13 • silent

710 37 3
                                    

Fatim berjalan dengan santai menyusuri koridor sekolah yang cukup panjang. Ia akan pergi ke perpustakaan untuk menemui kedua temannya yang sialan meninggalkan dirinya sendiri dikelas. Tadi memang Fatim sempat tertidur karena mengantuk berat, tapi saat ia terbangun teman-temannya sudah tak ada dikelas. Fatim tadi sempat bertanya dan katanya mereka ada di perpustakaan. Lorong panjang ini tak terlalu ramai, hanya beberapa murid yang berlalu lalang, mungkin mereka lebih suka menghabiskan waktu dikantin.

"Fatim!"

Fatim menoleh, menatap laki-laki yang sengaja ia hindari beberapa hari ini. Fatim benci. Ia menatap lurus kedepan lagi, mencoba tak peduli, sulit. Rasanya ia ingin menghampiri Fateh dan menangis di bahu kokoh itu.

Baru beberapa langkah, Laki-laki itu langsung menahan dengan memegang lengan Fatim, Fatim menggoyangkan seperti ingin melepas. Tapi genggaman laki-laki itu terlalu kuat.

"Lo kenapa si?"

"Gapapa tuh."

"Kok lo ngehindar?" Tanya Fateh.

BAM Fatim tak tahu harus menjawab apa, ia harus jujur? Mungkinkah? Dirinya tak sanggup. Jika ia tak jujur, apakah ia sanggup untuk menahan rasa sakit di dada? Sosok didepan Fatim lah yang membuat semangatnya bangkit, yang membantu ketika Fatim berada di titik terlemah nya.

"Masih belum di jawab loh," ucap Fateh mengingatkan.

"Masalah gue ngehindar dari lo, bukan urusan lo." Ketus Fatim sambil menatap sinis Fateh.

"Urusan gue, lo ngehindarin gue. Dan gue gak suka cara lo ngehindar." Fateh menatapnya datar, dan itu mampu membuat pertahanan Fatim runtuh seketika. Tapi tunggu, itu kan yang selama ini Fatim inginkan?

"Hak gue, gak usah ikut campur. Gue gak suka!" Ketus Fatim, ia berbalik dan mengurungkan niatnya untuk pergi ke perpustakaan, dan berbalik ke kelas.

🥀

Fatim menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia tak mampu menahan semua air mata yang sedari tadi ia ingin tumpahkan. Untung saja keadaan kelas hari ini sedang sepi-sepinya, kedua temannya juga sedang sibuk. Dhea sibuk rapat PMR, dan Naya yang sibuk tidur dipojokan kelas dengan beberapa partner tidurnya. Para murid yang lain juga sedang menikmati jam kosong, emang kebiasaan kelas doang unggulan jam kosong selalu.

Secengeng inikah dia hingga menangisi laki-laki yang hanya dianggap sebatas teman?

Derap langkah terdengar, suara sepatu yang sedikit nyaring di telinganya. Buru-buru Fatim mengelap air matanya dengan kerudung coklat yang ia kenakan hari ini.

"Lo kenapa?"

Aska, mengapa laki-laki itu datang saat Fatim sedang berada di fase terlemah? Mengapa tidak Fateh yang selalu ia harapkan akhir-akhir ini. Memang realita tak selalu seindah ekspetasi. Fatim menatap Aska lalu tersenyum sendu, bekas air mata bahkan masih terlihat jelas dari penglihatan Aska.

"Gapapa Ska."

"Gue tau lo kenapa-napa."

"Serius, gapapa."

"Gapapa nya perempuan pasti ada apa-apanya."

Fatim terdiam, menatap kaki Aska yang baru saja melontarkan kalimat itu. Benar si memang, lalu Fatim menunduk, air matanya mulai menetes perlahan, gengsi. Fatim dengan cepat mengusap kembali, lalu memasang senyum ceria kepada Aska.

"Mau ke kantin?"

"Gak usah Ska, makasih."

"Oh yaudah, lo kalau kenapa-napa bilang aja sama gue, gak usah gengsi gue gak gigit." Aska tersenyum tipis, lalu pergi meninggalkan Fatim yang masih menatap punggungnya yang menjauh.

🥀

Aska duduk terdiam. Ia masih peduli kepada gadis yang ia temui tadi, sungguh benar-benar masih peduli. Bahkan ketika tahu Fatim menyukai laki-laki lain, dirinya merutuki dirinya sendiri karena telah mengecewakan Fatim dulu. Harusnya ia yang menghibur, tapi gengsi mengalahkan hati-nya. Ia memilih pergi, pura-pura sudah tidak peduli lagi.

"Ska."

Aska menoleh, gadis yang mengincarnya habis-habisan belakang ini sedang berjalan gembira menuju kearahnya. Alana Bintang Vidya, teman satu SMP Aska, walaupun semasa SMP mereka tak terlalu dekat, tapi tetap saja Alana menaruh hati pada Aska, dan itu terjadi saat Aska baru saja pindah ke sekolah ini.

"Kenapa Lan?"

Sekarang Alana sudah berdiri tepat didepannya, ia menyodorkan sebuah kotak makanan, itulah cara terbaik Alana untuk mencairkan hati Aska. Aska tersenyum, lalu menerima kotak makan itu dengan senang hati. "Makasih Lan." Gumam Aska.

Alana menangguk lalu berjalan pergi, baru beberapa langkah Alana berjalan, dirinya sudah dipanggil oleh Aska, "Lan, gue ada dua tiket konser, lo mau temenin gue nonton?"

Alana tertegun, ia tak percaya apa yang baru saja Aska katakan. Alana berbalik, menatap lekat Aska, "iy..iya gue mau." Jawab cepat Alana, akh rasanya ia ingin berteriak sekarang.

"Yaudah besok malam gue jemput lo jam 7." Setelah mengatakan itu, Aska bangkit dan pergi, Alana tidak bisa menahan senyumnya dan rasa senangnya saat ini.

"Ini saat nya gue buka lembaran baru." Bisik Aska kepada dirinya sendiri.

🥀

Fateh menempelkan kepalanya keatas meja, ia mengantuk. Pelajaran yang disampaikan oleh guru tadi membuat matanya lelah, membosankan. Alasan Fateh masuk IPA adalah untuk menghindari sejarah, tapi tetap saja bertemu saja, malah katanya lebih membosankan daripada guru sejarah anak IPS.

"Gila, gue bosen banget!" Gerutu Fateh pada Revan teman sebangku nya. Fateh mengangkat kembali kepalanya dan menatap Revan yang sedang asik bermain game online.

"Gue lagi cerita njir, gak enak dikacangin!" Protes Fateh, Revan langsung menatap Fateh heran, lalu kembali menatap layar handphone- ya.

Tanpa sadar, seorang perempuan dengan rambut berkuncir satu sudah berdiri didepan mejanya. "Eh Meta, kenapa?"

Meta menyerahkan kotak makan kuning dan satu botol air mineral kepada Fateh, tumben. "Ini tadi gue ada makanan lebih, karena gue gak tau mau kasih siapa, jadi gue kasih lo, gapapa kan?" Tanya Meta yang diusul dengan senyum manisnya.

"Widih, bidadari tanpa bersayap darimana nih? Bikin kaget aa aja." Dan Revan sekarang mengeluarkan jurus gombalan pemikat hati wanita. Meta hanya tertawa mendengar ucap Revan.

Lelaki mana yang tak kagum jika melihat keadaan Meta saat ini? Rambut yang dikuncir rapih, serta kacamata yang membuat aura cantiknya bertambah. Apalagi jika ia tersenyum, dan senyum pipit serta gigi gingsulnya ikut terpancar, telalu sempurna.

"Di makan ya."

Meta lalu pergi menyusul teman-temannya yang langsung meledeki serta memberi semangat Meta. Meta sangat berharap masakan yang ia masak khusus untuk Fateh segera dimakan.

🥀

heiyo-!

update lagi nihh, ide nya banyakk. Mau liat scene FatFat? Nanti dulu sabar udah disiapin kok, ditunggu.

readers-nya dah pada ilang sih:( sedih akutuu, yaudahlah gapapa. Oiya aku udah nyiapin visualisasi nya cast SILENT versi SMA nii, mau liat gak? di next chapter yaww.

-nai.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang