CH. 4 What is Your Thing?

1 0 0
                                    

Hari-harinya untuk menjalani kehidupan sebagai mahasiswa S2 sudah dimulai. Setiap hari, Ami menghadiri kuliah yang terkadang dimulai pada pukul 7 pagi hingga sore hari. Dia juga menyibukkan dirinya di laboratorium untuk menciptakan penelitian barunya.

Suatu hari, dia bersantai di taman yang terletak di samping kampusnya, sambil menikmati jus jeruknya. Fian mengendap-endap dari belakang dan berencana untuk mengejutkan Ami, namun rencananya itu gagal saat Ami tiba-tiba menoleh.

“ada apa?” tanya Ami sambil menyipitkan matanya. “aku sedang ingin menyendiri, pergilah” katanya dengan nada ketus.

“heeh, doushite? Sendirian itu menyedihkan loh” balas Fian sambil duduk di samping Ami. Kemudian , dia merebut jus jeruk Ami yang tinggal setengah itu dan meminumnya tanpa dosa. Ami pun mendecak, dan merelakan jus kesukaannya itu direbut.

“mas ngapain disini? Nggak kuliah?” tanyanya

“ah, kenapa kamu memanggilku mas? Itu tidak keren. Panggil aku senpai. Ok?”

“nggak ah, kenapa aku harus memanggilmu begitu? Mengerikan.“ tukas Ami.

“bukannya kamu sesekali ingin memanggil seseorang dengan sebutan itu? Jujur saja,  ya kan?” goda Fian.

“memangnya apa yang membuatmu berpikir seperti itu?”

“aku tahu begitu saja saat melihatmu. Ngomong-ngomong, apa kamu suka menulis?”

Ami sedikit terperanjat, seniornya itu benar-benar seperti peramal.

“yah, aku suka menulis. Memangnya kenapa? Dan bagaimana bisa mas tau itu?”

“sudah kubilang kan, aku bisa melihat semuanya begitu melihatmu. Kalau begitu, apa kamu mau berkolaborasi denganku?”

“kolaborasi?” tanya Ami sambil mengernyitkan dahinya.

“hum, aku berencana untuk membuat webtoon baru. Webtoon lamaku tidak terlalu sukses. Yah, aku juga tidak bisa membuat cerita yang bagus, jadi webtoon ku tidak bertahan lama. Bagaimana? Apa kamu mau?”

Ami tidak bisa lagi menyembunyikan rasa senangnya. Ada sesuatu yang meluap-luap di dalam hatinya. ‘Writing is my thing’, kata-kata itulah yang selalu dia simpan dalam hatinya. Itu adalah caranya untuk tetap berusaha mengingat dirinya yang sebenarnya, mengingat apa yang sebenarnya diinginkan olehnya.

Selama ini, dia tidak bisa benar-benar mewujudkan keinginannya menjadi seorang penulis. Keinginannya terhambat oleh keinginan orang tuanya yang menginginkan sesuatu yang lebih darinya. Tapi, saat ini ada orang asing, yang bahkan baru dikenalnya kemarin, mengetahui keinginan terdalamnya.

“bagaimana?” tanya Fian lagi, kali ini dengan wajah berharap. Entah bagaimana dia bisa mengetahui keinginan Ami.

“kalau begitu, katakan padaku dulu. Bagaimana kamu bisa tau kalau aku suka menulis?” Ami balik bertanya.

Fian berpikir sejenak kemudian menjawab, “mmm…kamu seorang wibu, dan ambivert. Orang-orang seperti itu biasanya punya dunianya sendiri. Kamu lebih memilih untuk berbicara lewat tulisan, daripada berbicara langsung. Bukankah begitu?” jelasnya sambil menggoyang-goyangkan gantungan kunci berbentuk symbol peri seperti di anime  Fairy Tail, yang tergantung di tas Ami.

“waah, kamu berbakat menjadi peramal, mas. “ balas Ami sambil tertawa kecil.

Meskipun selalu bertingkah konyol, tapi Ami mengakui kemampuan seniornya yang sedang menempuh S2 di jurusan psikologi itu.

“baiklah, aku mau. Tapi, aku tidak mau menyelesaikan ceritanya tergesa-gesa. Jadi, senpai harus mengatur waktunya.” Katanya merajuk.

“eh, kupikir kamu tidak mau memanggilku dengan sebutan itu. Kenapa berubah pikiran?” tanya Fian terkejut.

PathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang