"Bukan aku yang cemburu, tapi Allah yang cemburu."
Dengan santainya Navya mengatakan sederet kelimat yang sukses membuat Sultan melonjak kaget. Telinga Sultan cukup peka untuk hal-hal yang berbau keagamaan, terlebih menyangkut tentang Tuhannya.
"Maksud lo?" Sultan ingin memastikan bahwa yang didengarnya dari Navya barusan adalah salah.
Navya melempar seulas senyum, "Kamu beneran nggak tau atau cuma pura-pura nggak tau sih?"
Sultan mendengus kesal, "Kalau gue tau, ngapain gue nanya ?"
Navya dibuat terkekeh kecil, "Gini ya Sultan, kalau kamu pacaran nanti Allah cemburu sama kamu. Masa cintanya Allah kamu bagi dua buat pacar ?"
Sultan nampak bingung. Oke, ternyata Sultan benar-benar tidak paham. Bagaimana mau paham, mengerti saja tidak kan?
"Sultan, Allah melarang kamu buat punya pacar. Boleh nya punya istri, bukan pacar." Kali ini Navya mencoba menjelaskannya dengan bahasa yang mungkin akan 'lebih' mudah dimengerti oleh Sultan.
"Gue masih sekolah. Ya kali kalau gue nikah, Nav." Celetuknya. Navya lagi-lagi tersenyum.
"Putusin dia, Tan. Titipin dia sama Allah. Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Lagian ada banyak cara lain buat mewujudkan cinta kamu sama dia tanpa dengan pacaran." Jelas Navya.
"Sultan, Allah kasih kamu rasa cinta buat kamu kasih kepada mereka yang mencintai kamu juga. Contoh—" pembicaraan Navya dipotong Sultan secara sepihak, "Pacar gue juga cinta sama gue kali, Nav."
Navya mendengus, "Kalau ada orang ngomong jangan dipotong sepihak gitu dong. Nggak sopan." Gerutu Navya. "Cewek itu butuh dihargai. Dan cara menghargainya itu dengan menikahinya. Bukan memacarinya."
"Yang penting gue nggak zina." Sultan masih mencoba membela dirinya.
"'dan janganlah kamu mendekati zina, karena zina itu kotor dan seburuk-buruknya jalan.' Itu dalil nya kalau kamu mau tau."
"Kamu masih harus banyak belajar, Tan." tangan Navya memegang bahunya. "Aku mau buka les keagamaan khusus buat kamu. Tiap sore jam 5 aku tunggu di rumah, oke? Tenang aja, gratis kok special buat anak sulung Bunda." Ujar Navya sebelum gadis itu benar-benar meninggalkannya sendiri diruang tengah.
**
Ziyad masih terpaku didepan laptop sedang Mahesa sibuk memasukkan bola basket ke dalam ring. Teras belakang rumah Ziyad yang luas memang didesain dengan rumput pasang yang memenuhi setiap penjuru. Disana juga disediakan ring basket untuknya. Kata Mama biar kalau Mahesa menginap disana bisa lebih betah.
Mahesa ngerasa hampa kalau sehari aja nggak megang bola basket.
Ucapan Mahesa itu selalu terngiang dibenak Mama. Makadari itu, Mama meminta Abi memasangkannya untuk Mahesa.
"Bro," ucap Mahesa. Merasa dipanggil, Ziyad pun menoleh.
"Menurut lo, cewek yang jilbab nya besar itu cewek nya kayak gimana?" Ziyad mendelik tidak percaya. Bukan Mahesa namanya jika Ia menanyakan seputar wanita.
"Kita nggak bisa menilai orang cuma dari penampilannya." Balas Ziyad santai. "Kenapa ?" Ziyad penasaran mengapa Mahesa tiba-tiba bertanya seperti itu.
"Nggak, cuma lagi heran aja." Mahesa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Nggak biasanya nanyain begituan." Ziyad tersenyum jail, "Lo lagi naksir cewek apa gimana?" mendengar itu Mahesa bergidik seraya menggeleng.
"Apaan sih, ga ada begitu-begituan. Kata lo dosa, gimana sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Weird
SpiritualKita memang selalu memiliki rencana. Terutama akan masa depan hidup. Tapi, bukankah semua sudah tertulis di Lauhul Mahfudz-Nya jauh sebelum kita diciptakan? Allah menentukan takdir, namun Allah memberi kesempatan kita untuk bisa merubahnya. Sekali l...