Fateh, ia mencium punggung tangan sang umi.

"Hati-hati yang nak."

Fateh melangkah keluar rumah menuju halaman rumah. Sesampainya, ia langsung mengambil helm berwarna merah, memakainya dan menaiki motor sport punyanya.

°°°

"Bye Kanya!" Fatim melambaikan tangannya pada adiknya, memang mereka berbeda arah untuk menuju kekelas.

Duk!

"Haduh, maaf mba. Saya minta maaf!" suara lelaki itu membuat Fatim menengok kearah wajahnya.

"Gapapa." jawab Fatim, mereka pun kembali berjalan kearah kelas masing-masing.

Kriingg... Kriingg...

"Njir, udah bel aja. Gue harus lari nih." Fatim berlari dengan sekuatnya untuk menuju kekelas yang tak jauh darinya.

1 menit Fatim berlari, akhirnya ia sampai juga. Ia segera duduk dibangku sampi Kanaya, atau Naya.

"Akhirnya lo masuk juga Fatim. Gue khawatir sama lo." sahut Naya.

"Sorry gue gak ngasih kabar apa-apa ke lo." Fatim meminta maaf, sambil mengambil buku mata pelajaran.

°°°

Kriingg... Kriingg...

Bunyi yang ditunggu-tunggu oleh seluruh siswa. Bunyi bel kebebasan dari pelajaran untuk sejenak. Melepas kepusingan karena pelajaran.

"Nay, Dhe, lo mau ke kantin gak?" tanya Fatim sambil mengambil uang di sakunya.

"Yaudah deh, gue juga lagi laper." sahut Dhea, kedua temannya hanya tertawa.

Sesampainya, mereka bingung mencari tempat kosong untuk makan. Dhea menemukan satu temoat kosong, tepat dipojok kanan. "Situ aja!" seru Dhea. Kedua temannya mengikuti Dhea dibelakang.

Hallo terimakasih yang sudah baca cerita ini. Ku tahu ceritanya gak nyambung :v

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang