chapter 1 : tidak terkira

1.4K 25 2
                                    

*Author POV*

Tik...tik...tik...

Sebuah suara jam terdengar dari arah kamar seorang gadis yang bernama Gabriella Petterson, anak pertama dari Hellena dan Jack Petterson. Gabriella atau biasa di panggil Ella kuliah di tempat yang tidak terlalu terkenal sama sekali. Banyak pelajar yang mengira Ella seperti penjaga perpustakaan, tapi kenyaatannya Ella lebih memilih membaca buku novel ketimbang membaca buku perpustakaan yang tebalnya tidak terkira--bukan berarti dia membenci buku pelajaran hanya saja dia malas membaca buku yang tidak terlalu dibutuhkan dalam mata kuliahnya. Dia tidak terlalu tertarik dengan dunia nyata karena menurutnya kenyataan adalah sebuah penderitaan yang tidak akan ada hentinya--mungkin karena faktor dirinya yang selalu ditindas ditempatnya belajar dulu membuat dia trauma akan kenyataan dunia ini.

Kringggg...

"Uhm...shit!" Ella mengerang begitu mendengar bunyi alarm laknat yang membuat dia harus mengakhiri mimpi indahnya dengan sang pangeran hayalan.

Selanjutnya dia pergi ke kamar mandi setelah mengatakan kalimat 'Selamat pagi dunia yang kejam' yang dia lakukan setiap hari dan begitulah setelahnya sampai akhirnya Ella turun dari lantai kamarnya untuk sarapan bersama keluarga tercinta.

"Kenapa kau begitu lama sekali, kau tidak ingat kalau hari ini ada kuliah pagi anak manja!" Kata seorang pemuda yang umurnya di bawah Ella sekitar 2 tahunan (mungkin). Pemuda itu menunggu Ella di meja makan dengan bertopang dagu.

"Perkataan yang sangat sopan sekali anak muda, kau membuatku kehilangan selera makan!"  Ella membalas komentar pemuda itu dengan sinis yang tak lain dan tak bukan adalah adiknya bernama Lucky Petterson atau biasa di panggil Ella Luckyluck karena memang dia selalu beruntung sekitar 70% dari kesialan yang diterima, tapi bukan berarti Lucky selalu mengandalkan keberuntungannya--di sekolah dia selalu mendapat juara satu dari hasil otaknya yang jenius. Ella duduk di kursi makan yang tersedia.

"Terimakasih atas pujiannya Tuan Puteri, sebelum itu kau harus jaga  omongan mu ketika berbicara dengan orang lain" Balas Lucky lebih sinis--seperti biasa adiknya tidak ingin mengalah dengan Ella.

"Ya sudah kalau begitu aku pergi, bye!" Daripada memperpanjang masalah, Ella lebih memilih menghindar karena Ella tahu kalau perdebatan ini terus dilanjutkan hanya akan memboroskan waktu untuk pergi ke kampus-nya. Ella berdiri sambil menggebrak meja tapi ditahan oleh Lucky.

"Sebelum itu kau harus menghabiskan sarapanmu, kau memang tak pernah menghargai usahaku memasak makanan ini untukmu!" Kata Lucky--Ella baru sadar kalau Orangtua-nya sedang pergi ke luar kota karena masalah pekerjaan, jadi hanya ada Lucky dan Ella dirumah. Dan ada satu hal yang harus Ella ketahui kalau yang memasak makanan hanya Lucky seorang karena Ella memang payah dalam hal memasak atau bahkan dia tidak bisa memasak.

"Lebih baik aku bawa untuk bekal saja nanti!" Ella lalu mengambil wadah kotak makan  di dapur lalu memasukkan makanan-nya ke dalam kotak tersebut, lalu Ella pamit pergi kepada Lucky.

"Aku pergi, bye!" Sebelum Ella balik badan, Lucky menarik tangan Ella lalu mengecup pipi Ella dengan lembut secara bergantian , membuat Ella membeku ditempatnya.

"Hati-hati kakakku tersayang, jangan pernah kau membawa laki-laki ke dalam rumahku!" Lucky menatap Ella dengan tajam lalu tersenyum sinis sedangkan Ella hanya melongo tidak jelas dengan kelakuan dan perkataan adiknya, tapi tak bisa dipungkiri kalau Ella terpesona dengan ketampanan adiknya yang tidak biasa--tidak heran jika Lucky terkenal di sekolahnya.

"..." Ella hanya mengangguk dan pergi, sebelum pergi Ella mendengar suara Lucky.

"Bye-bye sayang, love you muach" Lucky tertawa dan akhirnya melanjutkan sarapannya yang tertunda.

Eveylyne's BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang