14

451 54 32
                                    

Author POV

Doyoung memasuki kamar istrinya. Di lihatnya putranya yang tertidur dengan pakaian berwarna pink yang menurutnya amat menggelikan. Ini adalah hari ulang tahunnya dan dia merasa mendapat kado yang amat sangat lucu dari putranya yang bahkan belum genap berusia satu bulan itu.

"Kau datang?" Doyoung mengangguk tanpa menoleh. Dia tahu pasti jika itu Yoonhee, mengingat jika wanita itu belum boleh pergi ke Seoul untuk kuliah.

"Bagaimana keadaanmu? Apa sudah baikan?" Doyoung melihat jika istrinya itu tengah melipat pakaian putra mereka yang mungkin baru saja di angkat dari jemuran. Gumaman tidak jelasnya membuat Doyoung mengerti. Itulah Yoonhee, dia akan sangat malas menggerakkan bibir jika sedang badmood.

Yah, Doyoung akui jika hubungan mereka agak sedikit aneh. Dia sadar jika pasti memang sangat canggung bagi sepasang sahabat menjadi suami istri. Itulah yang mereka alami saat ini. Apalagi ada sebuah nyawa yang hidup di tubuh Yoonhee saat itu dan mereka harus menikah demi kejelasan status nyawa itu.

Itu bukanlah masalah dan beban bagi hidup Doyoung, sungguh. Dia amat bahagia saat anak itu lahir dan menggenggam jemari tangannya erat. Itu adalah kebahagiaan yang amat terbesar bagi Doyoung. Semuanya seakan telah di lengkapi oleh sahabatnya yang sekarang adalah istrinya sekaligus wanita yang mengisi hatinya. Wanita yang selalu ada di setiap hembusan nafasnya.

"Kau sudah makan siang? Tidak ada siapapun di rumah. Semuanya sedang pergi karena harus melihat sepupuku yang baru melahirkan." ah, ternyata semuanya sedang keluar ya? Pantas saja rumah sangat sepi dan hanya ada pelayan di rumah sebesar ini.

"Belum. Bisa tolong buatkan aku kopi? Aku sangat mengantuk sekarang. Semalam aku sibuk mengerjakan tugas kuliah." yah alih-alih minta di buatkan makanan enak, Doyoung malah minta di buatkan kopi.

"Makanlah sesuatu dulu. Kau bisa terkena maag jika minum kopi tanpa mengisi perutmu." tunggu dulu, apa itu sebuah perhatian? Oke Doyoung, jangan terbawa perasaan dulu. Mungkin saja Yoonhee hanya ingin membuat perasaanmu bimbang.

Pintu kamar tertutup membuat Doyoung tidak melihat apa yang kiranya akan di lakukan istrinya. Walau kata dokter dia masih belum boleh beraktivitas, tapi dia akan tetap bergerak sesuai kehendaknya sendiri. Ya selalu menyibukkan diri seperti saat mereka masih bersahabat dulu.

Dan Doyoung pikir Yoonhee hanya berbasa-basi dengannya, tapi dia benar-benar membawa senampan makanan dan secangkir kopi. Memangnya dia minta di bawakan makanan? Dia kan hanya minta secangkir kopi, tapi Yoonhee malah membawa keduanya.

"Ini makan dulu. Lambungmu perlu di isi dengan makanan." dan setelah sesendok nasi serta sup rumput laut masuk ke tenggorokannya, Doyoung baru mengerti mengapa ayahnya selalu sesumbar mengatakan bahwa beliau jatuh cinta pada ibunya karena makanan yang di buat oleh ibunya. Dari perut naik ke hati.

"Selamat ulang tahun. Maaf aku tidak bisa memberimu kado." makanan yang tengah di kunyahnya tertahan begitu saja di tenggorokannya. Apanya yang tidak bisa memberi kado? Bagi Doyoung, putra mereka adalah kado terindah dalam hidupnya yang pernah Yoonhee berikan padanya. Itu hanya kado kecil dari semua yang pernah Yoonhee berikan pada Doyoung.

Jika Doyoung harus membuat daftar, mungkin daftar itu akan memenuhi seluruh dunia ini. Ya memang terdengar hiperbolis bagi Doyoung, tapi itu memang benar. Selama enam belas tahun —ah ralat— tujuh belas tahun pertemanan mereka, Yoonhee selalu memberikan yang terbaik untuk Doyoung.

"Aku butuh sebuah kado darimu. Setidaknya kau harus memberiku satu hadiah untukku. Ini ulang tahun yang spesial untukku." Doyoung tadinya tidak ingin menuntut sebuah kado, tapi jika di pikir lagi dia ingin meminta satu hal pada Yoonhee.

Our MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang