🌸 Bab XII

89 8 0
                                    

"Aw!"

"Sorry, gue gak sengaja."

Tumpahan dari kuah bakso yang panas mengguyuri baju dan tangan kanannya. Si pelaku melirik congkak. Bahkan setelah mengucapkan kalimat tadi, dia langsung berlenggak pergi tanpa mempedulikan perempuan yang sengaja ditabraknya. Semua mata melirik ke arah dua perempuan secara bergantian.

Warung Pak Umang yang awalnya ramai dengan obrolan sana sini, mendadak hening. Mereka menatap kasihan tapi, tak ada niat ingin membantu. Sampai laki-laki yang baru datang ke warung Pak Umang berlari panik ke arah korban.

Mulutnya ternganga begitu melihat kerumunan orang yang hanya memandangi gadis di sana. Dan jika saja tak cepat menghampiri gadis mungil itu, Fairuz yakin Adiba akan meneteskan air matanya karena malu dan takut.

"Apaan pada ngeliatin? Bubar sana!" perintahnya pada semua orang yang ada.

Pak Umang datang membawa serbet dan beberapa tisu agar bisa digunakan Adiba untuk membersihkan kuah bakso yang tumpab pada bajunya. Sedangkan Fairuz berdecak kesal karena tak datang lebih dulu.

"Ini siapa yang numpahin gini, Dib?" tanyanya sambil membantu membersihkan kaki gadis itu setelah berhasil menyeretnya ke luar dari warung.

"S-saya gak hati-hati megang mangkoknya jadi tumpah," ucapnya sedikit bergetar.

Tentu saja Fairuz tidak akan mudah percaya. Cowok itu tahu ketika Adiba sedang berbohong. Nada bicaranya agak gugup, mukanya sedikit panik, dan yang paling dia hafal Adiba akan membuat suara patah pada tulang jari kemarinya dengan menekuk dan menekan satu per satu.

Setidaknya kegiatan menguntit yang pernah dilakukannya, mengenalkan dia pada beberapa sifat gadis ini.

"Ya, udah. Gue anter lo balik ke rumah."

"G-gak usah. Saya naik angkot saja."

Fairuz terikik kecil, meski sebenarnya dia sedikit khawatir. "Iya maksudnya naik angkot, entar juga cuma turun depan gang lo kan? Setelah itu gue pulang sama angkot lain. Gak bakal anter ke dalem, kek biasanya," katanya seraya memasukkan tangan ke dalam saku celana.

Padahal mereka ke sini ingin membahas masalah novel yang dibeli masing-masing kemarin. Dan bertukar beberapa novel lama yang belum dipunya masing-masing. Tapi sepertinya harus tertunda untuk sementara waktu karena kejadian tak diduga ini.

Sepulang dari liburan di Kota Malang beberapa minggu lalu, Adiba dan Fairuz menjadi semakin dekat. Bertukar nomor handphone kala itu sama sekali tidak buruk. Buktinya, dia bisa beberapa kali mengajak Adiba ke toko buku, meski harus datang berempat.

Annisa, teman Adiba yang seolah tidak terima sahabatnya didekati sempat membuat ulah. Dan sialnya hanya Adiba yang bisa membikin gadis itu tenang, asal perempuan mungil itu tetap di sampingnya dan tidak berbicara dengan Fairuz, Annisa bisa dijinakkan.

"Gue sampai sini. Lo beneran gak papa jalan ke dalem sendirian?"

Sembari melipat bagian baju yang terkena kuah, orang yang ditanya mengangguk dan memberikan seulas senyum.

"Serius, Dib? Gue bisa bantu jelasin sama abi lo, atau gendong lo sampai dalem sana juga."

Tentu Adiba tahu jika, itu hanyalah lelucon belaka. Seringnya bertemu dengan Fairuz juga, dia dapat mengikuti jalan pikiran cowok di hadapannya. Dia tertawa. "Enggak, bisa-bisa abi ceramahin kamu tujuh hari tujuh malam."

Dan keduanya tertawa ringan bersama. Mereka tidak tahu jika dari seberang sana, ada seseorang yang sedang mengamati keduanya, hingga pria itu sampai di dekat mereka.

LDR: Lamar Dulu ke Rumah!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang