3 • silent

1.1K 49 1
                                    

"Gue bosan anjir." Keluh Fatim sambil mengutak-atik handphone-nya, sama hal nya dengan kedua sahabatnya.

"Emang lu doang yang bosen, gua juga. Mana gaada yang ngechat lagi, sedih banget astagfirullah hidup gua, miris." Curhat Naya yang ditertawai oleh Dhea dan Fatim.

"Jadi curhat mba-nya." Ledek Dhea sambil melirik Naya yang memasang muka kesal, dan Fatim hanya sebagai figur ketawa.

Dan semuanya kembali hening, focus kepada handphone masing-masing, hingga Bu Citra masuk untuk memulai pelajaran. Semua murid, duduk rapih dan mengeluarkan buku Seni Budaya yang lumayan tebal.

"Keluarkan buku tulis kalian, kita akan latihan 30 soal hari ini." Ucap Bu Citra yang hampir membuat anak-anak pingsan karena ucapannya.

"Gila, gak pake aba-aba main latihan aja." Kata Vera teman sebangku Naya yang terkenal karena kegilaannya, Naya hanya tertawa mendengarnya.

"Kalian kerjakan halaman 140-141, diberikan penjelasan, dikumpulkan hari ini juga." Lanjut Bu Citra yang tak kalah mengejutkan.

Semuanya mulai mengerjakan dengan focus, menatap buku, seolah buku adalah perhatian utama mereka. Fatim membolak-balikkan buku untuk mencari jawaban dari soal yang beranak ini.

"Dhe, lo tau gak jawaban + penjelasan no. 13? Kok gue gak nemu sih." Keluh Fatim pada Dhea yang memberhentikan menulisnya ketika Fatim bertanya.

"Ada di halaman 135, lo baca aja yang teliti disitu ada kok." Jawab Dhea si anak pinter. Ya, Dhea memang pintar bahkan sering mendapat gelar si juara kelas.

Fatim hanya mengangguk dan mulai membalik kertasnya untuk menuju ke halaman 135, ia mulai membacanya dengan sangat teliti. Ia tersenyum ketika dapat menyimpulkan penjelasan serta jawaban.

Tak terasa 2 jam pelajaran Seni Budaya sudah usai, beberapa anak mengeluh ingin ditambahi jamnya karena mereka belum selesai. Termasuk Vera, ia menggarukkan kepalanya, pusing.

"Tim, Fatim gua liat jawaban lo ya, tinggal satu lagi gua selesai nih." Izin Vera yang langsung mengambil buku tulis bersampul coklat itu.

"Iya, tapi nanti lo yang ngumpulin buku gue kedepan ya!" Titah Fatim, dan Vera hanya berdengung setuju.

🖤

Fatim sedang duduk dibangku taman, sekarang jamkos jadi siswa bebas untuk kemana saja, lagipula semua guru juga sedang rapat. Sedangkan Naya dan Dhea sedang jajan dikantin untuk mengenyangkan perut.

"Fatim ya?"

Fatim segera mengalihkan pandangannya dari buku menuju seseorang yang memanggilnya, Fatim mencoba mengingat siapa orang itu, dan apa ia pernah lihat.

"Ini Fateh, anak kelas 11-E. Lo dipanggil sama ketos suruh rapat."

"Lo anak OSIS juga?" Tanya Fatim yang penasaran, pasalnya ia pernah melihat tapi entah dimana.

"Iya, udah buruan keburu udah mulai rapatnya." Ingat Fateh, Fatim berdiri dan membawa bukunya mengikuti Fateh menuju ke ruang osis.

Sepanjang jalan hanya keheningan yang hadir, tak ada satu kata bahkan huruf pun yang keluar dari mulut mereka masing-masing, canggung.

Fateh memegang kenop pintu dan menurunkannya kebawah, dan seketika pintu itu terbuka. Dilihatnya anak OSIS yang sudah berkumpul dengan memegang kertas.

"Rapat apa?" Tanya Fatim angkat bicara, Deva menghampiri Fatim seraya memberikan selembar kertas.

"Pertunjukan seni budaya, diadain kapan Dev?" Tanya Fatim dengan kontak mata yang masih fokus pada selembar kertas.

"Dua minggu lagi."

Ryan mengetukkan meja nya 3 kali tanda para anggotanya harus duduk berkumpul di meja rapat, semua anak OSIS segera pergi ke bangku mereka satu persatu.

"Baik, dua minggu kedepan, sekolah kita akan mengadakan pertunjukan seni budaya, kita selaku anak OSIS ditunjuk dan dipercaya oleh guru untuk menjadi panitia. Kita harus menyiapkan rangkaian acara dan lain-lainnya, untuk hari pelaksanaan hari kamis tanggal 17. Saya akan menunjuk kalian harus berada diposisi apa." Ucap Ryan sang ketua OSIS menjelaskan kesemua anggotanya panjang lebar, dan mereka sebagai anggota hanya mendengarkan saja.

Ryan melebarkan satu lembar kertas yang lumayan besar, ia membaca satu persatu dan mencoba mengucapkannya, "karena terlalu panjang jadi saya bagikan saja kebetulan ada mesin fotokopi."

Rasanya mereka ingin menyoraki Ryan, apadaya dia adalah seorang ketos. Fatim hanya bisa menahan kesal di batin, tak dapat diungkapkan.

"Anjir, gue kira mau dibacain, udah ditungguin tau-taunya dibagiin." Desis Deva kesal, ia memasang mata kesal ketika lagi kesal.

"Ahmad, fotokopiin mad!" Titah Ryan yang membuat namanya barusan disebut menghampiri, "asiap."

Ahmad langsung berjalan menuju mesin fotokopi dan mengkopi kertas tersebut sekitar 20 kertas, "udeh ni." ujar Ahmad dengan nada khas betawi nya.

Ryan hanya mengisyaratkan untuk Ahmad membagikan surat itu kepada anggota OSIS, Ahmad berjalan menghampiri anak-anak satu persatu.

"Makasih Ahmad." Kata Fatim dan Deva berbarengan ketika Ahmad menghampiri tempatnya.

Deva dan Fatim membaca dengan seksama tulisan dikertas tersebut, hingga alisnya naik ketika menemukan namanya tertera, ia pun melihat partner kerja sekaligus tugasnya.

"Akhirnya gua jadi MC, mana bareng Aldo lagi." Seru Deva dengan pelan agar sang pemilik nama tak mendengar.

"Gua bagian dekor dong, mana bareng Fateh, gua gak kenal, tukeran yuk Dev."

🖤

hallow-!

ini author mau sampaikan, kalo author bakal rajin upload silent lagi. oiya, if u want this story have a next part, don't forget to comment next. because your support is a power for me, thanks.

-naila.

SILENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang