12. Tidak Bisa,Leon.

44 1 0
                                    

"Kamu pulang malam mulu vi" ujar mama Violita yang membukakan pintu anaknya tepat pukul 12 malam.

"Iya nih ma, lagi banyak urusan di hotel"

"Bukannya Tosca udah pulang ya? Apa dia gak bantu kamu?"

Violita meringsek ke sofa rumahnya. "Bantu kok ma, tapi ya emang banyak aja kerjaannya."

"Kamu jangan kerja sekeras itu vi! , kalau kamu sakit mama males ngurus kamu. Udah gede masih gatau juga cara jaga kesehatan."

Violita mengernyitkan keningnya lalu berdiri berjalan perlahan menuju kamarnya. "Tenang aja ma."

Mamanya hanya bisa menggeleng- nggelengkan kepala.

Terdengar suara pintu tertutup. Violita menidurkan dirinya di atas springbednya
"Sebenernya gue itu ngapain sih?"
Ia diam menatap langit-langit kamar.
"Gue juga salah apa?"
"Gue ngapain juga sama Leon?"
Dia merutuki dirinya sendiri. Ia sudah memutuskan untuk tidak menerima Leon. Sudah 3 hari ia mencoba untuk bersama Leon, entah itu menemaninya lari pagi, jalan-jalan ke mall ataupun menemani makan.Namun sudah 3 hari pula Fadil tak terdengar kabar.

Dalam diamnya dengan fikirannya yang carut marut, ia berusaha memejamkan mata.
Pertanyaan Violita saat ini adalah bagaimana cara menyampaikan perasaannya pada Leon yang sama sekali tidak ada perubahan yang diinginkan oleh Leon.

--DIARY--

Nada sambung ke 3 , Violita menghubungi Leon begitu pagi. Sementara itu disisi lain Leon begitu semangat melihat nama penelfon itu adalah Violita.
"Halo vio,selamat pagi?"

Violita tersenyum didalam kamarnya.
"Halo kak, pagi."

"Ada apa menelfon pagi-pagi? Apakah kamu merindukanku?"

Violita tertawa kecil "Haha, mm begini, temui aku di taman kota."

"Baiklah, apa perlu ku jemput?"

" Tidak tidak kak, aku bisa berangkat sendiri."

"Suaramu sedikit aneh Vi, apa kamu sakit?"

"Aku baik kok."

"Okey, sampai jumpa."
Telfon itu diputus begitu saja oleh Violita, kepalanya sedikit berdenyut.
Ia tidak mengerti padahal ia sudah meminum obat sakit kepala tadi.

Violita keluar dari kamar dan bertemu dengan mamanya.
"Kamu baik?."
"Baik kok ma, Violita mau keluar dulu." ucap Violita berpamitan lalu keluar begitu saja dengan mobilnya.

--DIARY--
Violita berjalan perlahan, ia mendapati Leon dengan wajah cerianya sudah duduk di kursi taman kota.
"Halo Vi."
"Oh halo, apa sudah lama kak?."
"Tidak, baru 5 menit an."
"Baguslah kalau begitu."
"Ada apa Vi?"
"Mengenai tawaranmu waktu itu."

Wajah Leon sedikit menampakkan kekhawatiran.
"Belum 4 hari Vi?"
"Maaf kak, aku tidak bisa bertahan selama itu."
"Baik, apa keputusanmu?."

"Keputusanku.."
"Maaf, aku tetap tidak bisa menerimamu."
Leon tersenyum, ia mengusap-usap wajahnya.
"Aku harus berkata apa padamu Vi?"
"Maaf kak tapi aku rasa lebih baik aku sampaikan sekarang sebelum semakin jauh."

Leon terdiam. "Apakah ini semua ada hubungannya dengan Fadil itu?"
Violita tersentak, selama ini Leon tidak pernah menyebut-nyebut nama itu didepannya.

"Tentu tidak."
Dusta!.

"Kamu yakin?"

"Iya."

Leon terdiam kembali sedangkan Violita menundukan kepalanya menatap tanah yang ia pijaki.

"Tak apa Vi, aku menerima keputusanmu. Maaf karena mengganggumu selama ini. Semoga kamu menemukan cintamu."

Violita tersenyum "Terima kasih."

Leon balik tersenyum "Baik lalu setelah ini kamu mau kemana?."

Violita merasakan kepalanya semakin sakit.

"Hm, aku mau ke Rumah Sakit terdekat sebentar. Sepertinya aku sedikit lelah."

"Apa kamu sakit? Tapi memang dari wajahmu , kamu kelihatan pucat. Biar ku antarkan ya?"

"Ah tidak kak, aku bawa mobil kok tenang saja." Ujar Violita kemudian berdiri dan berpamitan
"Aku pergi dulu kak."

"Tapi vi , sepertinya tidak memungkinkan keadaanmu seperti ini pergi berobat sendirian.Biar aku antar kamu."

"Tidak kak, aku bisa kok. Tenang saja yaa." Ujar Violita menenangkan sambil berjalan meninggalkan Leon yang berdiri "Daaah."

--DIARY---
Sesampainya di Rumah Sakit terdekat Taman Kota, Violita menunggu untuk di panggil dokter. Kepalanya yang pusing semakin tak terbendung. Padahal ia sudah duduk untuk mengistirahatkan diri namun ia merasa membawa batu besar diatas kepalanya.
Suara suster sedikit menyadarkannya.

"Untuk Ibu Violita silahkan masuk."

Ia berdiri dengan kening yang sedikit mengernyit kesakitan. Tiba-tiba ia merasakan sekujur tubuhnya bertambah berat lalu gelap. Samar-samar ia melihat lelaki memakai kemeja putih dengan jas hitam memegang dirinya dan memanggil-manggil namanya.

--DIARY--

03 Januari 2007
Dear diary, tadi malam aku bermimpi Fadil menemuiku ia menyemangatiku untuk segera membaik tapi ketika aku membuka mata ternyata itu adalah Papa yang sedang mengompresku dengan mencibirku karena aku sakit berhari-hari setelah pulang dari kerja kelompok, aku kehujanan ,eh bukan, maksudku bermain dengan hujan.

DIARYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang