Menangis memang tak ada guna. Tapi setidaknya, itu akan membuat hati terasa lebih lega.
-Athala Taleetha-
Sudah tiga hari berlalu setelah kejadian tawuran itu terjadi. Namun, nampaknya tak banyak hal yang berubah antara Athala dan Galang, mereka tetap menjalani hari dengan penuh pertengkaran seolah mereka adalah musuh bebuyutan yang takkan pernah bersatu. Karena sepertinya, Athala memilih untuk melupakan kejadian tiga hari lalu, atau justru Athala masih mengingatnya tapi bersikap seolah semua itu tak pernah terjadi. Entahlah, Galang sendiri tak mengerti dengan sikap Athala, atau justru yang Galang tak mengerti adalah... perasaannya?
Galang menghembuskan napas kasar, ia kira setelah hari dimana tawuran itu terjadi, semua akan berubah, tentang perasaannya dan juga hubungannya dengan Athala. Nyatanya, Galang tak dapat berharap banyak atas itu, karena semua yang Galang harap untuk terjadi hanyalah ilusi semata.
Dan selama tiga hari ini, yang Galang lakukan berbanding terbalik dengan hatinya. Saat hatinya berkata iya pikirannya justru berkata tidak. Seperti saat ini, saat Galang melihat Athala tengah duduk menyendiri ditaman dengan kepala yang ia sembunyikan dalam lipatan tangannya. Sekali lagi, saat hatinya mengatakan bahwa ia harus menghampiri Athala, pikirannya justru membawa langkah kakinya untuk menjauh dari gadis itu.
Gadis yang tiga hari ini nampak kelihatan murung dan lebih banyak menyendiri. Galang tak tahu masalah apa yang sedang gadis itu hadapi, dan seberat apa masalahnya hingga membuat gadis yang selalu terlihat ceria dan tak segan-segan untuk menampilkan senyumnya itu kini tampak terlihat murung dan tak bersemangat.
Sekali lagi Galang menghela napas panjang, sebelum kakinya melangkah menuju kantin untuk bergabung bersama ketiga sahabatnya. Ya, saat ini waktu istrirahat tengah berlangsung, dan jika biasanya ia akan merasa senang dan bersemangat karena terbebas dari jam pelajaran, justru tidak untuk hari ini.
Ia tak mengerti apa yang terjadi, ia jadi tak bersemangat karena tahu Athala berubah, tak seperti biasanya. Dan untuk pertama kalinya, Galang merasa menyesal karena sudah meninggalkan gadis itu sendirian ditaman. Semua pertanyaan kini berkecamuk dalam pikirannya, dan yang membuat Galang tak habis pikir, semua pikiran itu tentang Athala. Apa yang terjadi pada Athala? Apa dia baik-baik saja? Dan, apakah ia sudah makan? Semua pertanyaan itu terus terngiang dan terputar dalam pikirannya, seakan memohon untuk dijawab.
Dan lamunannya terbuyar, tatkala panggilan Denis menyapa indra pendengarannya, segera Galang mendongak dan menuruti apa yang tadi Denis katakan, yaitu menyuruhnya untuk bergabung bersama mereka.
"Kenapa lo?" Pertanyaan itu berasal dari Rey yang kini tengah menatapnya dengan kening yang berkerut.
Tatapan dari kedua sabahatnya kini Galang dapatkan, mereka menunggu jawaban yang akan Galang katakan. Dan jawaban yang Galang berikan justru hanyalah sebuah gelengan kecil.
Riko menganggukkan kepalanya, dan kini mengambil alih untuk bertanya pada Galang. "Em.. Gal, lo ngeliat Athala gak sih. Kok gue jarang liat dia dikantin?"
Nama itu, nama yang sebisa mungkin sedang Galang lupakan kembali tersebut dan membuat ia kembali memikirkannya. Beruntung jika Riko adalah sahabatnya, karena jika tidak, bisa dipastikan Riko sudah mendapat bogem sayang dari Galang saat ini juga.
Galang menatap ketiga sahabatnya bergantian lantas mengangkat bahunya acuh. "Gak tau, ngapain lo nanyain dia?" Galang berusaha mengatur nada bicaranya agar tak terdengar sinis.
"Ya gapapa, tumben aja lo gak jahilin dia, biasanya kan kantin rame sama suara teriakannya Athala, karena lo selalu gangguin dia." Riko memutar bola matanya malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Athala
Genç Kurgu"Cinta tak pernah salah. Namun cinta, tak selalu indah." ___________ Baru kali ini Athala menemui cowok yang bener-bener nyebelin seperti Galang. Dia usil, dan super-jahil. Bagi Athala, tak ada yang menarik dari Galang, kecuali tampang ganteng...