permintaan Den Bagus 2

494 42 16
                                        


"Cukup satu permintaanku .... " ucap Den Bagus dengan raut wajah datar. Alis hitam miliknya bertautan.

Aku menunduk. Melihat mimik mukanya serius. Akh... Jangan-jangan benar kata Aditya, batinku ketakutan. Bunyi jantung berdetak kencang. Menimbulkan keringat dingin membaluri tubuh.

Den Bagus berdehem membuat kepala mendongak.

"Kenapa kamu tegang?" tanyanya membuat aku berkedip, bodoh.

Aku cengir kuda untuk menutupi rasa gugup sambil memlintir-mlintir tepian kaos yang kupakai.

"Kata Aditya..." Aku melirik Aditya di samping. Orang yang aku pandangi malah melengos kasar, "kelak Aden ... Mau menjadikan aku ....istri. "

Saat kata "istri", aku mengucapkan tanpa suara. Bermaksud agar beliau tidak bisa mendengar.

Suasana hening. Hanya detakan jantungku yang memacu kencang. Aku bahkan tak sanggup melihat wajah beliau. Antara takut dan malu.

"Kalau iya, kenapa?"

Deg.

Jantung rasanya berhenti ditempat. Saat aku belum sadar dari rasa terkejut, terdengar suara Aditya berteriak marah.

"Ingat umur, Den!" teriak Aditya dengan muka mengeras. Matanya tajam menungkik dengan mulut menyeringai.

"Maksudmu, aku gak pantas buat Kiranna?" sentak Den Bagus membalas.

Aku tercekik diantara situasi yang panas. Hanya mampu melihat dua wajah yang saling mengitimidasi.

"Sadar diri, dong!" Aditya menatap kesal beliau.

"Ya. Aku sadar aku tampan, berkecukupan lalu apa yang membuat aku tak pantas untuk Kiranna ...."

Den Bagus memandang Aditya sinis. Tangan yang biasanya berkaitan di belakang kini bersendekap di dada.

"Anda tua."

Bluk.

Sebuah kayu kering mendarat di bahu Aditya. Hingga ranting kecil itu patah sangking kerasnya.

Aditya mengaduh kesakitan. Dia tanpa sadar mengumpat kasar.

"Opo ... !" wajah sangar milik Pak Narwi menyeringai. Di tarik telinga Aditya sampai memerah.

"Sakit ... Ayah!"

"Lancang kamu ngomong kasar sama Den Bagus. Dia orang tua ... Tahu!"

Saat kalimat Pak Narwi menyebut "tua", Den Bagus berdehem kecil. Suara Pak Narwi yang tadi kayak auman singa mendadak jadi mlempem.

"Maksudnya usia anda lebih tua...eh! Lebih jauh dari anak edan ini. Biar gak kurang ajar kalau ngomong," Pak Narwi menjelaskan sedikit takut.

"Ki mesti gara-gara bocah wadon kuwi," lirih suara Pak Narwi melirik tajam ke arahku.

Glek. Aku hanya mampu menelan ludah.

"Lha emang tua kok, Yah," sahut Aditya mencoba membelaku.

Tangan Pak Narwi cepat-cepat membungkam mulut Aditya, "Ssttt...bocah edan."

Aditya berkata yang tak dapat dimengerti. Karena mulutnya tertutup tangan ayahnya. Dia sedikit memberontak, melepaskan tangan hitam kekar milik sang bapak.

"Maaf, Den. Anak semprol ini memang minta di tabok bolak balik dia biar waras lagi."

Pak Narwi menyeret tubuh Aditya menjauh, "Ayo ikut Ayah. Biar tak obati dulu pikiranmu agar cepat sadar."

Aditya berontak tapi kalah kuat dibanding tenaga ayahnya. Hanya matanya yang mengisyaratkan kesedihan.

Aku menatap Aditya yang perlahan menjauh. Ada banyak hal yang tak bisa ku ungkapkan saat ini. Entah. Saat Aditya berada di sisi, aku begitu berani. Tetapi aku sekarang sendirian berhadapan dengan Den Bagus. Aku merasa takut berkali lipat.

KIRANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang