1O|

650 67 13
                                        


Loey menggedong Jiyeon memasuki rumah itu. Para pelayan tampak sibuk menyiapkan segala sesuatunnya, suasana begitu sibuk tidak kelihatan kalau sekarang sudah dini hari.

Lelaki itu mendudukkan Jiyeon di ranjangnya yang berseprai satin, lalu memberikan beberapa instruksi kepada para pelayannya.

Setelah air panas dan perban serta obat-obatan lain diletakkan, para pelayan melangkah pergi dan meninggalkan Jiyeon sendirian di dalam kamar bersama Loey.

Jiyeon terdiam, berusaha menggenggam jari-jarinya yang gemetaran. Dia masih mengenakan jas Loey yang diselimutkan di bagian depan dadanya, menutupi pakaiannya yang robek. Dia sangat ketakutan, usaha pemerkosaan yang dilakukan Daniel telah menguras seluruh emosinya kemudian pemandangan mayat Daniel yang bersimbah darah dengan mata dan ekspresi terkejut akan selalu menghantuinya. Ditatapnya Loey dengan pandangan ragu.

“Apakah kau akan membunuhku?”
Loey hanya tersenyum misterius dan kemudian bergumam tenang. “Buka jas itu.”

Jiyeon langsung berjingkat dari ranjang, terkejut. Apakah dia dilepaskan dari mulut buaya hanya untuk masuk ke kandang harimau yang lebih ganas? Apakah lelaki itu akan memperkosanya?

Digigitnya bibirnya. Dia tidak akan menyerah kepada Loey, membiarkan lelaki itu menguasainya dengan mudah.

“Tidak.” Jawabnya dengan menantang.

Loey mengangkat alisnya, “Keras kepala, padahal kau begitu lepas. Buka jas itu.”

“Tidak!” suara Jiyeon makin keras, dia benar-benar ketakutan.
“Aku tidak akan memperkosamu. Aku tidak tertarik dengan perempuan yang acak-acakan setelah dipegang lelaki lain dan terluka di mulutnya, tidak akan enak untuk dicium.” Loey tampak tidak sabar, “Biarkan aku melihat lukamu.”

Jiyeon gemetar. Aura menakutkan itu masih ada, memancar jelas dari tubuh Loey. Benarkah lelaki itu akan melakukannya? Ataukah lelaki itu akan memperdayanya?

Loey mendekatkan meja yang berisi baskom air hangat, obat-obatan, kapas, perban dan beberapa obat luar lainnya ke dekat ranjang. Kemudian dia menarik kursi, duduk tepat di depan Jiyeon yang terduduk di tepi ranjang. Matanya menatap tajam, memaku Jiyeon di tempat sehingga Jiyeon tidak bisa berbuat apa-apa ketika Loey melepaskan jas yang melindungi buah dadanya yang terpampang jelas karena pakaiannya yang robek.

Otomatis Jiyeon langsung menutupi buah dadanya. Tetapi Loey mencengkeram pergelangan tangannya lembut dan menyingkirkan tangannya ke samping tanpa kata. Pipi Jiyeon memerah ketika telanjang dada di depan Loey. Tetapi lelaki itu tampaknya tidak tertarik dengan pemandangan ranum buah dadanya. Matanya terpaku pada bekas cakaran dan goresan yang menimbulkan bilur-bilur merah di pundak Jiyeon. Dengan seksama Loey meraih pergelangan tangan Jiyeon, memeriksa memar-memar kemerahan yang beberapa mulai membiru dengan mengerikan di sana.

Lelaki itu lalu menggunakan jemarinya untuk mengangkat dagu Jiyeon. Memiringkan bibirnya agar terkena sinar lampu sehingga lukanya terlihat jelas.

Sejenak suasana hening. Tetapi aura kemarahan terasa kental. Memenuhi ruangan, membuat suasana menjadi menakutkan. Lelaki itu menggertakkan gerahamnya sambil mengamati luka-luka Jiyeon. Kemudian terdiam lama seolah mencoba menahan diri.

Lalu dalam keheningan pula Loey mengambil kapas dan mencelupkannya ke dalam cairan alkohol antiseptik kemudian mengusap bilur-bilur kemerahan yang sedikit berdarah di pundak Jiyeon. Jiyeon mengerang atas sentuhan pertama kapas itu. Tetapi Loey memperlembut gerakannya,
“Shhh….” dia berbisik pelan, mencoba menenangkan Jiyeon ketika sekali lagi dia mengusap bilur-bilur itu dengan cairan alkohol dan antiseptik, membersihkannya. Jiyeon mengernyit merasakan pedih di kulitnya ketika proses itu. Kemudian lelaki itu mencelupkan kapas di air hangat dan menggunakan jemarinya sekali lagi untuk mengangkat dagu Jiyeon, dengan gerakan lembut tetapi pasti, diusapnya luka bekas tamparan Daniel di ujung bibir Jiyeon.

From The Darkest SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang