"Antum masih bisa jalan, kan?" Cewek dengan pashmina motif bunga duduk melipat kakinya di lantai.
"I-iya, gue masih bisa jalan." Sedangkan cowok di hadapannya sudah kikuk setengah mati ketika berhadapan dengan senyum gadis pujaannya.
"Ruz," panggilnya dengan suara lembut. Selembut tissu basseo.
Tubuhnya dimajukan ke depan, terus menangkap mata Fairuz yang hampir habis napasnya karena tertahan oleh derakan jantung yang lebih cepat.
Pipi gadis itu merona, dia terus mencondongkan tubuhnya hingga wajah Fairuz dan dirinya hanya berbatas beberapa senti saja.
"J-jangan gini, Dib. G-gue takut lo gak selemat," ucapnya terbata sambil terus menjauhkan tubuh.
"Ruz ... Ruz ...." Perempuan itu terus memanggil nama Fairuz. Sampai sebuah kertas yang cukup tebal melayang ke kepala cowok dengan hidung mancung yang sedang dia pepet.
"Heh, cecunguk! Bangun lo!" Seketika wajah merona Adiba berubah menjadi kesal, dan berganti muka Iqbal sahabatnya saat ini. "Bangun atau gue siram!"
"Woi, Ruz! Bangun! Udah asyar, salat sono!" Beberapa kali Iqbal membangunkan Fairuz, yang terus memanggil nama gadis yang sempat ia temui beberapa hari lalu.
Seruan dan gumaman aneh yang terus meluncur dari mulut sahabatnya, membikin Iqbal berpikir jika Fairuz sedang memimpikan hal-hal aneh tentang Adiba. Mengingat dia sangat terobsesi pada gadis mungil itu.
Tidak berhasil, cowok berbaju koko putih masuk ke kamar mandinya. Dia membawa satu gayung yang berisikan air, dan menciprat-cipratkannya pada wajah kebo yang mulai tadi tak ada niatan untuk bangun.
"Bangun, kampret! Bangun! Gue guyur pake air baru tau rasa lo!"
Dan benar saja, tidak butuh berapa lama mata hitam itu terbuka sedikit. Dahinya dikerutkan, sementara bibir merah jambunya mengumpat kesal.
"Apaan sih, lo? Ganggu orang aja!" gerutunya masih berbaring di atas kasur, dengan kepala yang sedikit terangkat.
"Apaan sih, apaan sih. Noh liat udah jam berape cantik? Salat sono, atau gue siram pake air la--"
"Iye, iye mak. Gue salat. Elah, ngalahin bunda aja ini orang."
Melompat, laki-laki yang mulai sedikit gendut bergerak culas turun dari kasur. Mimpi indahnya harus sirna ketika, paras cantik Adiba digantikan oleh wajah Iqbal yang hampir tiap hari dia temui.
Tidak seperti hari-hari kemarin. Fairuz yang biasanya hilang dan jarang datang ke rumah Iqbal karena sibuk mengejar Adiba, tiba-tiba menjadi sering menginap. Katanya karena bundanya pergi keluar negeri lagi dan tidak akan pulang dalam waktu dekat.
Fairuz, laki-laki keturunan seperempat arab, memiliki mata tajam namun indah, dengan hidung dan mulut yang terpahat pas menghiasi wajahnya. Orang yang memang dari dulu suka tebar pesona pada semua perempuan dan hobi mematahkan hati gadis-gadis yang memujanya.
Katanya cinta tulus dan murni itu hanya berasal dari bundanya. Dan tidak ada niatan Fairuz percaya pada cinta monyet ciwi-ciwi emesh, karena pada akhirnya dia pasti diperbudak mereka jika sudah ngambek. Lagi, cowok itu tidak merasakan apa pun saat berdekatan dengan perempuan-perempuan yang mengejarnya.
Itu sebabnya dari dulu dia masih memegang predikat raja jomblo, nomor dua setelah bang Raditya Dika. Meski sekarang raja jomblo sudah menikah.
Selesai melaksanakan kewajiban lima waktu, Fairuz dan Iqbal melakukan kegiatan rutin menghabiskan hari dengan bermain game di ruang tengah.
"Bah, kalah lagi gue!" Iqbal berseru gemas. "Lagi, Ruz!" tantangnya semangat.
Namun, berbeda dengan lawannya kini. Dia terlihat lesu meskipun sudah menang beberapa kali. Menunggu respon dari Fairuz yang tak kunjung datang, Iqbal melirik teman di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LDR: Lamar Dulu ke Rumah!
Espiritual#WritingProjectAe Genre: Romance Religi Status: On-going ---------------------------------------------------------------------- Kehidupan menurut Adiba adalah ibadah. Dunia merupakan ladang mengumpulkan pahala. Sedangkan sunnah-sunnahnya adalah nila...