15 • silent

662 42 0
                                    

"Fatim, gila, lo harus tau!" Seru Naya ditengah keramaian kelas, ia menghampiri Fatim yang sedang asik mendengarkan musik.

"Fatim!" Teriak Naya tepat disamping telinga Fatim, sontak gadis berhijab itu terkejut dan menatap tajam Naya seperti ingin melahapnya, dan Naya hanya terkekeh kecil.

"Kenapa sih? Ngagetin tau!" Omel Fatim, Naya duduk tepat didepan meja Fatim, sekarang mereka berhadapan. Naya mengatur nafas nya terlebih dahulu, ia baru saja lari dari perpustakaan menuju kelasnya.

"Zahra, yang dulu pindah, sekarang datang lagi, gue denger-denger sih cuma liburan. Lo tau kan, Fateh pernah deket sama Zahra?" Tanya Naya dengan cukup hati-hati.

Fatim terkejut. Dia harus menghadapi sakit hati nya karena Meta dan sekarang ditambah Zahra. Cobaan apa lagi ini? Fatim menunduk lesu, ia tak tahu harus berbuat apa. Jarak antara dirinya dan Fateh sudah renggang, ditambah dengan kedatangan Zahra? Mungkin akan menjadi sebatas mengenal sebuah nama. Walaupun hanya liburan, Zahra masih bisa meluangkan waktu dengan Fateh beberapa hari. Inikah inti dari patah hati?

"Hati bakal tahu kok kemana tujuan sebenarnya, lo yang sabar aja, semua butuh waktu Tim. Ingat, bumi berputar gak cuma buat lo aja." Ingat Naya yang dibalas dengan anggukan lesu Fatim.

"Nay, lo dicariin Rizki tuh." Ucap Farah yang tiba-tiba menghampiri Naya dan Fatim. Naya langsung menunjukkan senyum indahnya, mimpi apa ia barusan.

"Oh oke makasih."

Baru saja Farah pergi, Naya langsung kegirangan. "GILA FATIM! GUE BISA PINGSAN AKH!" Seru Naya yang dijawab dengan tawa Fatim, ia cukup terhibur.

"Harus cakep gue nih, udah cakep belum? Udah lah pasti, dada Fatim!" Naya langsung berjalan cepat kearah depan kelas, ia sempat melihat Rizki disana tadi.

🥀

Meta sedang berkaca di kamar mandi, ia harus melihat penampilannya sebelum bertemu Fateh. Laki-laki yang membuatnya jatuh hati beberapa bulan ini. Apalagi setelah Fateh menerima ajakannya untuk pergi ke toko buku. Meta hanya merapikan rambutnya, ia tidak suka memakai make up aneh, menurutnya semua cantik kalau natural.

Ia berjalan keluar kamar mandi, tak sengaja melihat Fateh sedang tertawa bersama seorang gadis yang tak asing baginya. Zahra Salsabila, gadis yang pindah saat kenaikan kelas, gadis berprestasi yang pernah berteman cukup dekat dengannya. Bahkan Meta tahu bahwa Fateh pernah dekat dengan Zahra, tapi kala itu Meta belum menyukai sosok Fateh.

Meta sengaja menghentikan langkahnya, ia masih menatap mereka. Sakit, namun ia harus memaklumi semua itu, Meta pernah dengar, bahwa Fateh hanya menanggap Zahra sebagai teman dekat.

Ia memutuskan untuk lanjut berjalan, sialnya, ia harus melewati kedua orang itu. Ia hanya perlu bersikap biasa, tidak boleh gugup atau apapun. Meta sempat tersenyum kearah kedua orang itu, Zahra langsung berdiri dan menghampiri Meta. "Meta!"

"Eh Ara, sejak kapan kamu disini?" Tanya Meta gelagapan, matanya menangkap Fateh yang sedang tersenyum miring kearahnya.

"Tadi, Ara teh kangen banget sama kamu. Sukses kan jadi waketos nya? Hebat euy kamu bisa jadi waketos, Ara pengen banget kayak kamu." Puji Zahra sambil memegang bahu Meta.

"Makasih, kamu juga hebat. Gimana enak gak disana?" Tanya Meta yang mencoba menormalkan suasana, ia canggung.

"Enak, orangnya ramah-ramah. Tapi Ara kadang kangen Jakarta sama Bandung." Jawab Zahra lalu tersenyum.

Meta suka dengan senyum manis Zahra, senyum pipit serta gigi gingsul yang muncul menambah kecantikan Zahra, apalagi gadis itu berhijab, mungkin saja Fateh tiba-tiba jatuh hati padanya. Meta sadar, mungkin rencana pergi nya akan gagal, ia sedih, tak tahu harus berbuat apa.

"Kamu mau kemana Ta?"

"Aku mau pulang, abang udah jemput diluar, aku duluan ya Ra. Senang kamu disini, kapan-kapan main kerumah aku ya!" Jawab Meta dan langsung berjalan cepat meninggalkan Zahra dan Fateh.

🥀

"Kamu jadikan anterin Ara jalan-jalan?" Tanya Zahra diparkiran sekolahnya. Fateh bingung, di satu sisi ia punya janji dengan Meta, di sisi lain ia tak enak hati bila menolak ajakan Zahra.

Ting! Suara dentingan handphone milik Fateh, ia langsung membuka handphone nya dan membaca pesan dari siapa itu. Meta Ghiana menuliskan satu pesan untuknya.

"Sebentar Ra."

Meta Ghiana :
Fateh, maaf ya hari ini gak jadi
pergi ke toko buku, gue ada acara
dadakan, maaf ya:)

Fateh Ramadhan :
Iya gapapa.

Satu pesan yang menjawab semua kebingungannya. Ia memasukkan handphone nya kedalam saku celana abu-abu nya. "Ra, ayo naik." Titah Fateh, Zahra langsung menaiki motor Fateh, lalu Fateh melajukannya.

🥀

Fatim merebahkan tubuhnya di kasur empuk milik Naya, hari ini memang tiga sekawan itu memiliki niat untuk bermain bersama. Rasanya tidak ada gairah hidup ketika melihat Fateh berjalan bersama Zahra. Sakit rasanya, apalagi harus merelakan seseorang untuk masa lalu. Zahra memang cantik dan pintar dalam akademik, membuatnya mungkin tetap menjadi gadis impian Fateh sejak dulu.

"Lo gak usah sedih gitu kali Tim, paling Fateh ngajak Zahra jalan karena udah lama gak ketemu dia, biasa sahabat." Ujar Naya yang memberi penekanan diakhir katanya.

Sahabat. Iya mereka sekedar sahabat, sepertinya. Sahabat yang tidak memiliki perasaan satu sama lain kah? Berharap seperti itu. Mengapa rasanya berat ketika tahu Fateh jalan dengan Zahra walau mereka masih menyandang status sahabat?

"Makanya jangan gengsi, katanya suka, tapi kok malah ngejauh? Berjuang Tim berjuang, kayak Naya berjuang buat Rizki, eh." Ucap Dhea yang sepertinya disengaja. Hanya Dhea diantara mereka yang sedang tidak terlibat perasaan dengan siapapun saat ini.

"Eits, kok jadi gue? Liat aja lu Dhe, nanti Rizki juga peka. Cari doi deh lo sono, biar gak nolep-nolep banget." Balas Naya, Dhea hanya terkekeh.

"Dahlah, berisik kalian, gue yang doi nya jalan sama yang lain biasa aja."

"Hilih, biasanya aja tapi galau daritadi."

"Hehe."

🥀

yoww.

aku kambek.

makasih yang udah mau baca cerita ini, dikit lagi 2k readers dong, uwuw seneng bangett.

jangan lupa buat vote dan comment, terimakasih:)

-nai.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang