5

104 18 4
                                    


Pria berkeringat itu masih asyik menendang benda berbentuk lonjong didepannya. Bahkan tidak terusik dengan kehadiran wanita yang sangat dicintainya. Seorang wanita berseragam OSIS itu mengambil posisi duduk di tribun penonton. Hal yang tak pernah dibosannya adalah melihat dan menunggu kekasihnya itu latihan Taekwondo. Entah kenapa kekasihnya teramat mencintai olahraga yang Ia anggap 'menyakitkan' itu.

Suara dering ponsel memecah konsentrasi nya yang sedang melihat pria itu bermain dengan 'si lonjongnya'.

Navya.

Nama itu tertera sebagai pengirim pesan. Nama yang tidak asing lagi didengarnya. Pria nya itu selalu menceritakannya tentang Navya. Tentang kisah persahabatan yang katanya sudah sejak mereka masih kecil. Ia tak pernah masalah dengan hal itu, karena sejauh ini Ia percaya bahwa pria nya teramat mencintainya dan yakin bahwa tidak akan meninggalkannya.

"Tan, ada whatsapp dari Navya." Ia melambaikan ponsel hitam milik pria itu.

Pria itu menghentikan permainannya. Mata hitam pria itu yang sangat disukainya seakan bertanya,

"apa?"

Ia tersenyum dan beranjak mendekati pria nya yang masih memandangnya bingung sambil membawa sebotol air mineral dingin favorit pria nya.

"Ini lho. Navya nge-whatsapp kamu." Tangannya terulur memberikan ponsel pria itu. Terlihat sorot terkejut dari pria nya saat mendengar nama Navya yang disebutnya.

"Seriusan?" sambil bertanya pria itu meraih ponselnya sesaat sebelumnya pria itu mengeringkan keringatnya dengan handuk kecil yang dibawanya.

Sebagai jawaban, wanita itu mengangguk.

Assalamualaikum Sultan. Nav nggak enak badan. Bisa anter Nav pulang gk? Navya.

Pesan whatsapp dari Navya sukses membuatnya kaget. Dalam sejarahnya Navya punya ponsel, baru ini kali pertamanya dia mengiriminya pesan. Sultan segera meraih seragam OSIS nya yang tergeletak diatas tas nya dan langsung memakainya dengan tergesa.

"Mau kemana?" Tanya kekasihnya yang sedari tadi memperhatikan segala pergerakannya.

"Sakura, maaf ya. Kali ini aku nggak bisa anter kamu pulang. Nav sakit, aku harus anter dia pulang. » tercetak jelas kekecewaan dari wajah putih Sakura saat mengetahui Sultan lebih memilih mengantar Navya ketimbang dirinya.

"Nav sakit apa ?" tanyanya. Bagaimanapun juga, orang terpentingnya Sultan juga akan menjadi bagian terpentingnya. Ia rela jika Sultan lebih memilih mengantar Navya karena hubungan keduanya pasti lebih erat daripada hubungannya dengan Sultan yang baru jalan dua tahun.

Wajar jika Sultan sangat mengkhawatirkan keselamatan 'sahabat' nya kan ?

"Aku nggak tahu dia sakit apa. Yang jelas aku nggak bisa biarin dia pulang sendiri. Kamu mau aku pesenin taksi ?" ujar Sultan. Sekarang pria itu sudah bersiap dengan motornya.

"Nggak usah. Aku naik angkot aja. Udah sana, keburu Nav nunggu nanti." Balas nya.

"Nanti kabari aku kalau kamu udah nyampe rumah ya. Hati hati dijalan. Sekali lagi maaf ya." Pria itu meraih kepalanya dan mencium singkat dahi nya. Rutinitas pamitan, kata Sultan dulu padanya. Ia juga beranjak untuk pulang setelah tubuh Sultan benar-benar sudah tak terlihat olehnya.

**

"Saya nyari siswi namanya Navya, pak." Ucap Sultan pada pak Rozak yang berjaga dipos satpam. Setelah memarkirkan motornya dengan tergesa Ia mengikuti langkah pak Rozak yang mengantarkannya ke ruang UKS. Sesampainya di UKS, Ia mendapati Navya yang sedang berbaring dengan ditemani beberapa temannya.

Stay WeirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang