14|

295 29 4
                                    


Ketika Jiyeon terbangun di pagi harinya, dia dipenuhi perasaan yang tidak enak. Mimpi itu lagi, mimpi pertemuannya dengan Loey, dan kemudian lelaki itu berbisik bahwa dia adalah milik Loey.

Jiyeon bergidik ngeri. Kenapa dia memimpikan Loey lagi? Apakah diam-diam lelaki itu menjadi kuat dan mengirimkan pesan melalui mimpinya? Jiyeon meraba samping ranjangnya dan menemukan ranjangnya kosong. Chanyeol sudah tidak ada di sana. Dia bergegas bangun dan melangkah ke kamar mandi.

Perutnya terasa mual. Jiyeon melangkah ke arah wastafel dan menggosok gigi tetapi tidak bisa menahan rasa mualnya dan muntah-muntah di sana. Setelah selesai dia menyalakan keran air keras-keras dan menyiramkan air ke mukanya. Jiyeon lalu membuka pakaiannya dan melangkah ke pancuran air hangat, dia menyalakan keran pancuran dan membiarkan hempasan air hangat menimpa tubuhnya, melemaskan otot-ototnya.

Tubuhnya terasa pegal. Pegal yang nikmat. Percintaannya dengan Chanyeol begitu menggebu-gebu dan memuaskan. Chanyeol seolah tidak ada puasnya menyentuh Jiyeon. Ketika mereka tertidur dan tanpa sengaja tubuh mereka bergesekan pun, lelaki itu akan terbangun dan menggoda Jiyeon dengan penuh gairah, membangunkannya dan mereka akan bercinta lagi. Jiyeon mengelus perutnya yang mulai membuncit. Di dalam ada bayinya, buah cintanya dengan Chanyeol. Chanyeol bilang dia akan menjaga Jiyeon dan bayinya, jauh dari jangkauan Loey. Tetapi benarkah Loey semudah itu dikalahkan?

Perasaan gelisah yang aneh menyergap Jiyeon, membuat dadanya terasa sesak. Mimpi itu, mimpi di mana Loey mengatakan bahwa Jiyeon adalah miliknya terngiang-ngiang jelas di benaknya. Jiyeon merasa takut, takut kalau Loey benar-benar melaksanakan apa yang dikatakannya.

***
Jiyeon turun menuju ruang makan dan menemukan Chanyeol sedang berbicara dengan pria yang dipanggil Loey dengan nama Seungwoo, sejenak wajah Jiyeon pucat pasi, masih segar di dalam ingatannya ketika Seungwoo waktu itu berdiri di rumah Daniel dan kemudian Loey menyuruhnya membereskan mayat Daniel. Lelaki itu jelas biasa-biasa saja melihat Loey membunuh seseorang, jadi dia pasti orang kepercayaan Loey, bukan Chanyeol. Kenapa Chanyeol berbicara kepadanya?

Mata Chanyeol melirik ke arahnya, lalu sedetik kemudian menatap ke arah Seungwoo dengan dingin.
"Kurasa sudah selesai Seungwoo, kau boleh pergi."

Seungwoo membalikkan badan dan langsung berhadapan dengan Jiyeon yang berdiri ragu ketakutan di ambang ruang makan. Ada sedikit sinar geli di mata Seungwoo melihat ketakutan Jiyeon, dia menunduk memberi hormat sedikit dengan sopan kepada Jiyeon, lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan.

Jiyeon masih berdiri ragu di ambang pintu dan menatap Chanyeol dengan ragu. Apakah yang ada di depannya ini Chanyeol ataukah Loey?

Chanyeol tersenyum dan mengerutkan keningnya melihat Jiyeon hanya berdiri di situ. "Jiyeon? Kemarilah."

Jiyeon melangkah mendekat dengan takut, "Kenapa kau berbicara kepada Seungwoo?" matanya melirik ke arah kepergian Seungwoo.
Ekspresi Chanyeol tampak biasa saja. "Dia kepala pengawalku Jiyeon, kenapa?"
Jiyeon menelan ludahnya dan mengamati Chanyeol dengan cermat, berusaha mencari tanda-tanda, apa saja yang bisa memberitahunya siapakah yang sekarang ada di depannya.

"Dia ada di sana malam itu, ketika Loey membunuh Daniel." Jiyeon berbisik dengan pelan sambil tetap menatap Loey. "Dia- dia biasa saja ketika melihat mayat itu, Chan. Loey bahkan menyuruhnya membereskan mayat itu dan dia melakukannya."
Chanyeol meletakkan garpunya dan menatap Jiyeon dengan sedih, "Jiyeon maafkan aku karena kau harus mengalami kejadian itu, sungguh. Tetapi Seungwoo masuk ke dalam rumah ini memang karena Loey yang membawanya masuk dan aku berpikir dia diperlukan di rumah ini, kau tahu." Chanyeol menatap Jiyeon dengan pandangan menyesal. "untuk membereskan 'masalah' yang dibuat Loey."

Jiyeon menatap Chanyeol. Dia termenung dan kemudian ingatan itu datang. Ingatan akan kesedihannya, kehilangan seluruh keluarganya karena apa yang dilakukan Loey. "Dia akan selalu datang bukan?" Airmata menetes dari sudut mata Jiyeon, mengalir ke pipinya. "Dia membunuh kakek dan nenekku dengan kejam, mereka memang sudah tua tetapi mereka seharusnya bisa menghabiskan masa tua mereka dengan sehat tetapi Loey membuat mereka sakit, mereka sakit hingga meninggal." Jiyeon menatap Chanyeol, napasnya terengah, terisak karena air mata. "Loey juga membuatku tidak pernah bertemu dengan ayah kandungku dan keluarganya, ayah kandung yang mencintaiku dan aku- aku memang tidak dekat dengan ibuku, tetapi aku menyayanginya dan Loey tetap merenggut itu semua dariku."

From The Darkest SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang