Kruuuuk.
Cacing-cacing di perut.
Curi semua nutrisi.
Eh malah nyanyi.
Laper aku bor. Ini udah jam 2 siang. Aku ga bawa duit lagi. Yagusti nggak ada gitu temanku yang lewat ditaman? Aku butuh bantuan.
UGGGHHH
"Lo ngapain disini?"
Aku berbalik.
BAPAK BENDAHARAAA
"E-eh lo kenapa sih peluk-peluk?!" Suho kaget saat kupeluk. Aku memandang matanya dengan penuh harapan. Suho balas menatapku dengan sedikit rona di pipinya.
"Makaan...."
"Ha?"
'Oh, ternyata cuma mau minta dijajanin. Dasar orang miskin, bikin kaget aja,' batin Suho.
Suho langsung menjauh dariku. Aku masih dengan muka memelas yang dibuat-buat berdiri dengan membungkuk. "Sudahlah gw traktir! Lo ngeri kek nenek bungkuk!" aku langsung berdiri tegak dnegan wajah cerah. "AAAAA MAKASIH PAK BANDAR—" Suho kembali mendorongku yang mau memeluknya lagi. "UDAH JIJIK DASAR HOMO" aku hanya manyun dan mengikutinya ke café.
Setelah sampai di café, aku memesan spaghetti, pudding cokelat, dan milkshake coklat. Yah, café sekolah memang menyediakan banyak makanan. Setiap minggu temanya akan berubah. Liburan tahun baru ini temanya masih new year. Suho hanya memesan cappuccino. "Kenapa lo bego banget sih pergi ga bawa duit? Oh ya, gw lupa lo kan miskin," Yagusti kuatkanlah hati hamba. Aku hanya mendengus dan mengalihkan pandanganku ke taman di luar café. "Aelah ke gedung sekolah doang ngapain bawa duit," btw dia peduli atau cuma mau nyindir sih. "....Ketemu Chanyeol lagi?" Aku ngangguk. "Laguku buat masuk sekolah nanti udah selesai, kok. Ga usah cemburu." Suho tersentak. "Siapa juga yang cemburu dasar homo ga ketulungan!" halah.
"Katanya ngga kok ngegas"
"SIAPA YANG NGEGAS"
"Nah itu,"
"NGGAK KAS LO GW NAIKIN NANTI"
"YA NGGAK USAH BAWA-BAWA KAS DONG"
Tak terasa pesanan kami sudah datang selagi kami berantem. Aku langsung aja makan spaghettinya dengan lahap. Bukan Tao namanya kalau makan ga lahap hehe. Suho hanya menatapku sambil menyesap cappuccino nya. "Apa liat-liat? Mau spaghetti juga?" Suho kembali tersentak. "A-apa gw gamau kok! Punya mata buat apa selain liat?" aku masih menatapnya selama 2 menit. Dia pun melihatku dengan gugup.
"Mau spaghetti?"
"NGGAK IH"
Suho akhirnya ngambek dan melihat ke luar café. Bingung deh, mood swing banget. By the way, Suho yang bangsatnya ga ketulungan kalo sama aku ini bakat aktingnya daebak banget. Dia sebagai rookie juga sering ikut main drama kayak Baek gitu. Suaranya juga ga bisa diremehin. Udah kaya, ganteng, banyak bakat lagi. Rasanya mau kubur diri aja.
Tapi salah satu kekurangannya.
Kalo ngereceh ga lucu.
Ganjen banget sih orang Korea satu ini.
"Eh, lo tau ga kenapa—"
"Gatau dan gamau tau."
Suho ngambek lagi. Aku udah tahu kalo dia mau ngereceh ganjen lagi. Aku lanjut ngabisin pudding dan minumanku. Setelah selesai ngabisin semuanya, aku bersandar sebentar di kursiku. Lalu aku sadar kalau Suho tertidur sambil memangku dagunya.
Btw aku penasaran sama rambutnya.
Aku memang suka mainin rambut orang dari dulu, kalo lagi gabut aku biasanya mainin rambut Sehun tapi sekarang aku jadi mau mainin rambutnya pak Bandar.
"....."
Lembut bat. Namanya juga perawatan mulu ya.
"....."
Ih suka deh sama kek rambut Sehun.
"......"
Rasanya kek ngelus kucing.
"...Nghh...Ah?"
Mampus orangnya bangun. Dia ngeliatin aku kebingungan gitu.
"L-LO NGAPAIN RAMBUT GUE KIMAK?!"
"SELOW DONG ANJING AKU CUMA NGELUS DOANG"
"H-ha?" ha ha ha ha mulu ni orang. Abis bangun tidur mungkin ya jadi sengklek gitu. "A-apaan sih kuker banget jadi orang..." kok dia malu. UNCH. Eheheh aku suka godain dia.
"Udah yok pulang, tidurnya di kamar sendiri sana jangan disini,"
Suho cuma manggut-manggut lalu jalan ke kasir buat bayar makanan tadi. Dan lagi aku melihat pemandangan jahanam dari sebuah black card. Minder aku sumpah. Orang miskin bisa apa ya. Lalu kami keluar dari café, gatau mau kemana. Akhirnya jalan aja di taman. Hening, ga ada obrolan. Aku pun akhirnya berhenti, ngadep ke Suho lalu ngomong, "Kita sebenernya mau kemana sih?". Suho juga bingung. "Auk, gue bosen di kamar gw sih, jadi—awas!".
Tiba-tiba aja Suho meluk badanku.
Eh.
EHHHH
KENAPA KENAPA
KENAPA JADI DRAMA GINI
"Woi kalo main bola hati-hati dong pantek!" ternyata ada anak-anak junior lagi main sepak bola dan bolanya mau kena kepalaku. Si Suho cuma berdecak kesal.
"...Junmyeon..."
Suho kaget. 'kenapa ni anak tiba-tiba manggil nama asli gue?' batinnya. Tapi entah kenapa hatinya senang bukan main.
"Kenapa?"
"...Gapapa. Cuma kaget aja,"
Suho mengelus rambutku, masih dalam posisi berpelukan. "Aelah cuma gara-gara bola aja takut. Dasar penakut," anehnya kenapa aku tidak langsung melepaskan pelukannya? Rasanya nyaman, anget anget gitu. Yah, maklum. Aku sudah lama tidak merasakan pelukan dari seseorang sejak kedua orang tuaku mati. Tak ada yang mau merawatku sejak itu, aku hidup dengan jerih payahku sendiri, sendiri dan kesepian...
"Tao? K-kok lo nangis?" Suho terkejut saat melepaskan pelukannya.
Ah, kambuh lagi kan.
Kedua orang tuaku padahal selalu mengingatkan kepadaku agar tidak menangis jika mengingat mereka kalau sudah tiada.
"Bo-bolanya belum kena lo kan tadi? Lo—"
"Nggak, bukan karena bola kok. Cuma....keinget ortu aja."
Suho terdiam, lalu memelukku lagi.
"...Eh?"
"Lo nangis jelek. Gue gasuka liatnya,"
Aku cuma bisa tersenyum, ternyata holkay berdarah dingin kayak Suho bisa lembut juga. Mungkin aku aja yang salah menilai dia. Aku mengusak kepalaku di dadanya, menyamankan diriku.
"....Thanks, Junmyeon..."
Suho tersenyum. Akhirnya dia bisa berusaha dekat dengan orang yang dia taksir walaupun awalnya ada rasa gengsi. Dia senang semuanya berjalan baik-baik saja. Tak ada hari yang lebih indah di hidupnya disaat kau berpelukan dengan orang yang kau sukai di sore hari yang cerah.
Yah, mungkin hanya untuk saat ini saja.
Suho melepaskan pelukannya, mengusap mata Tao yang sembab dan merah. Tao tersenyum lebar, Suho membalasnya. "Bagaimana kalau kita jajan es krim?" Tao kembali bersemangat dan mengangguk penuh semangat. Akhirnya mereka berjalan ke supermarket dengan perasaan yang menggebu-gebu.
~~
>>>Annyeong! gaada catatan buat sekarang, jadi jangan lupa voment nya uwuwuwuwu
KAMU SEDANG MEMBACA
I Just Want a Normal Life!
Non-FictionHai. Namaku Huang Zi Tao. Cowok asal Qingdao yang pindah ke Seoul karena iseng. Iya iseng. Iseng terima beasiswa. Orang tuaku sudah meninggal saat aku berumur 12 tahun karena kecelakaan. Tidak ada yang mau membiayai hidupku. Lalu seseorang memberika...