chapter 8 : menjengkelkan

523 19 0
                                    

*Alex POV*

Kurasakan sesuatu yang menyentuh rambutku, aku mengangkat kepalaku dan membuka mataku, begitu aku mengucek mataku aku dikejutkan oleh dia yang ternyata memandangku dengan dahi berkerut--aku yang terbangun pun malah bingung dengan ekspresinya.

"Apa?" Kataku begitu dia hanya diam saja sambil mempertahankan ekspresinya yang menyebalkan itu.

"Kenapa kau masih ada disini?" Katanya yang sukses membuatku mengangkat alis tinggi-tinggi karena cara bicara bodohnya atau dia yang memang pikun seperti nenekku.

"Kurasa kau perlu ke rumah sakit, oh ayolah kau masih muda dan sudah pikun akut--apa itu leluconmu yang gagal membuatku tertawa?" Aku mulai jengkel dengan tingkah bodohnya, apa aku harus bermeditasi agar bisa menjauh dari anak ini.

"Eh apa iya? hehehe maaf aku lupa." Dia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal--dasar kebiasaan.

"Sudahlah, ayo kita pulang atau kau mau disini sampai pagi?" Kataku sedikit tak sabaran sambil melihat jam tangan yang sudah menunjukan pukul 7 malam 'lama sekali dia jika sedang tidur?'  Kata batinku heran.

"Iya, sabar sedikit bisa tidak?" dia beranjak dari kasurnya lalu memakai alas kakinya dan tidak lupa dia memakai kacamatanya, padahal dia begitu cantik jika tanpa kacamata, eh apa yang ku katakan? Sadarlah Alex.

Setelah itu aku dan dia pergi ke ruang dokter untuk berpamitan kepada dokter Alice--dokter yang bekerja di tempat kuliahku sebagai dokter klinik yang sudah bekerja selama 2 tahun lamanya. Dan hanya dia yang kenal dekat denganku, sementara yang lainnya tidak terlalu dan bahkan aku menganggap mereka sebagai pengganggu.

"Nak jika kamu sakit lagi segera perintahkan Alex untuk membawamu ke sini ya?" dokter Alice berkata dengan senang, apa aku salah dengar atau dia yang memiliki daya tarik yang kuat sehingga membuat dokter itu sangat cerewet, biasanya dokter Alice hanya menanyakan perihal dunia kesehatan saja dan dia jarang berbasa-basi. Aku mendelik jengkel, bisakah kalian tidak membuatku menggeram seharian ini.

Kulihat dia hanya mengangguk dan mengucapkan terimakasih dengan senyum manisnya yang tulus itu, betapa lucunya dia--uh jangan lagi Alex.

"Sampai jumpa dokter." Kataku sinis sambil memandangnya sebal dan dia hanya nyengir setan--dasar tante menyebalkan. Aku lalu menarik dia menuju tempat parkir--betapa kosongnya halaman parkir sehingga tak akan ada yang bisa mencuri mobilku karena gelapnya malam membuat mobilku tidak terlihat.

Aku menemukan mobilku setelah terdengar bunyi bip bip, rasanya aku seperti pencuri kecil yang tidak mempunyai uang untuk makan dan hei apa hubungannya itu. Aku membuka pintu mobilku lalu masuk dan dia malah terdiam, entah bingung harus bagaimana.

"Apa yang kau tunggu? ayo masuk!" Perintahku dan dia masih memasang wajahnya yang membuatku jengkel lagi, kenapa kau tidak memasang wajahmu yang manis itu.

"Tapi...kau tidak keberatan?" Tanyanya kikuk, sekilas dia mirip seseorang yang aku kenal.

"Cepat masuk!" Kataku menggertak lalu dia masuk dengan terburu-buru, memasangkan sabuk pengamannya dan wajahnya memandang ke depan. Setelah itu, aku memajukan mobilku dengan kecepatan penuh. Selama di perjalanan tak ada perbincangan yang terjadi diantara kami, yah mungkin gara-gara aku mengertaknya tadi tapi syukurlah aku bisa tenang.

Begitu sampai di rumahnya dia bertanya padaku.

"Kenapa kamu tahu alamat rumahku?" Tanyanya penasaran sambil memandangku. Kami turun dari mobilku, kulihat rumahnya yang memang aku sudah tahu dari awal.

"Karena aku tidak sebodoh yang kau kira, tentu saja aku tahu sebab aku di beritahu oleh teman-teman sekelasmu." Kataku santai. Walaupun sebenarnya aku sudah tahu rumahnya karena aku pernah kesini sebelumnya.

Eveylyne's BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang