X

244 18 8
                                    

vote!! vote!! vote!!

Mereka jelas tidak tahu jika aku sebenarnya seorang Josly, bahkan Rose tidak sedikit pun curiga ketika aku tersedak dan mengalami sedikit perubahan emosi. Mungkin seharusnya aku tidak menyimpulkan sesuatu terlalu cepat, tetapi semuanya terlalu berkaitan dan membuatku seakan-akan mendapatkan pukulan keras yang mampu meruntuhkan pertahananku. Semua ini terlalu banyak dan sedikit sulit untuk diterima, aku bahkan belum sepenuhnya mengerti mengapa rumah nenekku terhubung dengan tempat ini.

"Seharusnya kau lebih berhati-hati ketika minum," ujar Rose sambil mengusap-usap punggungku. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Aku harus pulang," ujar Dri menginterupsi, membuatku dan Rose menoleh ke arahnya.

"Aku juga akan pulang kalau begitu," timpalku untuk pertama kalinya setelah lama terdiam meratapi kisah hidupku.

"Aku harap kita bisa menjadi teman!" ujar Rose menatapku sambil tersenyum, senyumnya tidak terlalu tulus sebenarnya, tapi aku tetap membalasnya.

"Tentu saja, aku akan sering berkunjung!" aku mengucapkannya dengan tulus, sungguh. Terlepas dari sifat Rose yang menyebalkan, aku akan berkunjung untuk menemukan informasi sebanyak mungkin.

"Jangan hanya berkunjung, kau harus menginap di sini. Aku akan menceritakan sesuatu," Rose menyeringai dan melirik Dri di belakangku.

Aku masih belum terlalu memahai situasi, mereka seperti sedang menutupi sesuatu dariku, Rose yang tempramental dan Dri yang tertutup sangat tidak membantuku untuk menemukan titik terang. Kuputuskan untuk sebaiknya aku kembali dan memikirkan semua kerumitan yang seakan-akan dibebankan kepadaku ini dalam keheningan di tanah tropis Byzray.

"Bye!!" ujar Rose di ambang pintu rumahnya sambil menatap kami yang semakin menjauh. Aku berusaha sebaik mungkin menghindari segala percakapan dengan Dri, aku hanya orang asing, ingat?

Sepertinya Dri memahami perasaanku kali ini. Ia tidak sedikitpun memulai percakapan denganku dan tidak sedikitpun berusaha mengantarku ke rumah seperti biasanya. Kami berjalan dalam keheningan, dan terlarut dalam pikiran masing-masing.

Sesampainya di depan gang, aku berhenti tiba-tiba, dan membuat Dri juga melakukan hal yang sama. Aku tidak berniat mengucapkan selamat tinggal padanya, tetapi itu sedikit terlalu kasar dan mungkin akan menyakiti perasaannya, jadi aku berujar, "Sampai jumpa nanti!" dan Dri hanya mengangguk dan melanjutkan perjalanan menuju kerumahnya.

Aku memasuki lorong dan membuka pintunya, melakukan rutinitas seperti biasa dan segera menghempaskan tubuhku dengan kencang, dan baru teringat jika kasur ini sangat keras ketika punggungku menyentuh kasur. Aku menatap langit-langit kamar, dan sangat gemas melihatnya yang masih sangat kotor, aku mengalihkan pandangan ke arah lain tetapi tidak ada sesuatu yang cukup menarik perhatianku.

Rumah nenekku terhubung dengan tempat aneh bersalju dan ibuku memiliki kuncinya, yang mungkin saja ia telah mengetahui tentang tempat tersebut sejak lama, sejak ia kecil dan ia bermain di sana, bukannya bermain di gudang kosong bekas gudang anggur seperti yang nenekku asumsikan. Ibuku berkata ia tidak bisa membuatku bertemu dengan ayahku, tetapi ia punya kunci, kunci antik yang menuntunku bertemu Rose yang tentu saja sangat mirip denganku. Mungkin ibuku bertemu dengan ayahku juga melalui pintu itu atau bagaimana?

"Arrgggh!!" aku menggerang kesal dan mengacak-acak rambutku. Semuanya terlalu rumit untuk ku pecahkan sendiri.

Ibu Lucy menghilang tanpa jejak dan membuat Lucy depresi berat. Mungkin Lucy tidak akan se depresi itu jika ia tahu siapa penculik ibunya dan apa tujuannya, tetapi ini sebaliknya. Oh! dan kakekku tidak pernah curiga dengan apapun yang aku lakukan, apakah kakekku bagian dari semua ini? Apakah kakekku mengetahui sesuatu tentang pintu dan tempat aneh di baliknya?

"Ah! Persetan!!" aku melemparkan sandal yang sejak tadi masih ku kenakan kesembarang arah. Sejak awal aku memang tidak suka Byzray, kota ini terlalu kecil yang dipenuhi dengan orang-orang aneh. Aku tidak pernah ingin terlibat dengan segala kerumitan yang entah siapa penciptanya, yang jelas telah terjadi sesuatu yang sangat sialan di sini!

"Cally!!" itu suara nenekku.

"Ya?"

"Apa yang kau lakukan di dalam? Suaranya sampai dapur!"

"Aku mimpi buruk dan terjatuh dari kasur, hanya itu," ujarku sambil membuka pintu dan menemui nenekku yang sekarang berdiri di depan pintu kamarku.

"Aku kira kau terlalu banyak tidur nak, sebaiknya kau membantuku membawa itu," ujar nenekku sambil melirik beberapa wadah besar berisi anggur.

"Baiklah, ayo!" aku mengaitkan lenganku dengan lengannya dan berjalan beriringan menuruni tangga.

Aku tidak pernah tahu bagaimana proses berkebun anggur, yang aku tahu hanya akan ada banyak anggur yang di simpan di pondok di sebelah rumah, semakin lama akan semakin mahal. Kami tidak pernah benar-benar mencicipi baimana rasanya, aku yakin itu tidak enak, lebih enak buah anggur daripada minuman anggur kan?

"Nah, yang itu! kemari, ke kanan! Bagus!" nenekku akan meneriakkan interuksi-interuksi kepadaku untuk meletakkan semuannya dengan benar.

Menyibukkan diri mampu membuatku melupakan masalahku sejenak. Hanya sejenak sebelum aku melihat Kevin menuntun sepedanya melewati depan rumah nenekku. Dia berteriak-teriak memanggil namaku dan tentu saja itu memalukan.

"Dia temanmu?" tanya nenekku saat menyadari akulah satu-satunya orang bernama Cally. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan anak itu, yang jelas Kevin benar-benar memalukan.

"Ya, aku akan menemuinya sebentar," ujarku berlalu melawi nenekku untuk menemui Kevin.

"Ada apa?" tanyaku bosan.

"Tidak ada, aku hanya bosan dan sebagainya," aku memutar bola mataku kesal.

"Jadi kau berusaha membuatku membencimu karena telah mempermalukanku dengan berteriak-teriak memanggil namaku di desa kecil seperti ini, dan setelah itu kau berkkata kau hanya bosan? Haha tidak lucu!" aku mulai kesal dengan semua orang, kecuali nenekku.

Kevin hanya terkekeh, kemudian membiarkan sepedanya terjatuh di dekat kakiku. Aku berusaha menyembunyikan rasa takutku, aku tidak bisa bersepeda dan tentu saja akan sangat sakit jika kakimu tertimpa sepeda, untung saja aku sempat menghindar.

"Kau...." ujarku geram, aku tidak benar-benar mengerti apa motifnya. Ingin sekali rasanya meneriakkan sumpah serapah tepat di depan wajahnya, tetapi di sana terdapat nenek dan kakekku yang akan segera mengadukan apapun perkataan buruk yang aku lontarkan kepada ibuku. Seharusnya aku menyadari sejak awal jika Kevin hanya ingin membuatku kesal, sekarang ia tertawa terbahak-bahak di depanku.

Aku berbalik dan berjalan meninggalkannya dengan marah. Aku sudah cukup memiliki banyak masalah tanpa perlu ditambah Kevin yang mungkin sebenarnya mengidap penyakit kegilaan atau apapun. Semuanya sialan dan tidak ada yang aku inginkan selain hidup normal; memiliki keluarga normal dengan ayah yang tidak pernah meninggalkanku, mengunjungi rumah nenek dan kakek setiap libur semester, tidak ada pintu rahasia, tidak ada orang-orang aneh, tidak ada orang gila.

"Aku mengenalinya sebagai anak tunggal keluarga Rogsve," ujar kakekku yang menatapku menghentak-hentakkan kakiku.

"Memang, bagaimana kakek tahu?" tanyaku bingung.

"Keluarga mereka cukup terkenal karena suatu hal, pemuda tadi memiliki selera humor yang tinggi," kakekku tidak menjelaskan apa suatu hal itu, tetapi aku cukup keberatan tentang selera humor yang tinggi, jika maksudnya dengan membuatku marah adalah suah selera humor. Tanganku panas ingin memukul sesuatu atau seseorang, tentu saja bukan kakekku, orang lain.


~Jun 20, 2018~

salam : Ries



ARRGGHH!! Jadi gini, aku sedang ada pada posisi dimana aku memiliki banyak sekali ide, saking banyaknya, aku jadi tidak tahu bagaimana cara menuangkannya. itu salah satu penyebab kenapa dimension jadi jarang update.


saya minta maaf kalo jadi jarang update, banyak typo, cerita makin aneh, dan benyaknya. aku tahu aku banyak salah, jadi maaf banget buat kalian pembaca setia! jangan lupa vote dan komen ya.

DIMENSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang