O4|

679 91 18
                                    

Pagi itu diawali dengan teriakan histeris seorang pelayan dan kemudian semuanya berjalan dengan begitu membingungkan bagi Jiyeon.
Dia terbangun karena teriakan itu, dan langsung keluar kamar, mencoba mencari tahu apa yang terjadi. Di pintu, dia berpapasan dengan Chanyeol yang sepertinya terbangun juga oleh jeritan itu, bersama-sama dengan beberapa pelayan lain mereka melangkah ke arah jeritan dan keributan yang mulai terdengar.

“Apa-apaan ini?” Chanyeol melangkah di depan Jiyeon, jelas sekali jengkel dengan keributan yang mengganggu tidurnya. Lalu di ujung tangga langkahnya mendadak terhenti hingga Jiyeon menabrak punggungnya.

“Oh Tuhan! Tidak—” Chanyeol berusaha mencegah Jiyeon menengok, “Jangan lihat “

Tapi Jiyeon sudah terlanjur melihat, di bawah sana, di ujung paling bawah tangga, ibunya terlentang dengan posisi aneh. Tangan dan kakinya patah, mencuat ke arah yang berlawanan, darah menggenang di belakang kepalanya, di mulutnya, di wajahnya, di dagunya hingga membasahi gaun tidur putihnya dan matanya melotot. Penuh dengan ketakutan.

Tubuh Jiyeon langsung lunglai, hingga Chanyeol harus menopangnya.
“Telepon polisi“ Jiyeon lamat-lamat mendengar suara Chanyeol memberi perintah kepada beberapa pelayan yang mulai berkerumun, “Panggil dokter!” perintah Chanyeol lagi lalu kemudian kesadaran Jiyeon menghilang.

***
Jiyeon terbangun di kamarnya dengan dokter membungkuk di atasnya, memeriksanya, tampak lega ketika melihat dia sadar.

“Dia sudah sadar Tuan Chanyeol”
Lalu Chanyeol mendekat, tampak pucat dan cemas.

“Kau tidak apa-apa?” kecemasan tampak jelas di matanya, emosi pertama yang dilihat Jiyeon dari Chanyeol sejak perkenalan pertama mereka.

“Tiffany….” suara Jiyeon menghilang.
Chanyeol menggenggam kedua tangan Jiyeon, tampak sedih.

“Aku menyesal Jiyeon, aku sangat sangat menyesal. Aku tidak tahu kenapa semua ini bisa terjadi, polisi ada di bawah dan menurut mereka Tiffany terpeleset di tangga, mungkin dia mengantuk, aku—” suara Chanyeol tampak tertelan, “Aku— menyesal Jiyeon”

Jiyeon mengamati kesedihan di mata Chanyeol dan air mata mengalir di matanya.

Ibunya telah tiada. Seberapapun buruknya hubungan mereka berdua, Tiffany tetap ibunya, dan Jiyeon masih selalu menyimpan harapan kalau suatu saat nanti ibunya akan mencintainya. Sekarang Tiffany telah tiada, dan harapan Jiyeon seolah-olah dipadamkan dengan kejam.

Tangis Jiyeon muncul, semula hanya isakan pelan tapi makin lama makin keras tak tertahankan, dan Chanyeol langsung memeluknya menenangkannya. Mereka berdua berpelukan dalam kesedihan.

***
Chanyeol melangkah memasuki kamarnya, letih. Jiyeon sudah tidur, dokter terpaksa memberikan obat penenang karena Jiyeon tidak henti-hentinya menangis.

Polisi sudah membawa jenazah Tiffany ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Para pelayan langsung bergerak cepat dengan instruksi Kyungsoo, karpet yang penuh darah langsung diganti dan disimpan bersama barang-barang lain yang diminta, untuk diserahkan kepada pihak kepolisian. Selain itu semuanya di bersihkan, barang-barang Tiffany yang masih tersimpan di kamarnya dibereskan dan dikemas dalam satu kotak. Dalam sekejap rumah itu sudah tampak seperti semula, seolah-olah tidak ada yang mati beberapa saat lalu di sana.

Sedikit masalah dengan wartawan, Chanyeol mengernyit. Mereka langsung berbondong-bondong mencoba mencari berita, seperti semut merubungi gula. Tapi pengamanan rumahnya yang ketat menyebabkan wartawan-wartawan itu hanya tertahan sampai pintu gerbang. Chanyeol hanya mengizinkan wartawan yang memperoleh kualifikasi dari kepolisian untuk meliput TKP.

Sekarang Chanyeol berdiri di depan cermin mengamati wajahnya dengan tajam.

Sosok di cermin itu tersenyum kejam, sedikit mengejek, sosok Loey,
“Bravo! Akting yang sangat hebat Chan” gumamnya lambat-lambat penuh tawa.

From The Darkest SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang