Ia seolah kehilangan jiwanya, ia seperti orang yang ling-lung. Raganya hanya seperti ia gunakan untuk bernapas. Seolah seluruh indranya mati rasa.
Ketika seseorang mengajaknya berbincang ia akan meresponnya dengan lambat. Seakan yang mengajaknya berbicara menggunakan bahasa asing yang sulit dipahami oleh otaknya.
Tetapi untuk kesehatan raganya, ia sehat. Tak ada yang salah dengan kondisi raganya itu. Yang salah adalah jiwanya. Seolah ada yang merenggut kewarasan jiwanya, membuatnya kosong. Seperti ruangan kokoh tapi hampa.
Keseharian Jungkook hanya duduk di tepi ranjangnya menghadap jendela yang menampilkan taman rumah sakit tempat ia berlalu lalang. Ia hanya akan diam sambil menatap jendelanya. Ketika seorang perawat yang biasa melihat keadaannya masuk keruangannya, ia akan tetap diam mengamati keadaan luar.
Jika kalian bertanya, kemana keluarganya? Percayalah, keluarganyalah penyebab ia menjadi sepertiini.
Hari selasa dan kamis adalah waktu Jungkook untuk melakukan terapi mentalnya atau sebut saja konseling dengan psikater dirumah sakit itu. Ketika konseling pun Jungkook lebih sering diam dan hanya menggerakkan kepalanya ketika diajak bicara. Lalu, ketika sang psikiater menanyakan apa yang dirasakannya hari ini, Jungkook hanya menatap sebentar sang psikiater lalu menggeleng pelan.
Hari ini adalah hari kamis. Jungkook sudah berada di kursi ruangan tempatnya biasa menjalani konseling. Tapi sang psikiater belum berada di kursinya. Jungkook hanya diam, kepalanya ia tundukkan. Matanya mengamati kakinya yang tebalut sandal rumah sakit.
Cklek.
Pintu ruangan itu terbuka, menampilkan sosok lelaki bersurai coklat lembut. Tubuhnya terbalut dengan kemeja besar berwarna baby blue, kaki jenjangnya terbalut oleh celana kain berwana hitam dan ditubuhnya terlapisi juga oleh jas putih khas seorang dokter.
Ya, lelaki itu adalah psikiater Jungkook. Ia menutup pintu ruangan itu lalu berjalan ke kursi dihadapan Jungkook yang hanya dipisahkan oleh sebuah meja itu. Ia tersenyum melihat Jungkook yang masih menundukkan kepalanya, entah ia sadar akan kedatangannya atau ia hanya pura-pura?.
"Jeon Jungkook-sii? Aku benarkan?" Taehyung berucap kepada sosok lelaki bersurai arang dihadapannya.
Jungkook perlahan mengangkat kepalanya, ia bingung mendapati suara yang berbeda. Walau keadaan Jungkook sangat membingungkan saat ini, tapi ingatan Jungkook sangat tajam. Ia menghapal semua suara orang-orang yang pernah berbicara kepadanya. Suara setiap perawat yang memeriksanya ia tau termasuk suara sang psikiater yang biasa berbicara dengannya, ia hafal.
Jungkook terpana. Entah mengapa, ketika ia melihat tatapan sang psikiater yang tertuju padanya menghantarkan perasaan tak asing dalam dadanya. Seperti perasaan sesak yang dalam, tapi semacam ia sangat ingin terus berada disisi sang psikiater. Rasa ini seperti perasaan yang pernah ia rasakan pada masa lalunya. Tapi, ia tak tau apa itu.
"Aku Kim Taehyung, mulai sekarang aku yang akan menemanimu konseling" lelaki bernama Kim Taehyung itu menampilkan senyum yang amat manis kepada Jungkook. Tapi, jika kalian teliti lagi pada manik coklat Taehyung terdapat kilauan seperti menahan rindu yang mendalam.
Dan saat itu juga, Jungkook seperti mendapati satu warna perlahan masuk kedalam jiwanya.
-end
Haii!!! Gimana kabar kalian? Semoga baik selalu ya[] panjang ya chapter kali ini hoho :v hayo ada yang tau gak mamas jungkook kenapa? Terus dedek taehyung siapanya jungkook? Trs apa yang keluarganya mamas lakuin? HAHAHA SILAHKAN MAINKAN IMAJINASI KALIAN GENGSS!!! Bebas kalian mau bikin spekulasi apa :v ehe makasih sudah mampir~ jangan bosen ockayy!!! dan kalo kalian berkenan yuk mampir ke book aku yg satu lagi ehe💜 (((vomment juseyo~💕)))
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.