7 • silent

845 42 10
                                    

Fatim merapihkan buku - buku yang tergeletak diatas meja miliknya, ia memasukkan kedalam tas-nya dan bersiap untuk pulang. Setelah pulang sekolah Fatim ada janji bersama teman-temannya untuk pergi mencari camilan sebentar.

"Eh ada pengumuman dari Bu Riri, yang anak PMR pulang sekolah jangan pulang dulu ya, suruh kumpul diaula ada informasi katanya." Seru Fawaz didepan kelas, beberapa anak menghela nafas pasrah.

"Yah kayaknya gue gak bisa ikut sama kalian deh, maaf ya." Ucap Dhea pasrah usai pengumuman tadi.

"Gapapa kali Dhe, yaudah kita duluan ya, semangat PMR-nya Dhea!" Seru Naya menepuk pundak kanan Dhea.

Dhea langsung bergegas bersama teman-temannya sesama anak PMR, sedangkan Naya dan Fatim masih merapihkan barang-barangnya, kebetulan ini hari Jum'at jadi hari dimana meja para siswa harus bersih dari sampah.

"Fatim."

Entah mengapa Fatim merasa bahwa selama ini Aska masih mencoba untuk menjelaskan semuanya. Ia ingin mendengarkan, tapi ia tidak ingin sakit hati untuk kedua kalinya. Fatim tidak ingin mengingat semua kejadian dulu yang membuatnya patah selama beberapa hari.

"Gua cuma mau ngejelasin udah itu doang, susah banget ya buat dengerin? " Tanya Aska yang sudah berdiri di hadapan meja Fatim.

Fatim diam tak merespon, ingin rasanya ia menumpahkan segala air matanya saat ini, tapi ia malu. Naya hanya memandang keduanya dengan heran sekaligus iba, dua orang yang saling mencintai akhirnya berpisah karena satu kesalahan yang mereka perbuat.

"Fatim, sebesar itu ya salah gue sampai-sampai lo gak mau dengerin penjelasan gue?" Tanya Aska dengan berhati-hati.

"Mikir lah, kesalahan lo itu yang merubah hidup gue!" Sentak Fatim, hampir satu kelas langsung melirik kearah Fatim yang terlihat frustasi. Ia langsung mengambil tas nya dan membawanya pergi entah kemana.

Naya diam, kesal dengan Aska, sekaligus kasihan terhadap Fatim. Naya hanya bisa memandang tajam Aska yang masih berdiri didepannya, tanpa bisa berkata apa-apa. Sedangkan Aska, ia hanya menghela nafas pasrah lalu kembali ke tempat duduknya. "Emang cowo gak tau diri." Umpat Naya.

Fatim hanya bisa melangkahkan kaki nya entah kemana. Ia butuh waktu untuk tenang, butuh tempat dengan ketenangan. Tanpa berpikir panjang ia langsung membelokkan tubuhnya menuju ruang OSIS. Ruangan tenang, dengan hawa yang cukup sejuk. Fatim memeluk tas-nya erat-erat, mengeluarkan semua air matanya deras-deras. Bahkan ia sampai lupa untuk mengunci pintu ruangan OSIS.

Semuanya tak lagi sunyi hingga terdengar derap langkah yang cukup nyaring datang keruangan ini. Fatim memberhentikan tangisannya, mengusap cepat sisa-sisa air mata yang menempel diwajahnya.

"Lo ngapain disini? Terus kenapa mata lo sembab begitu?"

"Bukan urusan lo."

Laki-laki yang menggunakan name tag bertuliskan Muhammad Fateh itu langsung memilih untuk duduk di samping Fatim, dengan jarak yang sudah ia tentukan, tak terlalu dekat tak terlalu jauh.

"Nih tisu." Ucap Fateh sambil menjulurkan dua lembar tisu yang langsung Fatim ambil dan mengelap bagia-bagian didekat matanya.

"Emang salah ya gue benci sama orang yang udah buat hidup gue berubah?"

Fateh diam, "jadi karena itu lo nangis, lo nangisin cowo yang udah nyakitin lo? Sumpah gak guna banget. Buang-buang waktu, buang-buang air mata. Inget ya dia yang udah nyakitin lo gapantes dapat air mata lo." Tegas Fateh yang langsung to the point.

"Kayaknya lo pengalaman banget." Canda Fatim sambil tertawa kecil.

Fateh terdiam setelah mendengarnya, ia memandang wajah Fatim sebentar, sedangkan Fatim sedang mengusap matanya dengan tisu yang Fateh berikan tadi.

"Gue kira orang kayak lo gabakal kenal sama yang namanya cinta," ledek Fatim, Fateh hanya tertawa kecil. Fatim diam, sepertinya ia salah bicara kali ini.

"Eh maaf ya."

"Gapapa."

Fateh bangkit dengan tas hitam yang bertengger dipunggungnya, lalu mengeluarkan kunci motor dari saku celananya. "Lo ikut gue."

"Kemana?" Fatim mendongakkan kepalanya, ikut bangkit sambil merapikan kerudung putihnya yang cukup lecek.

"Udah ikut aja." Fateh berjalan mendahului Fatim, sedangkan Fatim kembali mengenakan tas-nya dan berjalan mengikuti Fateh dari belakang. Setelah berada diluar ruang OSIS Fatim kembali mengunci pintu ruangan ini, lalu mereka kembali berjalan pergi.

Keduanya berjalan saling membelakangi, tidak ada yang berani untuk berhenti atau mengejar untuk berjalan berdampingan. Semuanya terjadi dengan ketenangan. Fateh sudah menyiapkan kata-kata untuk bercerita nantinya, sedangkan Fatim masih berpikir akan diajak kemana oleh Fateh kali ini.

Semuanya kembali bising ketika mereka telah sampai diparkiran sekolah, beberapa murid ada yang menatap ada yang tak peduli. Fateh sedang mencari dimana motor-nya terletak, sedangkan Fatim masih bersiap untuk terus mengikuti Fateh tanpa tahu kenapa.

"Nih pakai."

"Gue gak suka pakai helm, gaenak."

"Savety first. Udah pakai aja." Fateh menyodorkan helm putih yang sengaja ia bawa tadi, niatnya akan menjemput Saleha, tapi beberapa saat sebelumnya Saleha bilang tidak usah dijemput karena ada urusan lain.

Fatim menerima helm tersebut, memakainya secara perlahan, sedangkan Fateh sedang mengeluarkan motornya dari barisan motor yang berjejer rapih di parkiran. Jujur Fatim itu paling gak suka kalau disuruh pakai helm, katanya bikin pusing terus kurang nyaman.

Beberapa saat kemudian, Fateh mengisyaratkan Fatim untuk naik ke motornya, dan pergi ketempat yang hanya Fateh tahu.

"Teh kita mau kemana si?" Tanya Fatim di balik punggung Fateh, sesekali ia membenarkan helmnya yang cukup kebesaran baginya.

"Nanti lo juga tau."

Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di sebuah taman yang asing bagi Fatim. Fateh menaruh helm dispion motornya, sedangkan Fatim langsung memberikan helmnya kepada Fateh.

"Mau beli makanan dulu gak?" Tawar Fateh, Fatim mengangguk ketika ia melihat tukang ice cream yang bersarang didekat mereka berdiri. Fatim langsung berjalan cepat menuju kesana, untuk memesan kesukaannya.

"Eh Mas Fateh, apa kabar Mas? Sudah lama ya tidak kelihatan." Sapa penjual ice cream tersebut, sepertinya keduanya seperti tak asing. Fatim hanya melongo mendengarnya, bagaimana bisa keduanya saling kenal?

"Baik pak alhamdulillah."

"Mba Zahra gimana kabarnya? Kok gak pernah kelihatan lagi." Tanya si penjual atau yang biasa dipanggil Pak Dadang tersebut. "Zahra?" Seru Fatim dalam hati.

"Zahra baik pak, oiya saya pesan ice cream nya dua pak, yang kayak biasa saja ya." Pesan Fateh yang sedikit gugup setelah nama Zahra disebut tadi.

Selesai membeli dua buah ice cream mereka langsung mencari tempat duduk dibawah pohon rindang yang teduh. Mereka diam sambil memakan masing-masing ice cream yang mereka punya.

"Fateh, Zahra itu siapa si?"

🥀

hellow-!!!

udah lama banget yaampun aku gak update, sorry. soalnya ada acc lain yang harus aku kelola gaiss, maap yaww.

tapi insyaallah minggu ini rencananya mau boompart hehe, ngen gantung gak si chapter ini? wkwkwkw

zahra siapa niii?

penasaran?

coba komen next hehe.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang