Mulanya karena semua terasa sulit. Hingga pada akhirnya dia sadar, caranyalah yang salah mendekati gadis seperti Adiba. Katanya setelah kesulitan akan ada kemudahan. Dan sekarang, mungkin tiba waktu bagi dirinya menerima kemudahan. Semua seolah dipermudah. Gadis berwajah bulat itu pun tidak lagi takut ketika melihat Fairuz mendekat.
"Asal lo gak macam-macam. Inget, jangan sampai bertindak aneh-aneh. Bisa-bisa dia ngehindar lagi dari lo. Dan ...." Iqbal mengacungkan telunjuk kanannya yang kemudian ditempelkan pada dahi Fairuz. "Berhenti mikit hal-hal mesum! Otak lo benerin ini."
"Dih." Tangannya menepis tangan Iqbal. "Gue kagak mikir mesum!"
"Elah, pake ngelak segala."
Dua laki-laki dengan jurusan berbeda memasuki satu gedung fakultas sama. Yang satu sih, jelas akan masuk kelas manajemen perkantoran hari ini. Yang satu lagi, ingin menjalani tugas setiap harinya mendekati calon istri masa depan, katanya.
Terlihat jika Fairuz nggak ada kerjaan lain, atau bahkan terkesan suka membolos, padahal tidak. Terkadang secepat yang dia bisa, cowok itu harus sampai di fakultas ekonomi sebelum jam kuliah Adiba selesai. Jika matakuliahnya yang masuk siang, maka akan sepagi mungkin laki-laki itu datang ke fakultas Adiba. Jika jadwal keduanya kebetulan sama. Mau tak mau dia harus rela tidak bertemu dengan calon istrinya. Seolah sudah tahu persis jadwal harian matakuliah gadis mungil berhijab lebar itu.
Mereka berdua berpisah, menapaki lorong koridor berbeda. Iqbal melangkah ke lantai dua, sementara Fairuz ke kantin untuk mengisi perutmya yang masih kosong. Satu mangkuk bakso sudah dia dapatkan. Matanya kemudian menyapu bangku-bangku kantin untuk dijadikan tempat duduk.
Sudut matanya menangkap satu meja di bagian taman kantin. Bukan tempat itu yang membikin Fairuz tertarik melangkahkan kaki ke arah sana. Tapi, penghuninyalah yang membuat cowok itu tersenyum lebar, kesenangan.
Sembari khusyuk membaca sebuah novel karya penulis yang cukup digandrungi anak muda, mulut kecilnya menyesap kopi panas yang diwadahi gelas kertas. Bola matanya bergerak ke kiri dan ke kanan, tidak terlalu memperhatikan sekitar karena larut dalam buku bacaannya.
Mangkuk yang Fairuz bawa diletakkan di atas meja, membuat konsentrasinya buyar, bubar, kemudian pecah. Kepala yang sedari tadi hanya menunduk, perlahan didongakkan. Adiba meneliti dari baju, tangan, dada, leher, sampai maniknya terkunci oleh manik milik Fairuz.
Senyuman tersungging dari bibirnya, membalas senyum lebar Fairuz yang lalu duduk tanpa permisi lagi.
"Sendirian lagi, Dib?" Tangannya mengaduk kuah bakso.
Adiba mengangguk. "Iya. Nungguin Annisa."
Kemudian cowok itu berseru 'Oh' singkat. "Bentar lagi masuk jam berapa?" tanyanya demi meneruskan obrolan. Padahal Faituz sudah sangat hapal, persis malah pukul berapa gadis ini masuk kelas.
"Oh, bentar lagi pukul sembilan. Antum nungguin Iqbal lagi?"
Kali ini tangan kanannya melambai, sementara mulutnya menyeruput kuah bakso beserta mienya. "Tadi Iqbal ngajak gue bareng ke kampus. Jam gue sih siang, tapi yah itung-itung hemat ongkos jadi gue ikut aja. Sekalian sarapan di sini," kilahnya tanpa celah.
Bibir atas dan bawah perempuan itu membentuk lingkaran menanggapi pernyataan yang baru saja terlontar dari laki-laki di hadapannya.
"Oh, lo mau gak? Gaenak gue jadi makan sendiri," pura-puranya sok manis.
"Ah, enggak. Makasih, saya sudah sarapan tadi."
Demi mencairkan suasana, dan menghabiskan waktu, serta menghilangkan rasa canggung yang masih terlihat jelas pada gadis di depannya ini. Fairuz memutar otak mencari sebuah ropik menarik untuk dibahas.
![](https://img.wattpad.com/cover/148529783-288-k773278.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LDR: Lamar Dulu ke Rumah!
Spiritual#WritingProjectAe Genre: Romance Religi Status: On-going ---------------------------------------------------------------------- Kehidupan menurut Adiba adalah ibadah. Dunia merupakan ladang mengumpulkan pahala. Sedangkan sunnah-sunnahnya adalah nila...