ㄴ 24 ㄱ : If I Said So

1.1K 125 17
                                    


Keadaan lalu lintas pada malam itu terbilang sangat sepi. Tiang lampu jalanan yang menyala dan toko-toko yang sudah tertutup menjadi objek pandang pada setiap mata. Jeno membuka kaca helm-nya, mengendarai motor dengan kecepatan diatas rata-rata tanpa ada niat untuk mengurangi. Handphone Jeno yang berada disaku jaket tidak pernah padam dengan notif dari berbagai aplikasi menanyakan bagaimana hubungannya dengan Sena. Bertanya-tanya mengapa Sena menghapus seluruh foto Jeno di instagram. Namun Jeno tidak melakukan hal yang sama.

"Senaㅡ" Jeno mengerutkan dahi dan kepalanya agak mundur kebelakang. "Mark???"

Mark menarik napas, "Sena nggak mau ketemu lo."

"Lo ngapain?" tanya Jeno, nadanya begitu dingin. Ekspresinya berubah tidak suka. "Lo ngapain dirumah cewek gue, bangsat?!"

"Cewek lo???" Mark berujar sarkastik. "Yakin cewek lo? Apa cewek gue nih sekarang?"

"Bangsat!" Jeno langsung menonjok pipi Mark. Laki-laki itu melepas jaket dan melemparnya asal ke arah sofa. "Mana janji lo!? Mana!"

"Gue janji dengan jaminan dia bahagia!" Mark menepuk-nepuk kaus Jeno seakan-akan meremehkannya. "Tapi kalau lo selingkuh, emang bisa dibilang bahwa itu salah satu cara bikin dia bahagia?"

Jeno terdiam. Tangannya tidak lagi bergerak memukuli Mark. Kakinya melangkah ke arah bingkai-bingkai foto yang tersusun rapi di dinding maupun atas meja. Mark menutup pintu rumah Sena dan duduk di Ruang Keluarga, menyalakan TV agar suasana tidak terlalu hening. Sebab kedua laki-laki ini sebenarnya tengah sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Mark, aku mau makan miㅡJeno?"

Sena diam ditempat, matanya menatap Mark memperingati. Seharusnya Jeno tidak berada disini karena Ia telah menyuruh Mark mengurus laki-laki itu.

"Na, aku ㅡ"

"Keluar,"

"Sena,"

"Keluar!" suara Sena meninggi. Ia kembali teringat perlakuan Lami beberapa jam lalu. "Keluar, Lee Jeno!"

Jeno menghela napas, "Na, aku nggak pernah bohong saat aku bilang bahwa aku bahagia sama kamu."

"Senaㅡ"

"KELUAR!"

Raut wajah Jeno langsung mengendur. Rahangnya mengeras. Tangannya menyambar jaket yang tadi Ia lempar asal pada sofa. Jeno tidak berpamitan dan tidak menatap mata Sena sama sekali. Perempuan itu seolah-olah tidak ada. Ekspresinya kembali datar dan aura dingin laki-laki itu mulai terpancar. Jeno mengambil kunci motor pada saku dan melajukan motornya. Hari ini, Jeno tidak lagi kembali ke rumah.



ㅡㅡchapter 24ㅡㅡ



Jeno fokus memerhatikan gerak-gerik musuh yang men-dribble bola basket. Matanya melirik tajam kepada siapapun, termasuk pada teman satu timnya meski Jeno hanya bermaksud ingin memberi sinyal untuk mengoper bola. Keringat membanjiri pelipis Jeno dan rambutnya sudah acak-acakan. Auranya dingin dan menusuk, tidak jarang juga Ia spontan memarahi siapapun yang berbuat kesalahan. Semua orang tau, suasana hati Jeno sedang tidak baik-baik saja.

like me better ㅡlee jenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang